Hapuskan Diskriminasi terhadap Perempuan
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kasus kekerasan dan diskriminasi perempuan di Indonesia masih menjadi hal problematik yang marak diperbincangkan, dalam hal ini Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (BEM KM UMY) selenggarakan agenda BEM TALK’S dengan tema diskusi “Perempuan dalam Belenggu”. Acara yang diselenggarakan secara hybrid ini dilaksanakan pada Senin (7/3) di AR Fachruddin B Lantai 5 Kampus UMY.
Raudatul Jannah,S.H., Advokator LBH Yogyakarta menyatakan bahwa seharusnya perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, namun hal yang terjadi sampai saat ini budaya patriarki masih sering terjadi di Indonesia dan perempuan sering mengalami sexual abuse in women.”Dilihat pada kondisi saat ini kekerasan seksual terhadap perempuan masih dominan terjadi di Indonesia, baik di ranah domestik maupun diluar ranah domestik,” jelasnya.
Raudatul memberikan gambaran yang terjadi pada konflik tanah di Desa Wadas, Purworejo Jawa Tengah bahwa banyak sekali perempuan dan anak yang mengalami trauma mendalam akibat tindak represifitas dari aparat.
“Kasus ini begitu sangat berdampak traumatis begitu mendalam bagi perempuan dan anak sehingga mereka merasa tidak nyaman dan dapat menghambat aktivitas warga Wadas. Dari dampak tersebut banyak aktivis perempuan turut ikut serta menyuarakan perjuangan dan turun ke jalan, hal ini membuktikan bahwa negara yang tidak tegas untuk mengurusi kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap hak perempuan,” tambahnya.
Siti Darmawati, Anggota Lembaga Rifka Annisa menyatakan bahwa adanya pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia disebabkan permasalahan pada kesetaraan gender. “Hadirnya ketidakadilan gender terjadi adanya marginalisasi perempuan, subordinasi di ranah politik, stereotype, beban ganda, dan kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan berupa fisik, psikis, seksual, ekonomi dan banyak lagi. Kekerasan berbasis gender ini sering kali menggunakan tubuh perempuan sebagai posisi tawaran secara online. Hal ini menciptakan pola pikir tidak adanya korelasi anatara pemahaman yang bagus dan pengetahuan tentang perempuan,” paparnya.
Dr. Nur Azizah, M.Si., Dosen Hubungan Internasional UMY turut menambahkan bukti nyata belum terealisasinya kesetaraan gender dapat dilihat dari diskriminasi pekerjaan, dan stigma pemikiran bahwa pemimpin itu harus laki-laki.”Dr. Nur Azizah, M.Si., Dosen Hubungan Internasional UMY turut menambahkan bukti nyata belum terealisasinya kesetaraan gender dapat dilihat dari diskriminasi pekerjaan, dan stigma pemikiran bahwa pemimpin itu harus laki-laki.
“Gender quality indeks Indonesia pada tahun 2021 jika ditelaah masih perlu kebijakan yang mengarahkan kesetaraan gender.Contohnya dilihat pada regulasi di Indonesia tentang kekerasan seksual belum sesuai dengan implementasiannya. Oleh karena itu, perlu ada penekanan bahwa pentingnya pemahaman kesetaraan gender dalam regulasi maupun implementasiannya,” tutupnya.(Sofia)