Romansa Kilau Bagaskara Sang Surya Muda di Tengah Nestapa Desa

Romansa Kilau Bagaskara Sang Surya Muda di Tengah Nestapa Desa

Romansa Kilau Bagaskara Sang Surya Muda di Tengah Nestapa Desa

Oleh: Ridwan Marwansyah

Sinar sang surya begitu terasa, memberikan cerahnya kehidupan untuk umat, bangsa, dan agama demi mengusahakan terwujudnya Amar makruf nahi mungkar dan Islam yang sebenar-benarnya.

Di tengah indah desa gemerlap, sejuk angin dedaunan di sana ada beberapa sosok pemikir yang masih tertimbun jerami ketidaktahuan, perlahan sang suryapun mulai terbit untuk mulai menerangi, meski sulit untuk memulai hal yang tidak biasa menjadi bisa biasa akantetapi keyakinan yang teguh untuk menyampaikan hal yang benar dan meninggalkan yang salah sangatlah pasti.

Hari panen yang menjadi momen kebahagiaan masyarakat desa karena panen hari itu sangat berhasil dengan melimpahnya padi yang di panen, semua berkumpul dengan gembira kecuali salahsatu pemuda, dia melihat ada hal yang janggal dalam perayaan panen tersebut, yaitu berserakannya dupa, sesajen, pengorbanan hewan yang di percaya sebagai tumbal panen selanjutnya agar kembali menghasilkan padi yang melimpah dan banyak lagi persembahan yang di siapkan pada hari itu.

Sesaat pemuda itu merenung dan bergumam di dalam hati “apakah tradisi ini akan terus terjadi tanpa akhir? Mempersembahkan sesuatu yang di niatkan bukan karena Allah, menyembelih hewan dan di korbankan bukan karena Allah? Apakah ini bentuk rasa syukur kita kepada Allah atas melimpahnya hasil panen di setiap tahun?”, lalu pemuda itu pulang dengan wajah murung dengan hati yang sedih sambil berfikir bagaimana cara agar dapat menyampaikan kepada masyarakat bahwa hal tersebut tidak benar.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang yang beruntung” (QS Al Imran ayat 104)

Perbuatan syirik masih biasa dilakukan oleh sebagian kalangan tua di desa, karena hal tersebut merupakan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun dari pendahulu yang dikemas dengan bahasa budaya, padahal syirik merupakan suatu perbuatan yang diniatkan dan dilaksanakan bukan sepenuhnya karena Allah atau mencampur dzat, perbuatan, dan sifat Allah dengan unsur-unsur lain, tentu saja syirik sangat bersebrangan dengan ajaran Islam.

Bagaimana peran sang surya muda melihat fenomena seperti demikian? Apakah ada satu keinginan untuk merubah kebiasaan syirik? Tentu harus.

Salah satu nasihat untuk mengubah sesuatu yang sulit di ubah akantetapi tidak menyinggung orang lain yaitu dengan memberikan contoh.

Untuk menghindari perbuatan syirik kita bisa menghayati berbagai ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini, bahkan diri kita sendiri pun bisa menjadi penghayatan tersendiri untuk menemukan kemahabesaran Allah, kemaha agungan Allah, dan sifat yang maha kuasa

Kita pasti ingat dengan kisah Muhammad Darwis muda yang mempunyai cara berfikir atau sudut pandang yang begitu rasional, berfikir rasional artinya kita berfikir secara benar dan tidak asal-asalan, orang yang berfikir dan menggunakan akalnya dengan benar akan memahami bahwa tidak ada lagi tuhan yang layak untuk disembah dan juga digantungkan tempat memohon pertolongan selain Allah, tanpa berfikir rasional biasanya manusia akan mudah tergelincir dan terjebak bisikan syetan atau hawa nafsu.

Dengan memberikan suatu contoh maka nasihat yang baik, itupun secara tidak langsung sudah tersampaikan perlahan namun pasti, samar terlihat namun terasa oleh umat. Perlahan tumpukan jerami ketidaktahuan itu mulai terkikis waktu, termakan masa sehingga satu-persatu pemikir mulai terlihat dan terang bagai bagaskara, laksana sang surya muda yang siap menerangani dan memberikan lagi cahayanya untuk pemikir yang masih tertimbun jerami di desa.

“Sebuah tantangan untuk kaum muda di desa, berjuta harapan untuk membawa cahaya sang surya meskipun warna tak mungkin sama, karena ini dunia. Hanya harus berusaha dan berdoa untuk umat, bangsa dan agama, persyarikatanku pasti ada, itulah ungkapan sang surya muda di sebuah desa”

“Berjalanlah sesuai dengan Al Qur’an, jikalau keliru, mari kita betulkan dengan cara bijaksana” ( K.H. Abdul Rozak Fachruddin )

Ridwan Marwansyah, Kader IMM Unpad

Exit mobile version