Workshop Perpustakaan Digital untuk Membesarkan Sekolah Muhammadiyah
SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Majelis Pustaka PWM Jatim menggelar National Workshop Digital Library, Jumat-Sabtu (11-12/3/2022) di Hotel Rays UMM Malang. Acara yang mengusung tema Digital Library for Future School Technology itu diikuti 100 peserta dari sekolah Muhammadiyah Jatim. Terdiri dari kepala sekolah, guru dan pustakawan dari sekolah-sekolah Muhammadiyah se-Jatim.
Hadir memberi sambutan Ketua PWM Jatim Dr KH M Saad Ibrahim MA dan Keynote Speech Prof Dr Biyanto MA, wakil ketua PWM Jatim. Selain itu Dr Khozin MSi, wakil ketua Majelis Dikdasmen PWM Jatim memberi materi gerakan literasi sekolah, dan Ir. Tiat S. Suwardi, M.Si, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jatim beserta tim pustakawannya mengisi materi kebijakan pemerintah dalam akreditasi perpustakaan sekolah.
Adapun workshop tersebut mengupas program inlislite. Hadir sebagai narasumber dan fasilitator workshop yakni pustakawan Unair Guruh Haris Raputra SSos beserta programer perpustakaan Unair Prasasti Irianto. Materi itu disampaikan secara maraton selama dua hari hingga materi berjumlah delapan dengan simulasi-simulasi.
Ketua Majelis Pustaka PWM Jatim Dr Mulyana MSi mengatakan perpustakaan sekolah Muhammadiyah harus menjadi branding agar sekolah diserbu murid dan kian tumbuh berkembang.
“Mari kita besarkan sekolah kita dengan perpustakaan yang bagus sudah digital. Ikuti cara dengan baik kami hadirkan trainer dari Unair semoga banyak ilmu yang bisa diserap,” tuturnya.
Sementara itu Tiat S. Suwardi pada kesempatannya menyampaikan, akreditasi perpustakaan sekolah amat penting menyangkut kepercayaan masyarakat. Menurutnya untuk melakukan akreditasi mekanisme pertama yang dilakukan adalah menyampaikan surat permohonan ke dinas perpustakaan provinsi atau kota/kabupaten. Setelah itu harus melakukan mekanisme-mekanisme yang telah ditentukan.
“Muhammadiyah itu luar biasa, pendidikannya sangat solid, saya berharap perpustakaan yang dimiliki sekolah-sekolah Muhammadiyah juga bagus,” imbuhnya.
Perempuan alumni ITB itu melanjutkan, Perpustakaan bukan kata benda tapi kata kerja. Perpustakaan itu suatu unit kerja yang secara teori adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, karya rekam dan sebagainya.
“Selain itu perpustakaan bisa juga sebagai tempat rekreasi bagi pemustaka,” lanjutnya.
Lebih lanjut perempuan kelahiran Bandung itu menerangkan, perpustakaan juga bisa berfungsi sebagai tempat meningkatkan literasi bagi masyarakat yang bisa menghasilkan produk untuk mengembangkan barang dan jasa.
“Jadi lebih ke pelayanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Masyarakat membaca, lalu mendapatkan pengetahuan kemudian menghasilkan produk,” terangnya.
“Contoh nyata dari pelayanan perpustakaan berbasis inklusi adalah Kampung Cokelat di Blitar. Dulu masyarakat di situ petani jagung terus beralih menanam cokelat tahun 2013,” jelasnya.
Tiat menerangkan, masyarakat di Kampung Cokelat mendapatkan pengetahuan tentang budidaya cokelat dari buku-buku di Perpustakaan Bung Karno di Blitar.
“Jadi waktu itu Perpustakaan Bung Karno mengunjungi desa tempat Kampung Cokelat berada dengan membawa koleksi-koleksi buku, lalu masyarakat membaca buku-buku itu. Nah ternyata masyarakat banyak yang membaca buku tentang budidaya cokelat,” jelasnya.
“Setelah membaca buku itu, masyarakat dapat pengetahuan tentang cokelat, kemudian mulai menanam cokelat. Akhirnya jadilah Kampung Cokelat seperti sekarang ini,” katanya. (Anang/Mul)