Kekuasaan, ‘Homo Abdominalis’ dan Pemilu
Oleh: Wildan dan Nurcholid Umam Kurniawan
Raja adil disembah,
Raja lalim disanggah.
(Pepatah)
“Kekuasaan itu cenderung korup, semakin absolut suatu kekuasaan semakin absolut pula korupsinya, “ demikian kata Lord Acton bukan Lord Rangga si raja Sunda Empire. Mengapa? Seperti kata pepatah : “Ada gula ada semut”, karena “power”, kekuasan atau jabatan yang “dimiliki” seseorang akan diikuti dengan antara lain fasilitas (“gula-gula”), semakin prestisius suatu jabatan semakin “aduhai” pula fasilitas yang dapat diperolehnya. Contohnya, ketika Presiden AS Donald Trump kena Covid-19, beliau dirawat di RS Angkatan Darat AS yang pelayanan kesehatannya paling canggih sedunia, termasuk paling “canggih” pula biayanya, yang buat rakyat kebanyakan yang notabene kaum “elit” (ekonomi sulit) jadi “”canggih ora kepanggih alias “cangkeme nggah-nggih ora kepanggih”, mulutnya iya-iya namun nggak ketemu. Bahkan, andaikata beliau statusnya “hanya” pengusaha saja, bukan Presiden AS, bisa jadi akan “balik kanan” memilih RS yang lain untuk dirawat, daripada jebol kantonge. Oleh karena itu tidak perlu heran, ketika beliau dinyatakan kalah ketika menghadapi Pak Joe Biden, lalu memprovokasi massa pendukungnya untuk menduduki gedung DPR AS menuntut pembatalan hasil Pemilu. Singkat kata, “milik nggendong lali”, karena sense of belonging yang gas pol jadi lupa diri. Ambisi berubah jadi ambisius.
Presiden AS yang terkenal namanya dengan singkatan FDR (Franklin Delano Roosevelt) adalah satu-satunya Presiden AS yang memangku jabatan presiden lebih dua kali, karena sukses mewujudkan janji kampanyenya ; “Job for all”, pekerjaan bagi semua orang, sukses mengatasi “Great Depression” ekonomi yang dialami AS pada saat itu. Caranya antara lain melakukan landreform, pembagian tanah untuk para petani, karena pertanian dapat dikerjakan dan dikelola oleh orang-orang yang berpendidikan dan skill tidak harus tinggi, rakyat jelata dan jelalatan pun dapat mengerjakannya, berbeda dengan industri. FDR dan Abraham Lincoln adalah dua Presiden AS yang dikenal pro petani, tidak cuma omdo, omong doang. Ternyata, “bonus” jabatan yang diperolehnya tidak sukses sebagaimana yang diharapkan. Rakyat AS kecewa dan sadar kearifan Presiden AS pertama George Washington yang telah menolak perpanjangan masa jabatan presiden, cukup dua kali saja. Sehingga ketika Pak George Washington keluar dari Gedung Putih dielu-elukan oleh rakyat. Meskipun saat itu beliau juga “digoda” untuk menjabat Presiden AS untuk ketiga kalinya. Siapa tahu, barangkali karena beliau “memahami dan mematuhi” petunjuk Nabi Muhammad, “Berhentilah makan sebelum kenyang”. Sejak itu, jabatan Presiden AS kembali cukup dua kali saja, pasca Presiden FDR.
Di dalam kitab suci Al-Qur’an juga terdapat Surah “Semut” atau Surah An-Naml merupakan surah ke-27. Menurut Shihab (2012), keseluruhannya turun sebelum Nabi Saw. berhijrah ke Medinah. Namanya yang populer adalah An-Naml, yakni “Semut”. Ada juga yang menamainya “Surah Al-Hud-Hud”. Ini karena kedua binatang itu, semut dan burung Hud-Hud, disebut dalam surah ini. Di samping itu, ia dikenal juga dengan nama “Surah Sulaiman”. Boleh jadi karena uraian tentang Nabi yang Raja itu diuraikan pada surah ini dengan sedikit lebih rinci dibanding dengan uraian tentang beliau pada surah-surah yang lain.
Nabi Sulaiman yang Raja ini, dikenal sebagai Raja atau penguasa yang paling powerful dalam sejarah umat manusia. Menurut Hamid Ahmad Ath-Thahir (2019), dalam buku Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an, tentang kisah Nabi Sulaiman adalah kisah tentang sebuah kerajaan yang pemiliknya berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh Engkaulah Yang Maha Pemberi” (QS Shaad [38] : 35). Allah mengajarkan kepadanya bahasa burung dan memberinya apa saja, sehingga beliau mengetahui karunia yang Allah berikan. Beliau berkata kepada orang-orang di sekelilingnya : “Wahai manusia ! Kami telah diajari bahasa burung dan kami diberi segala sesuatu. Sungguh, (semua) ini benar-benar karunia yang nyata” (An-Naml [27] : 16). Beliau mengetahui karunia Tuhannya dan tidak mengingkarinya. Itulah rasa syukurnya kepada Allah.
Beliau mewarisi nubuwah dan kerajaan ayahnya, Nabi Dawud dengan izin Allah. Waris di sini bukan berarti peralihan seperti yang lazim dikenal dalam dunia manusia, tetapi yang dimaksud adalah pemilihan, karena para nabi tidak diwarisi sebagaimana yang telah disampaikan Nabi Muhammad dalam sabdanya : “Kami para nabi-nabi tidak diwarisi. Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah” (HR Bukhari). Allah memilih Sulaiman karena masanya berdekatan dengan masa ayahnya dan menjadikannya sebagai pewaris kedudukan ayahnya. Allah lebih mengetahui di mana menempatkan tugas kerasulan-Nya. Allah memberikan segala sesuatu kepadanya di dunia, dan mengangkat derajatnya di akhirat. Allah berfirman : “ Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik” (QS Shaad [38] : 40). Allah menyatukan kebaikan dunia dan akhirat untuknya. Nabi Sulaiman yang Raja adalah contoh manusia yang powerful, yang perilakunya manusiawi, bukan manusia berperilaku “semut” yang hidupnya hanya berburu “gula” semata-mata. Hidup beliau meaningful, hidup penuh makna ! Karena beliau punya moral fitness atau bugar spiritual !
Warisan Nabi Muhammad
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut Allah” (QS Al-Ahzab [33] : 21).
Menurut Haekal (2000), warisan ruhani (spiritual, maknawi) terbesar, demikianlah ketika Nabi Muhammad Saw. pergi melepaskan dunia ini dengan tiada meninggalkan sesuatu kekayaan dunia yang fana kepada siapa pun. Nabi pergi melepaskan dunia ini seperti ketika beliau datang. Sebagai peninggalan Nabi telah memberikan agama yang lurus ini kepada umat manusia. Nabi telah merintis jalan kebudayaan Islam yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan akan menaungi dunia kemudian. Nabi telah menanamkan ajaran Tauhid, menempatkan ajaran Tuhan yang tinggi di atas dan ajaran orang-orang kafir yang rendah di bawah.
Kehidupan paganisme dalam segala bentuk dan penampilannya telah dikikis habis. Manusia sekarang diajaknya melakukan perbuatan baik dan takwa, bukan perbuatan dosa dan permusuhan. Kemudian Nabi meninggalkan Kitabullah buat manusia, sebagai rahmat dan petunjuk. Nabi meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan indah. Contoh terakhir diberikannya kepada umat manusia, ketika dalam sakit, Nabi kepada orang banyak : “Wahai manusia ! Barangsiapa punggungnya pernah kucambuk, ini punggungku, balaslah ! Barangsiapa kehormatannya pernah kucela, ini kehormatanku, balaslah ! Dan barangsiapa hartanya pernah kuambil, ini hartaku, ambillah ! Janganlah akan terjadi permusuhan, karena itu bukan bawaanku”.
Bilamana ada orang yang pernah menuntut uang tiga dirham kepadanya, kepada orang itu diberikan pula gantinya. Kemudian beliau melepaskan dunia ini dengan meninggalkan warisan ruhani yang agung, yang selalu memancar di semesta dunia ini. Tuhan akan menyempurnakan ajaran-Nya, akan menolong agama-Nya di atas semua agama, sekalipun oleh orang-orang kafir tidak diakui. Semoga Allah memberi rahmat dan kedamaian kepada beliau. Sallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Adapun pesa-pesan keruhanian Nabi Saw. yang berkaitan dengan kekuasaan antara lain sebagai berikut :
- Ka’ab bin Malik Al-Anshari mendengar Rasulullah bersabda : “Dua ekor serigala lapar masuk ke kandang domba (maka kerusakan yang terjadi pada kambing itu), tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang, yang ditimbulkan akibat ambisinya terhadap harta dan kehormatan”.
- Nabi mengingatkan, “ Sesungguhnya kalian akan berlomba-lomba mendapatkan jabatan, padahal kelak di akhirat bisa jadi akan menjadi sebuah penyesalan (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
- Abu Hurairah mendengar Nabi bersabda : “Tidaklah seseorang semakin dekat kepada penguasa kecuali semakin jauh dari Allah” (HR Ahmad, Abu Daud).
Hal ini bukan berarti Islam alergi terhadap kekuasaan. Namun, hendaknya seseorang yang mendapat kekuasaan, sudah seharusnya dan sepatutnya amanah yang diterimanya yang berupa kekuasaan itu dijalankannya dengan baik dan sungguh-sungguh. Kekuasan yang dipegangnya itu, hendaknya dijadikannya salah satu sarana untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar. Bahwa kekuasaan itu ada batasnya dan tidak akan digenggam selamanya. Pada saatnya nanti pasti akan kembali kepada Sang pemberi kekuasaan Allah Swt. Orang yang mendapat kekuasaan juga mempunyai peluang atau kesempatan yang lebih banyak untuk berbuat amar makmuf dan nahi munkar, jika dibandingkan dengan masyarakat biasa. Dari Abu Sa’id Al-Kudri, beliau mendengar Rasulullah bersabda : “Barangsiapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahkan dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan batinnya dan itu selemah-lemahnya iman” (HR Muslim).
Kita bisa memetik pelajaran dari hadist di atas, bahwa ber-amar makruf dan nahi munkar itu bersifat wajib. Dalam menjalankan kewajiban itu bertingkat-tingkah, sesuai dengan keimanan dan kemampuan, ada yang kuat, ada yang lemah, bahkan bisa jadi ada yang berpura-pura lemah.
Tantangan yang dihadapi ketika melakukan amar makruf akan lebih rendah resistensinya, jika dibandingkan dengan ketika melakukan nahi munkar. Ajakan ayo shalat, puasa, umroh akan dijawab oke (apalagi jika dilakukan menjelang Pemilu). Tapi, ajakan ayo jangan korupsi, jawabannya nanti dulu!. Buktinya UU KPK diubah ! Dari freedom from corruption menjadi freedom to corruption, UU pelemahan KPK dibuat sebagai “hadiah” pada saat Indonesia Merdeka 75 tahun dari penjajahan bangsa asing.
Kata Bung Karno : “Tantangan generasi saya lebih mudah karena yang dihadapi musuh yang jelas yakni penjajah bangsa asing. Tantangan generasi sesudah saya lebih sulit karena yang dihadapi penjajahan yang dilakukan oleh bangsa sendiri yang melakukan korupsi”. Maka yang terjadi adalah Indonesia Tangguh (koruptornya), Indonesia Tumbuh (korupsinya). Korupsi sulit diberantas karena berkaitan dengan kekuasaan, penguasa dan pengusaha. Korupsi merupakan kejahatan yang terorganisir. Kata Ali bin Abu Thalib Ra. : “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Maka, UU KPK berhasil dilemahkan. Undang-Undang menjadi alat kejahatan penguasa kepada rakyat. Bangsa menuju “bunuh diri” (Rahardjo, 2010).
Kekuasaan dan Persoalan Politik Pasca-Nabi Muhammad wafat
Menurut Nasution (2001), persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan, malahan persoalan politik. Ketika di Mekkah Nabi dan umat Islam merupakan umat lemah yang tertindas, di Medinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk dan yang akhirnya merupakan suatu negara; yang daerah kekuasaannyha di akhir zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Medinah Nabi bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara.
Jadi sesudah beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Sebagaimana diketahui dari sejarah pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakr. Abu Bakr menjadi kepala negara yang ada pada waktu itu dengan memakai gelar khalifah, yang arti lazimnya ialah pengganti (Inggris, successor). Kemudian setelah Abu Bakr wafat, Umar Ibn Al-Khattab menggantikan beliau sebagai khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi khalifah yang ketiga dan pada pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak kuat untuk menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh dalam masyarakat Arab pada waktu itu. Ia mengangkati mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah-daerah yang tunduk kepada kekuasaan Islam.
Gubernur-gubernur yang diangkat oleh Umar; khalifah yang dikenal sebagai orang kuat dan tidak memikirkan kepentingan sendiri atau kepentingan keluarganya, dijatuhkan oleh Usman. Politik nepotisme ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi kedudukan Usman sebagai khalifah. Sahabat-sahabat Nabi yang pada mulanya menyokong Usman, akhirnya berpaling. Orang-orang yang ingin menjadi khalifah atau orang-orang yang ingin calonnya menjadi khalifah mulai pula menangguk di air keruh yang timbul. Di daerah-daerah timbul perasaan tidak senang. Di Mesir Amr Ibn Al-Aas dijatuhkan sebagai gubernur dan diganti dengan Ibn Abi Sarh, salah seorang dari anggota keluarga Usman. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, lima ratus pemberontak bergerak dari Mesir menuju Medinah. Perkembangan suasana di Medinah selanjutnya membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak dari Mesir.
Setelah Usman wafat, Ali Ibn Abi Talib, sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Dalam peperangan yang terjadi Talhah dan Zubeir mati terbunuh, sedang Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Tantangan kedua datang dari Mu’awiah, Gubernur Damaskus dan anggota keluarga yang terdekat dari Usman Ibn Affan. Mu’awiah juga tidak mengakui Ali sebagai khalifah bahkan ia menuduh Ali turut campur tangan dalam soal pembunuhan Usman, karena salah satu dari pemuka pemberontak, Muhammad, adalah anak angkat Ali. Antara kedua golongan akhirnya terjadi peperangan di Siffin, Irak. Tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiah sehingga yang tersebut akhir ini telah bersedia untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiah, Amr Ibn Al-Aas, yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkat Al-Qur’an ke atas. Imam-imam yang ada di pihak Ali mendesak Ali supaya menerima tawaran itu dan dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengadakan hakam yaitu arbitrase. Sebagai pengantara di angkat dua orang : Amr Ibn Al-Aas dari pihak Mu’awiah dan Abu Musa Al-Asy’aru dari pihak Ali.
Dalam pertemuan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduanya terdapat permufakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu’awiah. Dan tradisi menyebut bahwa Abu Musa sebagai yang tertua, berbicara lebih dahulu dan mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Tetapi Amr, yang berbicara kemudian, mengumumkan hanya menyetujui untuk menjatuhkan Ali sebagai telah dijelaskan Abu Musa dan menolak untuk menjatuhkan Mu’awiah. Peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Mu’awiah. Mu’awiah yang pada mulanya hanya berkedudukan gubernur kini telah naik derajatnya menjadi khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak diterima Ali dan tak mau meletakkan jabatan sehingga ia mati terbunuh di tahun 661 M. Tetapi ia tidak dapat lagi melawan Mu’awiah, bukan hanya karena telah mempunyai saingan dalam kedudukannya sebagai khalifah, tetapi juga karena kekuatan militernya telah pula menjadi lemah.
Keadaan Ali menerima tipu muslihat Amr mengadakan arbitrase sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Tentara ini mengasingkan diri dan keluar dari barisan Ali. Mereka terkenal dalam sejarah dengan nama Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar. Mereka mengatur barisan mereka dan selanjutnya menentang Ali. Antara Ali dan mereka terjadi peperangan. Dalam peperangan itu kaum Khawarij kalah, tetapi tentara Ali telah terlalu lemah untuk dapat meneruskan peperangan melawan Mu’awiah. Mu’awiah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah wafatnya Ali ia dengan mudah dapat memperkuat kedudukannnya sebagai khalifah di tahun 661 M.
Dari sejarah ringkas di atas dapat dilihat bahwa pada waktu itu telah timbul tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah (artinya partai), golongan yang keluar dari barisan Ali yaitu kaum Khawarij dan golongan Mu’awiah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Umayyah dan membawa sistem kerajaan dalam Islam.
Perlu dijelaskan bahwa khalifah (pemerintahan), yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.
Demikianlah ungkapan sejarah tentang pengangkatan sahabat-sahabat Nabi Muhammad itu menjadi khalifah. Jelas bahwa cara pengangkatan kepala negara sebagaimana yang diungkapkan sejarah ini, bukanlah cara yang dipakai dalam sistem kerajaan. Cara itu lebih sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem pengangkatan kepala negara dalam pemerintahan demokrasi.
Sejarah Islam sekarang telah berjalan sekitar empat belas abad lamanya. Sebagaimana halnya dengan sejarah setiap umat, sejarah Islam dapat dibagi ke dalam periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Periode modern, 1800 M, periode ini merupakan Zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir berakhir di tahun 1801 M, membuka mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat sekarang berlainan sekali dengan kontak Islam dengan Barat di Periode Klasik. Pada waktu itu Islam sedang menaik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang sebaliknya, Islam sedang dalam kegelapan dan Barat sedang menaik. Kini Islam yang ingin belajar dari Barat.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya umat Islam maju kembali sebagaimana di Periode Klasik. Usaha-usaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Tetapi dalam pada itu Barat juga bertambah maju.
Menurut Madjid (2015), kesuksesan dengan ilmu pengetahuan, belum tentu membawa kebahagiaan abadi secara spiritual. Karenanya, sukses kita harus dilakukan dengan pertimbangan akhlak dan moral supaya meraih Rahmat Allah sebagai Ar-Rahim. Ar-Rahim adalah sifat Allah yang Maha Kasih di Akhirat. Maka, kasih Allah sebagai Ar-Rahim adalah atas dasar pertimbangan keimanan. Orang yang beriman akan mendapatkan Rahmat Allah sebagai Ar-Rahim, tetapi yang tidak beriman tidak dapat. Suatu kasih yang berpertimbangkan. Ilmu pengetahuan tidak menjamin kebahagiaan abadi. Tetapi dengan iman saja, kita tidak bisa unggul di dunia ini. Harus ada iman dan ilmu.
Kesehatan Otak, Politisi dan Pemilu
Jika ucapan penguasa tidak memihak pada hati nurani yang benar, jika keputusan hakim tak lebih sebagai topeng untuk menutupi wajah korupnya, kalaulah siaran pers maupun televisi tak lain permainan kata-kata tanpa realitas, seandainya surat referensi, kuitansi maupun pembukuan uang negara telah terkena manipulasi, maka tunggu saja ambruknya tatanan bernegara dan bermasyarakat (Komaruddin Hidayat, 2008, dalam bukunya “Psikologi Kematian”).
Menurut Haekal (2000), dalam segala hal oleh Islam akal pikiran telah dijadikan patokan. Juga dalam hal agama dan iman, akal dijadikan patokan. Dalam firman Tuhan : “Perumpamaan orang-orang yang tidak beriman ialah seperti (gembala) yang meneriakkan (ternaknya) yang tidak mendengar selain suara panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, sebab mereka tidak menggunakan akal pikiran” (QS Al-Baqarah [2] : 171).
Oleh Syaikh Muhammad Abduh (dalam Haekal, 2000), ditafsirkan, dengan mengatakan : “Ayat ini jelas sekali menyebutkan, bahwa taklid (menerima begitu saja) tanpa pertimbangan akal pikiran atau suatu pedoman ialah bawaan orang-orang tidak beriman. Orang tidak bisa beriman kalau agamanya tidak disadari dengan akalnya, tidak diketahui sendiri sampai dapat ia yakin. Kalau orang dibesarkan dengan biasa menerima begitu saja tanpa disadari dengan akal pikirannya, maka dalam melakukan suatu perbuatan, meskipun perbuatan yang baik, tanpa diketahuinya benar, dia bukan orang beriman. Dengan beriman bukan dimaksudkan supaya orang merendah-rendahkan melakukan kebaikan seperti binatang yang hina, tetapi yang dimaksudkan supaya orang dapat meningkatkan daya akal pikirannya, dapat meningkatkan diri dengan ilmu pengetahuan, sehingga di dalamn berbuat kebaikan itu benar-benar ia sadar, bahwa kebaikan itu memang berguna, dapat diterima Tuhan. Dalam meninggalkan kejahatan pun juga ia mengerti benar bahaya dan berapa jauh kejahatan itu akan membawa akibat”.
Apa bedanya maling dengan koruptor ? Maling ada niat dan peluang. Koruptor ada niat, peluang dan kekuasaan. Maka korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Budhy Munawar Rachman yang selama 12 tahun menemani Cak Nur dalam kegiatan pemikiran Islam di Yayasan Paramadina, dalam Kata Pengantar buku “Jalan Sufi Nurcholish Madjid” (2007) menulis, khusus soal moralitas inilah Cak Nur, Guru Bangsa, sangat prihatin pada keadaan masyarakat Indonesia. Lebih khusus lagi pada umat Islam yang mayoritas bangsa Indonesia.
Ada hukum yang Cak Nur kemukakan – dalam bahasa Latin – “corruptio optimi pessima”, kejahatan oleh orang yang terbaik adalah kejahatan yang terburuk, “corruption by the best is the worst”, maka pelanggaran prinsip keadilan dan keseimbangan – yang merupakan salah satu pikiran etika politik yang selalu ditekankan Cak Nur – oleh kaum Muslim akan mendatangkan malapetaka berlipat ganda. Dan hukum yang sama juga berlaku atas para penganut agama lain, apapun agamanya. Sebab setiap agama juga mengajarkan prinsip keadilan dan keseimbangan yang sama.
Hal yang sangat memprihatinkan Cak Nur pada keadaan bangsa Indonesia saat ini adalah negara Indonesia sebagai “soft state”, istilah yang sudah sejak era 80-an dipelajari Cak Nur lewat pikiran Karl Gunnar Myrdal (1898 – 1887). Menurut Cak Nur, Indonesia adalah “negara lunak”, yaitu negara yang pemerintah dan warganya tidak memiliki ketegaran moral yang jelas, khususnya moral sosial-politik.
Car Nur sering mengingatkan adanya penyakit sosial politik bangsa Indonesia yang disebutnya sebagai penyakit “kelembekan” (leniency) dan “sikap serba memudahkan” (easy going). Sebab, lanjutnya, penyakit-penyakit itulah yang menyebabkan Indonesia tidak memiliki kepekaan cukup terhadap masalah penyelewengan dan kejahatan seperti korupsi. Dan jenis korupsi yang paling Cak Nur prihatinkan dan telah berjalin-kelindan dalam budaya orang Indonesia adalah korupsi dalam bentuk conflict of interest.
Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia, it is the brain that makes man a man (Levingstone, 1967). Menurut Aswin (1995), selama berabad-abad orang merasa yakin bahwa pusat perilaku bukanlah otak. Jantung (atau hati) paling sering dikatakan sebagai mekanisme utama kegiatan manusia. Filsuf Yunani Plato (420 – 347 SM) membagi-bagi perilaku di antara tiga bagian tubuh : keberanian dan ambisi berpusat di hati (maksudnya jantung), penalaran di kepala. Sedangkan sifat-sifat yang lebih rendah, seperti hawa nafsu dan rasa lapar di perut.
(Memang), kesehatan bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak ada maknanya, health is not everything without it everything is nothing (Arthur Schopenhauer, 1788 – 1860). Menurut UU RI No. 36 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik (jasmani), mental (nafsani), spiritual (ruhani), maupun sosial (mujtama’i) yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Belum ada definisi kongkrit tentang otak sehat. Karena itu mengacu pada UU Tentang Kesehatan tersebut di atas, maka secara sederhana otak sehat dapat diartikan sebagai otak yang keberadaannya juga sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial (Machfoed, 2016).
Kesehatan berkaitan dengan sifat Tuhan Al-Rahman, Maha Kasih tanpa pilih kasih. Artinya, biarpun hamba-Nya kafir, Allah tetap kasih kepada mereka. Nikmat kesehatan, sebagai bentuk rahmat Allah kepada kita tidak tergantung iman kita, tidak tergantung pada ibadah kita, tidak tergantung pada kesalahan kita. Tetapi tergantung pada seberapa jauh kita kita mengetahui masalah-masalah kesehatan (Madjid, 2015).
Abad XXI dikenal sebagai The Century of The Brain, Abad Otak. Otak sehat (healthy brain) amat penting bagi kehidupan seorang manusia, lebih-lebih untuk seorang pemimpin yang berotak sehat, ibarat matahari yang menyinari semesta alam. Sinarnya membuat alam hidup bergairah. Otak sehat berbeda dengan otak normal (normal brain). Di sebut normal, apabila otak memiliki struktur anatomi dan fungsi apa adanya (anatomical and physiological normally). Otak sehat bukan sekedar otak normal. Otak sehat tidak saja ia dapat berfungsi secara baik, tetapi juga memiliki nilai-nilai (values) tertentu setiap fungsi yang dimilikinya. Bahwa otak bukan semata-mata daging biasa seperti dipahami oleh masyarakat, tetapi memilki nilai-nilai (values) membangun peradaban hingga bisa bertahan. Bahkan, kepemimpinan yang tepat, harus bisa mendayagunakan kemampuan otaknya secara optimal sehingga ia melampaui batas kenormalannya menuju kesehatan otak (Machfoed, 2016).
Manusia berasal dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin) yang berarti ‘makhluk berakal budi’. Tanpa budi, akal manusia akan digunakannya untuk ngakali dan akal-akalan dan hatinya akan menjadi gelap atau hati zulmani (black heart). Apabila manusia menggunakan akal budinya, manusia akan mendapatkan hatinya bercahaya atau hati nurani. Tanpa budi (prefrontal cortex atau otak yang terletak di belakang tulang dahi manusia, otak yang hanya dianugerahkan Tuhan buat manusia, hewan tidak), maka perilaku manusia sama dengan perilaku hewan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang free choice (bebas membuat pilihan), free will (bebas berkehendak) dan free act (bebas bertindak). Manusia juga diciptakan Tuhan agar senantiasa tunduk dan patuh (beribadah) kepada-Nya dan ditugasi sebagai khalifah untuk membangun bayangan surga di muka bumi, bukan untuk rahmatan lil kantonge dewe. Oleh karena itu Tuhan menganugerahi manusia prefrontal cortex, yang fungsinya : 1) Pengendali nilai, manusia yang sukses menggunakannya adalah para Nabi, maka umat manusia disuruh Tuhan untuk mencontoh perilaku para Nabi agar perilakunya bernilai di hadapan Tuhan dan manusia lainnya; 2) Perencanaan masa depan, agar manusia menjadi manusia yang visioner, Tuhan mengingatkan manusia akan iman dan akhirat, tempat tinggal abadi manusia kelak; dan 3) Pengambilan keputusan, maka keputusan itu akan bernilai apabila : a) baik (sesuai dengan petunjuk Tuhan dalam Kitab Suci dan yang dicontohkan para Nabi), b) benar (sesuai dengan ilmu pengetahuan) dan c) adil (sesuai dengan proporsinya). Oleh karena itu, kepada manusia yang tidak menggunakan prefrontal cortex-nya sebagaimana Tuhan kehendaki, maka Tuhan mengingatkan dan mengancam manusia, kelak akan dijebloskan ke neraka dengan cara diseret pada jidatnya ! (QS Al-Alaq [96] : 15). Tuhan memberi anugerah Kitab Suci sebagai petunjuk dan para Nabi sebagai contoh suri tauladan agar manusia bisa terbebas dari siksa api neraka !!!
Melalui kitab suci Tuhan melakukan pengajaran (transfer of knowledge) dan pendidikan (transfer of values) kepada manusia agar manusia berperilaku manusiawi, bukan berperilaku hewani. Ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur’an yang paling awal di wahyukan kepada Nabi Saw. di bulan puasa, di bulan Ramadhan, menurut penafsiran Prof. Dr. T Jacob, Guru Besar Antropologi Ragawi FK-UGM dan mantan Rektor UGM, bahwa “Tuhan berharap agar manusia menjadi Homo Cerebralis (Cerebrum = Otak), bukan menjadi Homo Abdominalis (Abdomen = Perut) dan atau Homo Pelvicus (Pelvis = Pinggul, tempat alat kelamin)”. Iqra’, perintah membaca, tidak sekedar vokalisasi huruf, tidak hanya teks yang tertulis baik kitab suci maupun tidak, tapi juga alam semesta, sebagaimana Nabi Ibrahim sehingga beliau berkesimpulan, “Tuhan Seru Sekalian Alam”.
Apa bedanya negarawan dengan politisi? “Negarawan berpikir dari generasi ke generasi. Sedangkan politisi berpikir dari Pemilu ke Pemilu”. Demikan pendapat James Freeman Clarke, Teolog dan Penulis AS. Merujuk pada pandangan ilmuwan politik asal AS, Harold Lasswell, bahwa “Politik itu adalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”.
Di Indonesia saat ini, sebagaimana kita ketahui bersama, rakyat sedang menghadapi “Pemilu” (bikin pilu) antara lain masalah minyak goreng sehingga terjadi antrean panjang, berdesak-desakan, harga daging meningkat para pedagang daging sampai mogok, demikian pula kebutuhan rakyat yang lain harganya mulai meroket menjelang bulan suci Ramadhan.
Pada saat sama, para politisi baik yang duduk di eksekutif maupun legislatif, justru sibuk bagaimana cara memperpanjang kekuasaan yang saat ini tengah dipegang. Seperti, membangun wacana perpanjangan masa jabatan presiden, lebih dari dua kali masa jabatan. Lalu, muncul lagi memundurkan Pemilu 2024 selama beberapa bulan atau tahun, sehingga masa jabatan presiden beserta pejabat lainnya yang dipilih melalui Pemilu diteruskan sampai Pemilu berikutnya. Padahal, pernah mengadakan Pilkada serentak, justru saat pandemi masih dalam ketidakpastian pada akhir 2020.
Menurut Susanti (2022), siapakah yang akan diuntungkan dengan adanya penundaan Pemilu? Bukan hanya presiden, melainkan juga aktor-aktor politik di sekitarnya. Oligarki, yaitu aktor-aktor politik yang menguasai pengambilan keputusan selama ini, menyukai kekuasaan yang tak dibatasi. Aksi untuk tetap menguras kekayaan alam melalui industri ekstraktif dan pembangunan infrastruktur akan lancar karena kekuasaan tidak berganti. Justru di sinilah kita bisa melihat mengapa Pemilu yang diadakan secara rutin penting bagi demokrasi. Tanpa Pemilu yang rutin, tidak akan ada sirkulasi elite politik. Oligarki yang kuat tidak akan terusik dan bisa melanjutkan melindungi dirinya.
Lebih lanjut menurut Susanti (2022), maka, yang dirugikan adalah kita, warga biasa yang tak punya kekuasaan, bahkan kekuasaan untuk mendapatkan minyak goreng dan bahan pokok lainnya dengan harga terjangkau. Repotnya, tak hanya penguasa yang diuntungkan yang akan diam, sebagian kalangan intelektual juga tak bereaksi. Sebagian sudah terkooptasi, sebagian lagi menggunakan kacamata sempit legalisme, yaitu pandangan yang akan selalu menganggap benar hal-hal yang sudah dilegalkan meskipun secara prinsip keliru. Cara pandang ini dicatat sebagai fenomena autocratic legalism di beberapa negara yang melegalkan otokratisme justru dengan mengubah konstitusi. Misalnya, yang terjadi di Venezuela pada 2015 dan di Hongaria pada 2018.
Dengan demikian, para politisi yang membuat wacana perpanjangan masa jabatan presiden maupun penundaan Pemilu 2024 sebagaimana tersebut di atas, dalam bahasa kesehatan adalah orang-orang yang sekedar berotak normal, bukan berotak sehat. Melontarkan pendapat, demi pendapatan. Jika enggan mengatakan manusia berperilaku “semut”, demi “gula”. Dengan kata lain, bukan Homo Sapiens, Manusia si Bijak, tetapi sekedar Homo Abdominalis ! Perilakunya bijik sana, bijik sini alias sruduk sana, sruduk sini demi kekuasaan, demi pendapatan. Singkat kata, itu pendapat sing ora bener lan ora pener (yang tidak benar dan tidak tepat) !
Bahwa pada jaman dahulu (jadul), pada masa Orde Baru yang tersohor dengan jargon “Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya” (prakteknya pembangunan manusia Indonesia sebutuhnya), muncul joke bahwa dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka transplantasi jantung meningkat ke transpalantasi yang paling canggih, yaitu transplantasi otak ! Al-kisah, ada seorang konglomerat Indonesia berkeinginan untuk mengganti otaknya dengan otak orang Jepang, karena pada saat itu SDM (Sumber Daya Manusia) yang paling unggul di Asia adalah Jepang. Selanjutnya, dia iseng-iseng bertanya : “Apakah ada yang lebih unggul daripada otak orang Jepang?”. Dijawab : “Ada dong, otak orang Yahudi, karena para pemenang hadiah Nobel Ilmu Pengetahuan kebanyakan adalah orang Yahudi”. Rupanya dia masih penasaran lalu bertanya lagi : “Apakah ada yang lebih baik meskipun lebih mahal harganya daripada otak orang Yahudi?. Dijawab : “Jelas ada, otak orang Indonesia !”. Dengan muka terperanjat dia bertanya : “Emang-nya kena ape otak orang Indonesia lebih mahal?”. Dengan enteng dijawab : “Karena otak orang Indonesia itu masih mulus sekali karena tidak pernah dipakai !” Gitu loh.
Bagaimana dengan joke jaman now ? Presiden RI pertama KKN, Kanan Kiri Nona-nona cantik. Yang kedua juga KKN, Kaya Karena Negara. Ketiga KKN, Kecil-Kecil Nekat. Keempat KKN, Kanan Kiri Ngebanyol. Kelima KKN, Kerap Komentar No comment. Keenam KKN, Kena Kibul Nasarudin. Ketujuh KKN, Kurus Kering Ning menang. Benarkah tidak akan mengotak-atik Konstitusi ataupun Pemilu 2024 lewat invisible hand? Benarkah Presiden RI ketujuh akan turun tahta 2024? Jika ternyata tidak turun tahta, maka joke yang bisa jadi akan muncul sesudah 2024 adalah : Presiden ketujuh KKN, Kurus Kering Ning kemaruk (tamak), kaya pasien kencing manis sing kakehan mangan gula (seperti pasien kencing manis yang kebanyakan makan gula) ! Alias IKN, Inyong Kemaruk Nguntal gula ! Akibatnya, rakyat jadi SBY, Senang Bersama Yudhoyono lagi, karena dikenang rakyat cukup dua kali saja menjabat presiden. Tapi sekali lagi, ini hanya joke loh..jangan dipikir serius!
Kata Bung Hatta : “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur sulit diperbaiki”.
Akhirnya, Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama (Pepatah).
Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul
Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak, Direktur Pelayanan Medik RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Dosen FK-UAD