UMP Siap Entaskan Stunting di Banyumas

Stunting

UMP Siap Entaskan Stunting di Banyumas

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) melalui Pusat Studi Kebijakan dan Inovasi Kesehatan membantu Pemerintah Daerah (Pemda) Banyumas menangani stunting. Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian dan kontribusi nyata UMP kepada masyarakat untuk meminimalkan jumlah potensi generasi yang hilang (the lost generation) di masa mendatang.

Stunting atau balita pendek dan sangat pendek merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase balita sangat pendek pada balita usia 0-59 bulan di Provinsi Jawa Tengah adalah 31,15%, sedangkan persentase balita pendek adalah 20,06%.

Salah satu peneliti Pusat Studi Kebijakan dan Inovasi Kesehatan UMP Dr. Yektiningtyastuti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat mengatakan bahwa berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Tengah diketahui penanganan kejadian stunting di Banyumas cukup berhasil, karena posisinya bergeser dari peringkat ke-5 tertinggi kejadian stunting pada tahun 2019 menjadi ke-9 pada tahun 2020. “Tapi angka kejadiannya justru naik, yaitu dari sebanyak 15,8% (2019) menjadi 19,7% (2020) dari total populasinya,” katanya.

Data dari Dinas Kesehatan Banyumas menyebutkan jumlah kasus stunting di Banyumas secara akumulatif hingga akhir tahun 2019 tercatat sebanyak 16.581 kasus. Dari jumlah itu, jumlah kasus yang terjadi di Kota Purwokerto mencapai 1.042 kasus. Prevalensi stunting di Banyumas pada tahun 2020 bulan Februari sebesar 15,12% dan menurun menjadi 14,21% pada bulan Agustus 2020. Angka yang sudah mendekati target prevalensi dari Presiden yaitu sebesar 14%. Meski demikian, angka tersebut masih dinilai tinggi sehingga tetap harus diturunkan dengan kerja keras. Terlebih lagi, Pemda Banyumas sudah menargetkan “Banyumas Bebas Stunting 2021”.

Pemda Banyumas terus berupaya untuk menurunkan angka kejadian stunting ini, dengan meluncurkan berbagai program strategis. Salah satunya melalui Forum Jatingmas (Jaga Stunting Banyumas) yang melibatkan 7 (tujuh) OPD di jajaran Pemda Banyumas, yaitu: Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinsospermasdes, Bappedalitbang, DPPKBP3A, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, serta Dinas Permukiman.

Yekti juga menyampaikan bahwa data stunting di Banyumas memang lebih bagus dibandingkan dengan data keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat, angka stunting di Jateng tahun 2021 sebesar 20,9%. Jumlah itu turun 7% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 27%. Meskipun dari target Sustainable Development Goals (SDGs) 20% pada tahun 2030, Jateng sudah melampaui target, namun Presiden menghendaki angka stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Stunting ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama yang cukup berat. Berbagai program penurunan stunting Jateng telah diluncurkan, salah satunya adalah dengan Program 5NG (JateNG gayeNG nginceNG woNG meteNG).

Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Inovasi Kesehatan UMP sekaligus Rektor UMP Dr. Jebul Suroso menjelaskan, kehadiran lembaga Pusat Kebijakan dan Inovasi Kesehatan UMP ini sebagai bentuk tanggapan kritis terhadap keprihatinannya karena berdasarkan fakta laporan Profil Kesehatan Jawa Tengah. Laporan ini menunjukkan pertambahan angka stunting yang kejadiannya bertambah. Pertambahannya diduga sebagai dampak pandemi Covid-19 yang telah menurunkan kegiatan ekonomi sehingga berpengaruh pada penurunan kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut Dr Jebul menyampaikan, untuk lebih mengoptimalkan kontribusi UMP dalam mendampingi Pemda Banyumas dan agar program-programnya lebih fokus, UMP sengaja membentuk Pusat Kebijakan dan Inovasi Kesehatan UMP. Pusat kebijakan ini merupakan kumpulan para pakar kesehatan dan manajemen dari internal UMP, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), FKUI-RSCM, RS dr. Kariadi Semarang, Dinas Kesehatan dan DPPKBP3A Kabupaten Banyumas, RS Margono Soekarjo, dan RS Banyumas.

Keseriusan dan komitmen UMP melalui Pusat Studi Kebijakan dan Inovasi Kesehatan untuk turut andil dalam menurunkan angka stunting ini dibuktikan dengan banyaknya kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat bekerja sama dengan berbagai OPD di Banyumas, dan bahkan di tingkat provinsi. Seperti yang dilakukan pekan lalu, 9 Maret 2022, Rektor UMP menandatangani MoU Penanganan Stunting dengan Perwakilan BKKKBN Provinsi Jawa Tengah.

Dr Jebul menjelaskan sebanyak 20 kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat sudah dilakukan civitas akademika UMP selama tiga tahun terakhir, yaitu 2019-2021. Kegiatan berlangsung di Banyumas dengan objeknya diantaranya sosialisasi pada calon pengantin tentang stunting, sosialisasi gizi pada ibu hamil, optimalisasi Posyandu, dan tindakan balita kurang gizi.

Kegiatan-kegiatan tersebut belum termasuk berbagai kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam bentuk tugas akhir, Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Salah satu agenda dalam KKN adalah mahasiswa turut aktif di kegiatan masyarakat, seperti relawan di Posyandu dan sosialisasi kesehatan masyarakat bersama pemerintah setempat.

Jebul mengingatkan bahwa fokus persoalan stunting di Banyumas, meskipun angkanya lebih rendah dibandingkan dengan angka di provinsi, namun bisa jadi angka yang sesungguhnya lebih besar. Hal ini bisa disebabkan geografis Banyumas yang lebih banyak pegunungan, masih banyak pasangan yang tinggal di pedesaan belum memahami stunting sehingga tidak melaporkan atau tidak mengunjungi Posyandu.

“Masih ditemukan keluarga yang tidak membawa bayinya ke Posyandu. Padahal kalau datang kan akan segera ditangani para relawan di Posyandu dengan cepat,” kata Dr Jebul.

Bila tidak ditangani dengan cepat, stunting akan menurunkan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Banyumas. Sebab berapa pun angka kejadiannya, manusia Banyumas harus terbebas dari stunting agar dapat mengisi pembangunan di masa depan.

Exit mobile version