Bermuhammadiyah dengan Gembira, Ini Kuncinya

gembira

Prof Biyanto

Bermuhammadiyah dengan Gembira, Ini Kuncinya

SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Pentingnya mubaligh Muhammadiyah tampil berdakwah dengan selera humor yang tinggi disampaikan Prof Dr H Biyanto MAg, Wakil Ketua PWM Jatim, Ahad (20/3/2022).

Menurutnya dai daiyah lucu bagian dari mendakwahkan agama dengan gembira. Prof Biyanto mengatakan itu dalam PAGIMU atau Pengajian Ahad Pagi Muhammadiyah PCM Ngagel, di Halaman SD Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya.

Pengajian yang mengusung tema Bermuhammadiyah dengan Gembira itu diikuti jama’ah dan warga Muhammadiyah naungan PCM Ngagel.

“Agama itu kalau didakwahkan oleh orang-orang yang faham, mendalam ilmunya, wawasannya luas, maka agama itu enak. Enak sekali. Islam itu rahmah bukan marah,” ucapnya.

Ditambahkan, bahwa menyampaikan agama itu harus menggembirakan. Tidak dengan kaku marah apalagi malah menyulitkan. Maka pemuka muhammadiyah kalau meneladani kiai dahlan harus mendakwahkan agama dengan menggembirakan.

“Kiai Dahlan ketika ditanya anak muda apa agama itu? Lalu kiai menggesek biola. Tidak banyak omong. Pemuda tadi meresapi alunan biola permainan kiai. Lalu dimintai pendapat. Bagaimana permainan biola saya? Pemuda menjawab, Permainan alunan musik yang dimainkan kiai sangat luar biasa sangat menyenangkan enak didengar membuat anyaman di hati. Nah, itulah agama,” kata Prof Biyanto menirukan dialog kiai dan pemuda menurut riwayat.

Lantas guru besar Ilmu Filsafat UINSA itu menyampaikan mubaligh Muhammadiyah perlu meniru Sekum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti yang dijuluki Muhammadiyah garis lucu. Garis humor.

“Kita selama ini terlalu serius dalam berdakwah. Dengan wajah bahkan menakutkan. Itu tidak baik. Mestinya berdakwah harus menyenangkan. Kita selama ini kalah dengan dai di luar Muhammadiyah yang tampil lucu,” otokritiknya.

“Ya kadang memang sekmen kita yang beda. Muhammadiyah sangat literat. Literat society. Banyak membaca menulis. Itulah warga Muhammadiyah yang di rumah pasti punya perpustakaan,” serunya disambut tawa dan aplaus hadirin.

“Nanti bapak ibu kalau pulang dan nggak punya perpustakaan segera buat perpustakaan mini di rumah ya,” kelakar pria asli Lamongan itu.

Karena Muhammadiyah itu cirinya literat society. Maka orang Muhammadiyah kurang selera humornya tapi banyak seriusnya. Prof Biyanto menegaskan Kiai Dahlan yang didirikan pertama adalah sekolah. Sehingga benang merahnya adalah komitmen Muhammadiyah fokus membangun pendidikan.

“Itu bagian dari dakwah mengembirakan mencerdaskan. Jadi konsentrasi Muhammadiyah di 1 abad pertama menggarap tiga bidang. Pendidikan, kesehatan, dan panti sosial,” terang mantan Ketua Majelis Dikdasmen PWM Jatim itu. (mul)

Exit mobile version