Jadi Narasumber Konklusi Indonesia, Akademisi Unismuh Paparkan Bunuh Diri dalam Tinjauan Sosiologi
BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Rinaldi menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan Diskusi Komunitas Konklusi Indonesia. Acara ilmiah yang mengangkat tema “Cari tahu Dunia Suicidology” ini digelar Sabtu (19/3/2022).
Diskusi digelar secara Virtual, dihadiri puluhan peserta yang berasal dari berbagai kampus di Indonesia.
Konklusi Indonesia merupakan sebuah komunitas yang berdiri tahun 2021. Komunitas ini bertujuan sebagai wadah untuk berbagai fenomena dalam tinjauan multi disiplin ilmu.
Anggota Konklusi Indonesia terdiri dari akademisi dan praktisi Pendidikan, serta terbuka untuk khalayak umum yang ingin bergabung.
Komunitas ini menggelar diskusi rutin bulanan setiap pekan kedua, dengan mengulas tema tema aktual, dengan narasumber yang berasal dari akademisi dan praktisi serta audiens berasal dari pelajar/mahasiswa, tenaga pengajar, dan umum dari berbagai daerah di Indonesia.
Diskusi bulan Maret mengangkat tema kasus Suicide atau kasus bunuh diri, dari sudut pandang Psikologi dan Sosiologi. Pemateri yang dihadirkan yakni Psikolog Tri Permata Sari dan Akademisi Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar Rinaldi. Diskusi dipandu Dahri Dahlan, budayawan dan dosen dari Universitas Mulawarman.
Dalam ulasannya, Rinaldi yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa Magister Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, mengungkapkan bahwa konsep bunuh diri dalam sosiologi tidak sederhana, ada rasionalisasi kenapa orang bunuh diri. Di lain sisi orang yang bunuh diri dapat menjadi terhormat karena tindakannya.
Empat Tipe Bunuh Diri
Dalam tinjauan Durkheim, kata Rinaldi, bunuh diri terjadi karena penyebab eksternal atau tekanan sosial. Menurut Durkheim, ada empat tipe bunuh diri.
Pertama, lanjut Rinaldi, Bunuh diri Egoistik, terjadi karena adanya integrasi sosial yang terlalu lemah. Hubungan sosial yang dilakukan dalam masyarakat atau sebuah kelompok yang dimilikinya tidak begitu mengikat.
“Akibatnya Individu merasa tidak terintegrasi dalam sebuah komunitas, akibatnya individu merasakan kesia-siaan , apatis , melankolis , dan depresi, sehingga berujung bunuh diri,” ungkap wisudawan terbaik Unismuh tahun 2019 ini.
Kedua, sambung Rinaldi, bunuh diri Altruistik, yaitu bunuh diri karena merasa dirinya menjadi beban masyarakat atau karena merasa kepentingan masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan dirinya, bunuh diri ini dipandang sebagai kewajiban yang dibebankan masyarakat.
“Bunuh diri semacam ini dianggap sebagai kehormatan di masyarakat Jepang. Misalnya seorang pejabat publik yang gagal memenuhi harapan masyarakat, merasa malu karena membawa aib sosial, memutuskan bunuh diri. Setekah kalah dalam perang Dunia II, ada Jenderal Jepang bunuh diri karena merasa gagal,” jelas Rinaldi.
Ketiga, bunuh diri Anomi, bunuh diri yang dilakukan seseorang akibat situasi anomi (tanpa aturan) sehingga kehilangan arah dalam kehidupan sosialnya. Anomi, jelas Rinaldi, merupakan keadaan moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya.
“Hal itu bisa disebabkan perubahan-perubahan yang mendadak dalam masyarakat, seperti krisis ekonomi, politik, hukum akan membawa masyarakat kearah keresahan. Akibatnya, nilai dan norma yang selama ini dijadikan sebagai patokan bergeser fungsinya menjadi abu-abu. Adanya perubahan yang tidak biasa menjadi sesuatu diluar batas menyebabkan frustasi bagi masyarakat,” jelas Rinaldi.
Keempat, yakni Bunuh bdiri Fatalistik, taitu bunuh diri yang dilakukan seseorang karena adanya kondisi yang sangat tertekan, dengan adanya aturan, norma, keyakinan dan nilai-nilai dalam menjalani interaksi sosial, sehingga orang tersebut kehilangan kebebasan dalam hubungan sosial tersebut.
“Aturan yang terlalu kuat sangat membatasi terhadap gerak masyarakat. Nilai dan norma yang sudah menindas menjadikan masyarakat hanya taat dan patuh terhadap sebuah kebijakan. Individu-individu yang berada di masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, hanya pasrah pada keadaan nasib. Ini biasanya terjadi dalam suasana negara totaliter, atau negara yang sedang dalam suasana perang,” ungkapnya.
Rinaldi mengapresiasi tema yang diangkat Konklusi Indonesia. “Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk kita semua dalam memahami kasus bunuh diri yang terjadi baik di Indonesia maupun di negara lain, sehingga kasus bunuh diri dapat dicegah dan ditekan supaya tidak banyak terjadi kasus bunuh diri,” pungkasnya.
Melalui kegiatan tersebut, peserta diskusi diharapkan memahami, mendeteksi dan mencegah kasus-kasus percobaan bunuh diri. “Ke depan, semoga konklusi Indonesia tetap bisa menyajikan berbagai diskusi-diskusi yang menarik dan mampu mengupas berbagai fenomena yang ada disekitar kita,” tutup Mantan Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat FKIP Unismuh ini.