Al-Qawiy, Yang Maha Kuat
Oleh Bahrus Surur At-Tibyaniy
Kata “Qawiy” disebut dalam Al-Quran sebanyak 11 kali. Sembilan di antaranya mensifati Allah dan dua lainnya mensifati manusia. Al-Qawiy berarti kekuatan atau kedahsyatan. Menurut Ar-Raghib Al-Asfahaniy, kata ini sering disandingkan dengan Al-Aziz dan Asy-Syadid.
Allah Al-Qawiy adalah Dzat yang sempurna kekuatan-Nya, yang tak terkalahkan dan tak terbantahkan. Dia-lah yang melimpahkan kekuatan-Nya kepada manusia dalam tingkat dan bentuk yang berbeda-beda. Manusia diberi kekuatan akal pikiran, kekuatan fisik, kedudukan, harta, pengikut, balatentara dan sebagainya (QS. Al-Fath: 7). Namun, kekuatan manusia tiada artinya di hadapan kekuatan-Nya.
Kekuatan Allah tercermin dalam segala perintah-Nya yang dipatuhi dan siksa-Nya yang amat keras (syadid al-‘iqab) terhadap siapapun yang ingkar (Al-Baqarah: 165). Allah Al-Qowiy menunjukkan kekuasaan Allah yang sempurna dalam segala hal, tidak ada titik lemah sedikitpun dan tidak ada batas. Dalam QS. Al-Ahzab: 25 dan HUd: 66 disebutkan, “Dan Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
Imam Al-Ghazali dalam Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna” menjelaskan bahwa kekuatan-Nya bisa disaksikan dari kekuatan makhluk-Nya (alam semesta dan hewan sekalipun) yang seringkali tidak mampu dikalahkan oleh kekuatan manusia. Pun bisa dirasakan oleh seorang hamba ketika dihadapkan pada sesuatu yang tidak mampu.
Salah satu rahasia agar seseorang mudah merasakan kekuatan Allah adalah ia harus mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal dunia saja, orang lemah akan mendekat kepada orang kuat supaya menjadi kuat dan dilindungi. Negara lemah akan mendekat pada negara kuat supaya menjadi kuat dan tidak diganggu negara lain. Itu merupakan fitrah, yang lemah mendekat kepada yang kuat.
Islam sendiri menghendaki umatnya menjadi sosok yang kuat, baik secara fisik, mental-spiritual maupun finansial. Kata Rasulullah, “Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disenangi Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim). Dan, sebaik-baik kekuatan adalah yang digunakan untuk kebaikan. Kekuatan fisik seseorang juga harus diimbangi dengan kekuatan menahan hawa nafsu, “Bukannya yang kuat itu yang dapat menjatuhkan fisik lawannya, tetapi yang kuat itu yang dapat mengalahkan dorongan nafsunya saat ia marah.” (HR. Bukhari)
Sebagai soerang mukmin, seperti yang dituntunkan Rasulullah, “Wahai Abdullah bin Qais, ucapkanlah La Haula wala quwwata illa billah, karena sesungguhnya kalimat ini termasuk perbendaharaan surga.” (HR. Muttafaq alaih). Kalimat ini adalah ekspresi kepasrahan dan ketundukan, penyerahan diri dan permohonan perlindungan kepada Allah, serta upaya melepaskan diri dari segala daya dan kekuatan selain kekuatan Allah.
Bila seseorang telah merasakan kekuatan Allah, maka ia akan menganggap di luar kekuatan Allah adalah lemah. Dengan hanya bersandar kepada kekuatan Allah, maka ia akan menjadi mukmin yang kuat. Tidak mudah untuk beralih keyakinan hanya karena rayuan dunia. Tidak mudah terdorong pada kemaksiatan dan tergelincir pada kenistaan hanya karena kesenangan duniawi sesaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Bahrus Surur At-Tibyaniy
Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2019