Muhammadiyah Terus Bergerak

Muhammadiyah Terus Bergerak

Muhammadiyah Terus Bergerak

Kehidupan kebangsaan sering menyita perhatian dan keterlibatan Muhammadiyah. Sejak RUU HIP yang gaduh, pelaksanaan Pilkada di era pandemi, disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menuai aksi luas, dan masalah-masalah lainnya. Belum termasuk perdebatan isu-isu lama seperti kebangkitan PKI, kekhilafahan, terorisme, dan lain-lain. Permasalahan bangsa itu datang silih berganti. Reaksi masyarakat pun beragam. Lahir pro dan kontra, yang menimbulkan kegaduhan dan sekaligus perseteruan politik yang potensial memecah persatuan Indonesia.

Muhammadiyah penting menghadapi, menyikapi, dan berpandangan tentang masalah-masalah kebangsaan. Sebagai bagian dari bangsa tentu Muhammadiyah tidak dapat abai dan melepaskan diri. Apalagi Muhammadiyah sebagai kekuatan yang ikut mendirikan Republik tercinta itu. Bila dikaitkan dengan fungsi dakwah, terdapat panggilan keagamaan untuk berpartisipasi dan bergerak dalam menjalankan amar makruf nahi munkar dan tajdid atau pembaruan.

Namun Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah dan kemasyarakatan memiliki posisi dan peran yang tidak bersifat politik-praktis. Sejalan dengan koridor gerakannya Muhammadiyah tidak terus masuk terlalu jauh menghadapi dan menyikapi isu-isu serta masalah bangsa tersebut. Lebih-lebih jika beririsan dengan politik. Ada porsi yang harus disikapi Muhammadiyah, selebihnya Muhammadiyah tidak harus memasukinya. Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan tidak harus larut dan masuk terlalu jauh melampaui lahan dan koridor gerakannya.

Proporsional

Muhammadiyah maupun kekuatan civil society lainnya, tidak dapat mengambil alih seluruh masalah kebangsaan meski secara umum memiliki tanggung jajwab moral dalam kehidupan berbangsa. Terlalu berat dan luas jika Muhammadiyah mengambil setiap isu dan masalah bangsa untuk disikapi dan diambil langkah. Lebih-lebih jika masalah bangsa tersebut kuat irisan dan persoalannya dengan politik. Beban dan porsi Muhammadiyah terlalu berlebih, malah dapat melampaui fungsi partai politik.

Betul bahwa ormas, LSM, dan kelompok kebangsaan lainnya dapat menjalankan fungsi sebagai kelompok penekan (pressure groups) dan kelompok kepentingan (interest groups). Tetapi tetap posisi, porsi, dan peranan ormas hanyalah menjalankan fungsinya bukan identik dengan kelompok penekan dan kelompok kepentingan tersebut. Ormas seperti Muhammadiyah tidak boleh melampaui partai politik, kecuali ormas yang didirikan untuk gerakan politik.

Selain itu, beban ormas sangat berat menghadapi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan saat ini. Ormas tidak lebih dari ornamen demokrasi. Sekuat apa pun masyarakat madani seperti ormas, secara politik berat menghadapi tembok politik seperti pemerintah dan DPR ketika memaksakan penetapan sejumlah Undang-undang yang kontroversial. Padahal Indonesia yang praktiknya menerapkan demokrasi liberal akan terus gaduh dan berpeluang pecah, serta tidak produktif untuk kemajuan dengan berbagai aksi dan turbulensi politik yang tinggi dan keras.

Apalagi ormas keagamaan sebenarnya tugas utama ormas keagamaan mencerahkan jiwa dan pikiran masyarakat agar hidup beragama dan bermoral utama. Memang ada panggilan amar makruf nahi mungkar, tapi tetap koridor dan karakternya dakwah bil-hikmah, dengan edukasi yang baik, dan dialogis (Qs An-Nahl: 125), bukan dengan gerakan politik dan oposisi. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan, meskipun secara keislaman tidak mengenal pemisahan urusan politik dan agama, tetapi juga tidak mengidentikkan politik dan agama. Apalagi urusan politik praktis sebagai lahan parpol.

Ormas harus kembali ke habitatnya sebagai gerakan kemasyarakatan, bukan gerakan politik atau ormas serasa politik. Peran ormas pun harus fokus, tidak harus mengambil alih fungsi politik dan menanggung beban setiap masalah bangsa. Jangan ada pihak yang memanfaatkan dan memanaskan mesin ormas sebagai gerakan politik massa atas nama amar makruf nahi mungkar. Elite ormas pun perlu paham posisi ini agar tidak salah kaprah dalam memposisikan dan memerankan organisasi kemasyarakatan di negeri ini. Jangan menjadi kader dan elite ormas yang jiwa, alam pikiran, dan orientasi tindakannya politik ala parpol dan politisi. Semuanya ada proporsi dan batasnya.

Bagi segenap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah penting memposisikan dan memerankan diri secara proporsional agar Muhammadiyah tetap dalam koridornya sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan. Fokus utama gerakan Muhammadiyah pada pembinaan keislaman yang benar dan maju serta menggarap lahan amal usaha pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial yang sama pentingnya dengan politik. Tidak perlu ada amal usaha politik, yang semestinya menjadi ranah partai politik. Usulan perorangan sebatas wacana, jangan dijadikan rujukan organisasi.

Majukan Gerakan

Berkaitan dengan perkembangan situasi nasional, PP Muhammadiyah telah mengeluarkan sikap dan pandangan yang tegas tentang sejumlah isu besar seperti rUU HIP, Omnibus Law, Pilkada, dan sebagainya. Muhammadiyah telah menyuarakan kebenaran. Jangan ada elite atau kader Muhammadiyah yang menganggap Muhammadiyah diam, lalu seakan yang mengambil peran orang perorang. Muhammadiyah menyuarakan amar makruf nahi munkar, tapi tidak harus boros dan terus-terusan tanpa keseksamaan. Kalau perorangan boleh apa saja, tetapi harap diingat organisasi itu bukanlah urusan dan gaya personal.

Muhammadiyah pernah mengalami pengalaman-pengalaman politik yang keras di ujung kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Lebih-lebih ketika menjadi anggota istimewa Masyumi, sehingga urusan Masyumi seolah sama menjadi urusan Muhammadiyah. Demikian pula kalau orang-perorang memiliki sikap tertentu terhadap pemerintah jangan dibawa sebagai sikap organisasi, baik yang serba mendukung atau serba menentang. Posisikan diri sebagai bagian dari organisasi dengan menaati prinsip, kepeibadian, khittah, dan koridor atau ketentuan Muhammadiyah. Bukan bermuhammadiyah dnegan kemauan dan gaya pribadi.

Karenanya kepada warga dan semua institusi di bawah Muhammadiyah agar tetap tenang, cerdas, dewasa, seksama dalam menghadapi masalah-masalah bangsa seberat apa pun. Kewajiban Muhammadiyah berikhtiar sesuai dengan posisi dan perannya. Kedepankan Kepribadian, Khittah, dan koridor organisasi dalam menyikapi masalah dan situasi nasional maupun lokal di tubuh bangsa ini. Sebaliknya jauhi sikap partisan dan hanya mengikuti arus luar yang tidak sejalan dengan Muhammadiyah.

Semua unsur di lingkungan Persyarikatan agar bertindak dalam kerangka dan koridor organisasi Muhammadiyah, jangan bereaksi dan mengambil langkah sendiri-sendiri. Apalagi secara berlebihan bereaksi terhadap isu kebangsaan secara perorangan atas nama organisasi melebihi porsi ormas dan gerakan dakwah yang menjadi prinsip, kepribadian, dan khittah gerakan.

Bersamaan dengan itu dan posisi yang harus diperankan ialah menjalankan gerakan Muhammadiyah sesuai koridor dan bidang garapnya sebagai ormas keagamaan. Agar Muhammadiyah menjadi ormas keagamaan yang kuat dan diperhitungkan maka harus fokus sebagaimana selama ini diperankan dan jangan tergoda menjadi gerakan politik.

Pembinaan keagamaan di kalangan umat terus digelorakan secara fokus. Dakwah komunitas sebagai kelanjutan dari gerakan jamaah dan dakwah jamaah harus digencarkan di berbagai segmen sosial masyarakat. Amal usaha harus ditekuni untuk dimajukan secara lebih berkualitas. Usaha-usaha bisnis yang selama ini telah dirintis langsung oleh Persyarikatan harus terus dipacu dan dikembangkan secara serius dan meluas disertai kemampuan bersinergi yang kuat agar Muhammadiyah makin mandiri.

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) sangat penting untuk diperhatikan para pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan. Harap diingat organisasi lain yang dulu dikenal tradisional saat ini memiliki SDM yang maju dan berkualitas, bukan hanya dalam bidang keagamaan tetapi juga umum. Jangan sampai Muhammadiyah lengah, sehingga kualitas dan kuantitas SDM yang dimilikinya terbatas dan kalah dari yang lain. Pendidikan dan usaha-usaha kaderisasi yang sistematis menjadi niscaya untuk terus diperbarui dan dikembangkan secara berkemajuan.

Karenanya Muhammadiyah jangan terpecah fokus gerakannya untuk menjadikan gerakan Islam yang dikenal maju dan modern ini semakin unggul. Muhammadiyah harus terus bergerak sejalan bidang garapannya. Para kader dan pimpinan Muhammadiyah harus kerja keras dan maju pemikiran serta langkah gerakannya.

Perhatian jangan dihabiskan untuk mengurus dan memperbincangkan isu dan urusan politik yang menjadi lahan organisasi politik, sementara fungsi dan peran keormasannya terbengkalai. Dalam bermedia-sosial pun niscaya menunjukkan pola pikir dan sikap sebagai figur ormas keagamaan yang mencerdaskan dan mencerahkan, bukan menjadi sosok-sosok partisan politik dan berperan politisi. Biarlah peran politik diambil dan dijalankan oleh para elite politik dan politisi sebagaimana mestinya, bukan oleh kader dan elite ormas Muhammadiyah!

Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2020

Exit mobile version