Begini 3 Syarat Mudah Wajib Pajak Mengisi SPT Menurut Undang-Undang
BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Perkembangan aturan perpajakan yang sifatnya dinamis perlu dicermati oleh setiap orang.
Perubahan seperti tata cara pelaporan penghitungan pajak hingga pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Hal itu perlu diketahui agar kewajiban untuk membayar pajak tidak memberatkan diri sendiri.
Begitulah pembahasaan pada webinar Persiapan Penyusunan SPT Orang Pribadi Tahun 2021 & Sosialisasi PPS (Program Pengungkapan Sukarela), Sabtu (26/03/2022).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung).
Salah satu pembicara sekaligus Ketua IKPI Cabang Palembang, ADV. Andreas Budiman, SE., SH., M.Si., MH., CTL., BKP., mengatakan, pada UU KUP pasal 3 ayat 1 dikatakan setiap wajib pajak wajib mengisi SPT secara benar, lengkap, dan jelas.
Lalu, bagaimana maksudnya? Unsur benar, kata Andreas, adalah perhitungan pajak seseorang serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan secara benar.
”Perhitungan pajak pun harus disesuaikan dengan keadaan yang sebenar benarnya,” ucap Andreas saat memberikan materi.
Sementara unsur lengkap, setiap sambungnya bahwa penyampaian SPT harus memuat unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan.
”Artinya, harus ada data yang kita siapkan, misalnya sebagai dosen ya kita harus siapkan bukti potongan yang telah kita dapatkan selama satu tahun,” lanjutnya.
Adapun unsur jelas, papar Andreas, setiap wajib pajak harus melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-lainnya pada surat pemberitahuan.
”Sumber penghasilan seperti gaji, honor, hasil usaha, dan sebagainnya perlu dilaporkan agar hal tersebut bisa dipertanggungjawabkan,” tegas konsultan pajak Advokat tersebut.
Program Pengungkapan Sukarela
Bila Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP)/badan maupun peserta TA (Tax Amnesty) masih menyimpan aset harta yang belum dideklarasikan, maka bisa mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
”Tujuan dari PPS ini untuk memberikan kesempatan kepada WP untuk mengungkapkan atau melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPH berdasarkan pengungkapan harta,” ungkap Andreas.
Biasanya peserta WP, baik itu OP atau badan yang belum melaporkan seluruh hartanya melalui Surat Pernyataan Harta (SPH) tahun lalu dan ditemukan oleh DJP (Direktorat Jendral Pajak), maka akan dikenakan PPh Final yang sesuai ditambah sanksi 200%.
”Nah dengan adanya PPS ini, sanksi yang 200% itu akan tertutupi atau terhapus,” tandasnya. (Firman Katon)