IKN Nusantara: Kisah Orang dari Timor Leste, dan Orang dari Jombang

IKN

Dok Nyoman Nuarta

IKN Nusantara: Kisah Orang dari Timor Leste, dan Orang dari Jombang

Oleh: Wildan

Tujuh dosa sosial :

politik tanpa prinsip,

kekayaan tanpa kerja keras,

perniagaan tanpa moralitas,

kesenangan tanpa nurani,

pendidikan tanpa karakter,

ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan

peribadatan tanpa pengorbanan.

(Mahatma Gandhi, 1869 – 1948 )

Pindah IKN sesuatu yang sudah ada sejak jadul (jaman dulu). Misalnya, kerajaan Mataram Islam, mula-mula beribu kota di Kotagede (Yogyakarta), kemudian pindah ke Pleret (Bantul), lalu ke Kartosuro (Sukoharjo), pindah lagi ke Surakarta. Akhirnya, pecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta, masing-masing beribu kota Surakarta dan Yogyakarta.

NKRI juga demikan. Awalnya di Jakarta, lalu pindah ke Yogyakarta. Kemudian ke Bukittinggi, Sumatera Barat, waktu PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Akhirnya kembali ke Jakarta.

Gagasan untuk pindah IKN juga jadul. Bung Karno menginginkan Palangka Raya menjadi IKN masa depan, dengan alasan antara lain karena terletak di tengah antara Sabang dan Merauke. Pak Harto jaman Orba, ingin Jonggol menjadi IKN yang letaknya antara Jakarta dengan Bogor, dengan maksud ibu kota politik (pemerintahan) di sono, sedangkan ibu kota ekonominya  di Jakarta, kayak negara AS dengan ibu kota politik Washington DC, sedangkan ibu kota ekonominya New York.

IKN Nusantara dibangun berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 Tentang IKN. Titik nol IKN Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten  Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Konsep IKN merupakan kota archipelago (kota di antara hutan dan tepian air). IKN juga akan dilengkapi dengan teknologi termutakhir sehingga menjadi kota masa depan. Istilahnya Kota Cerdas untuk Indonesia Menuju Society 5.0.

Presiden Joko Widodo selalu punya cara unik untuk menghibur masyarakat. Misalnya, saat beliau memutuskan berkemah di IKN. Jokowi juga meminta para Gubernur se-Indonesia membawa tanah dan air dari daerah masing-masing. Lalu, tanah dan air tersebut dituangkan di satu tempat di IKN. Katanya, itu adalah simbol kebinekaan dan persatuan.

Tentu saja “ritual” tersebut tidak menjamin IKN benar-benar berhasil dibangun sesuai dengan target. Jokowi dan jajaran menterinya pasti paham betul hal itu. Nasib IKN akan berada di tangan presiden hasil Pemilu 2024. Andaikata presiden mendatang menganggap pembangunan IKN tidak penting, ya selesai sudah.

Sambil terus menjalankan roda pemerintahan hingga 20 Oktober 2024, saatnya Presiden Jokowi melihat kembali janji kampanyenya yang belum dilunasi. Janji memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi, membuat Undang-Undang Perampasan Aset. Ironi legislasi, RUU mendesak diabaikan, tak seperti RUU Cipta Kerja dan RUU Ibu Kota Negara, yang sarat kepentingan pemerintah dan kepentingan politik justru sangat cepat penyelesaiannya. Sedangkan sejumlah RUU yang mendesak untuk publik, seperti RUU Perlindungan Data Pribadi dan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, justru tak kunjung disahkan. Wajar jika ironi legislasi membuat publik mempertanyakan keberpihakan pemerintah dan DPR.

Pada suatu pertemuan di Bani Saidah setelah wafatnya Rasulullah, dipilihlah Abu Bakar Ashidiq sebagai khalifah (Inggris, successor). Abu Bakar termasuk generasi pertama (Asabiqunal Awwalun) yang paling memahami risalah kenabian  Muhammad.

Setelah disepakati sebagai khalifah pertama, Abu Bakar berpidato : “Amma ba’du, wahai sekalian manusia sesungguhnya aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian meskipun aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Maka, jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah aku. Tetapi, jika aku berbuat salah, maka luruskanlah ! Kejujuran itu merupakan amanah, sedangkan dusta itu merupakan pengkhianatan. Kaum yang lemah berada dalam posisi yang kuat di sisiku, sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya dengan izin Allah. S

edangkan kaum yang kuat menempati posisi yang lemah, sampai aku dapat mengambil hak orang lain dari padanya. Jika suatu kaum meninggalkan perkara jihad di jalan Allah. Mereka akan ditimpakan kehinaan oleh Allah. Jika kemaksiatan telah meluas di tengah-tengah suatu kaum, Allah akan menimpakan bencana kepada mereka secara menyeluruh. Maka, hendaknya kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, apabila aku tiada memenuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu taat mematuhiku. Berdirilah (untuk) shalat, semoga rahmat Allah meliputi kalian semua”.

Sebuah pidato yang dahsyat sebagai perilaku kesatria, seorang pemimpin dan penuh makna pidatonya sebagai konsekuensi kepemimpinannya. Sebagai seorang pemimpin, beliau sadar betul untuk membatasi kepemimpinannya. Beliau membuka diri, menyeru kepada yang dipimpinnya untuk mengoreksi jika ada kesalahan. Begitu juga sebaliknya, untuk mentaati kepemimpinannya selama beliau masih dalam koridor ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kisah Orang dari Timor Leste

Selama hampir 20 tahun setelah memisahkan diri dari Indonesia, Timor Leste telah menggelar pemilihan umum presiden untuk kelima kalinya, pada hari Sabtu, 19/3/2022.

Dari sisi pendapatan, Timor Leste bergantung pada cadangan minyak dan gas lepas pantai yang menyumbang 90 persen dari produk domestik brutonya. Pemerintah Timor Leste selama ini menuai kritik karena gagal memanfaatkan sumber daya alam untuk mendanai pembangunan dan mendiversifikasi ekonomi. Saat ini sekitar 40 persen penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.

Jumlah penduduk Timor Leste sekitar 1,3 juta. Sensus terakhir di negara itu menunjukkan, baru delapan perempuan berbanding 10 laki-laki yang mengenyam pendidikan tinggi. Selain itu, angka melek huruf penduduk ialah 69 persen di kalangan laki-laki dan 60 persen di kalangan perempuan.

Seingat saya, setelah Wapres AS Gerald Ford berkunjung ke Jakarta, tak lama kemudian RI masuk ke Timor Timur (sekarang Timor Leste), setelah “ditinggalkan” penjajah Portugis. AS “menjerumuskan” RI ke sana karena khawatir Timtim jatuh ke dalam “pelukan” komunis. Kemudian Timtim menjadi Provinsi ke-27 negara RI. Mirip dengan yang dulu, Presiden AS John F. Kennedy menekan Belanda agar mengembalikan Irian Barat (sekarang Papua dan Papua Barat) ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia.

Selain sesuai dengan klaim RI bahwa wilayah NKRI adalah meliputi seluruh bekas jajahan Hindia Belanda, dari Sabang sampai Merauke, juga  karena khawatir  jangan sampai RI jatuh ke dalam “pangkuan” komunis. Selain karena   kepiawaian Bung Karno berdiplomasi, juga kehebatan Bung Karno menekan Belanda secara militer dengan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang beliau sampaikan ketika pidato di Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

Dunia mengakui Bung Karno adalah seorang orator yang jempolan ! Belanda pun kehilangan muka, karena hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), atau Jajak Pendapat, hasilnya Rakyat Irian Barat memilih kembali ke RI, yang lebih dulu lepas dari penjajahan Belanda. Irian Barat masih dapat “dikangkangi” Belanda berkat “akal bulus”-nya. Memang, harus diakui masih ada sebagaian bangsa Indonesia yang “berakal domba”, sehingga mudah di-“adu domba”, lalu Belanda bisa melakukan politik divide et impera, politik pecah belah kepada bangsa Indonesia. “Akal domba” kalah dengan “akal bulus” !

Presiden Habibie merasakan Timtim ibaratnya seperti “kerikil dalam sepatu” karena selalu dipersoalkan oleh dunia internasional, terutama Australia. Maka beliau mengadakan Jajak Pendapat kepada rakyat Timtim, tetap ikut RI atau berpisah (merdeka). Menurut Prof. Dr. Ir. Herman Yohanes, Guru Besar FT-UGM, mantan Dekan FT-UGM dan mantan Rektor UGM, yang asalnya dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, bahwa Australia “getol” memisahkan Timtim dari RI, karena bagi mereka lebih mudah “berunding” dengan Timor Leste tentang penambangan minyak bumi di Celah Timor (Timor gap) yang berada di Laut Timor, daripada dengan RI. Dalam bahasa sederhana, bagi Australia lebih mudah “mengerjain” Timor Leste daripada RI !

Singkat cerita, saat itu saya adalah dokter jiwa RS Jiwa Magelang. Suatu ketika,  saya sedang mengikuti suatu pertemuan ilmiah nasional di kota Solo. Sekjen Depkes (sekarang Kemenkes) lewat panitia penyelenggara, meminta kepada para peserta pertemuan itu, agar ada salah satu dokter jiwa yang bersedia untuk dikirim ke  Timtim, antara lain untuk menarik simpati rakyat Timtim menjelang Jajak Pendapat.

Di Timtim, di kota Dili, ibukota Timtim, saya digabungkan dengan Tim Kesehatan dari FK-Unair/ RSUD dr. Soetomo yang atas inisiatif mereka sendiri telah datang lebih dulu ke sana dan telah pula memberikan pelayanan kesehatan empat besar, yaitu bedah, penyakit dalam, anak dan kebidanan kepada rakyat Timtim. Kami ber-”markas” di RSU Dili. Selain itu, kami juga memberikan pelayanan kesehatan ke Baucau, Maliana, bahkan menyeberang ke Timor barat, ke Atambua, ibukota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Ketika di Atambua, saya mendengar keluh kesah masyarakat di sana. Mereka mengatakan bahwa mereka itu telah setia kepada negara RI sejak tahun 1945, bahkan sebelum itu. Mereka merasakan di-anak tiri-kan, karena mereka melihat dan menyaksikan pesatnya pembangunan di provinsi tetangga sebelah timurnya. Misalnya, mereka melihat dan menyaksikan listrik di sana ada di mana-mana dan menyala 24 jam. Sedangkan di Timor barat belum sejauh itu. Padahal menurut mereka, kesetiaan provinsi tetangga di sebelah timurnya kepada negara RI, layak dan patut diragukan.

Suatu saat, di Dili, saya dijemput dan diajak ke rumah seorang anggota DPRD Provinsi Timtim, untuk memeriksa dan mengobati ibu mertuanya yang sedang menderita gangguan jiwa berat. Setelah selesai pemeriksaan dan pengobatan, kami berdua lalu ngobrol “ngalor ngidul”. Beliau bercerita kepada saya, mengapa Portugis berhasil menjajah Timtim selama 450 tahun ( bandingkan dengan Belanda yang “hanya” 350 tahun menjajah Indonesia).

Menurut beliau, sebenarnya RI dan Portugis itu sama-sama korup. Tapi, Portugis lebih cerdik daripada RI. Bagaimana caranya? Cerita beliau selanjutnya, Gubernur sampai Camat dijabat oleh orang asli Portugis. Sedangkan jabatan Kades atau Liurai tidak diutik-utik, tetap dijabat oleh orang asli Timtim. Meskipun Liurai orangnya buta huruf (untuk tidak mengatakan bodoh), tetapi Liurai ibaratnya “idu geni”, apapun yang dikatakannya akan dipatuhi oleh rakyatnya.

Suatu ketika Pak Gubernur dapat proyek air minum. Lalu Pak Gubernur memanggil Pak Camat sebagai sesama orang Portugis mereka TST alias Tahu Sama Tahu. Pak Camat disuruh pergi menemui Pak Liurai yang akan dijadikan “sasaran” proyek air minum. Jika nanti Pak Gubernur datang berkunjung ke desanya dan berpidato di depan rakyat serta bertanya kepada Pak Liurai tentang apa yang dibutuhkan rakyat di desanya, agar memberikan jawaban kepada Pak Gubernur bahwa rakyatnya butuh air minum.

Adapun respons Pak Gubernur atas jawaban Pak Liurai adalah : “Oke, akan saya penuhi permintaanmu wahai rakyat, pipa dan sebagainya akan saya sediakan. Tetapi rakyat harus bergotong royong (tanpa dapat upah) membangun jaringan air minum. Setelah selesai dan proyek itu berhasil, kita akan berpesta pora dengan memotong dua ekor sapi”. Partisipasi berubah menjadi partisi-sapi ! Rakyat pun senang dan Pak Gubernur tentu lebih senang lagi. Yang lebih penting lagi rakyat merasa memiliki, merasa proyek air minum itu bottom up, proyek mereka, inisiatif mereka. Mereka tidak menyadari telah di-“kibulin” dan “di-kerjain”. Upah tenaga kerja rakyat di”tilep” Pak Gubernur dan para kroni-nya.

Beda dengan RI. Para Liurai di”promo-singkirkan”, diganti dengan orang Indonesia non-Timtim, lulusan APDN (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri). Mereka secara akademik jelas lebih unggul. Namun hal ini menyakitkan rakyat Timtim asli. Mereka menjadi tidak patuh (melawan secara tidak terang-terangan). Rakyat Timtim merasa proyek pembangunan RI bersifat “tuntas” (tuntunan dari atas) alias top down. Rakyat Timtim lalu bersikap “mboten” up plesetan dari bottom up. Rakyat bersikap “ora rumangsa handarbeni”, yang lebih parah lagi,  menurut anggapan mereka, itu hanya proyek untuk korupsi !

Kata Bung Karno : “Tantangan generasi saya lebih mudah karena yang dihadapi  musuh yang jelas yakni penjajah bangsa asing. Tantangan generasi sesudah saya lebih sulit karena yang dihadapi penjajahan yang dilakukan oleh bangsa sendiri yang melakukan korupsi”. Korupsi sulit diberantas karena berkaitan dengan kekuasaan, penguasa dan pengusaha. Korupsi merupakan kejahatan yang terorganisir. Kata Ali bin Abu Thalib Ra. : “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Maka, UU KPK berhasil dilemahkan. Undang-Undang menjadi alat kejahatan penguasa kepada rakyat. Bangsa menuju “bunuh diri” (Rahardjo, 2010).

Apa bedanya negarawan dengan politisi? “Negarawan berpikir dari generasi ke generasi. Sedangkan politisi berpikir dari Pemilu ke Pemilu”. Demikian pendapat James Freeman Clarke, Teolog dan Penulis AS. Merujuk pada pandangan ilmuwan politik asal AS, Harold Lasswell, bahwa : “Politik itu adalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”.

Di Indonesia saat ini, rakyat menyaksikan di layar TV, sejumlah Kepala Desa melontarkan usulan saat Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Jakarta. Bahkan Apdesi berencana mendeklarasikan Jokowi tiga periode setelah Lebaran. “Settingan” ini dapat dilhat sebagai upaya memanipulasi suara rakyat oleh segelintir elit. Ternyata, sami mawon yang dilakukan oleh penjajah Portugis waktu jadul di Timtim, dengan segelintir elit di jaman now, demi melanggengkan kekuasaan yang telah digenggamnya !

Dari Abu Sa’id Al-Kudri, beliau mendengar Rasulullah bersabda : “ Barangsiapa melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa ingkarilah dengan batinnya dan itu selemah-lemahnya iman “ (HR Muslim).

Kisah Orang dari Jombang

Ada tiga orang yang berasal dari Jombang yang tersohor di Indonesia, yang nomor wahid adalah Abdurrahman Wahid alias Gur Dur, Presiden RI keempat. Yang kedua Cak Nur alias Prof. Dr. Nurcholish Madjid, sang Guru Bangsa. Adapun yang ketiga adalah Cak Nun alias Emha Ainun Nadjib, budayawan, kyai mbeling ning pinter (iki ming guyon lho Cak, ra sah nesu).

Ini tentang kisah orang dari Jombang yang nomor dua, Cak Nur. Menurut Budhy Munawar Rachman yang selama 12 tahun menemani Cak Nur dalam kegiatan pemikiran Islam di Yayasan Paramadina, dalam Kata Pengantar buku “Jalan Sufi Nurcholish Madjid” (2007), menulis, khusus soal moralitas inilah Cak Nur, Guru Bangsa, sangat prihatin pada keadaan masyarakat Indonesia. Lebih khusus pada umat Islam yang mayoritas bangsa Indonesia.

Ada hukum yang Cak Nur kemukakan – dalam bahasa Latin – “corruptio optimi pessima”, kejahatan oleh orang yang terbaik adalah kejahatan yang terburuk, “corruption by the best is the worst”, maka pelanggaran prinsip keadilan dan keseimbangan – yang merupakan salah satu pikiran etika politik yang selalu ditekankan Cak Nur – oleh kaum Muslim akan mendatangkan malapetaka berlipat ganda. Dan hukum yang sama juga berlaku atas para penganut agama lain, apapun agamanya. Sebab setiap agama juga mengajarkan prinsip keadilan dan keseimbangan yang sama.

Hal yang sangat memprihatinkan Cak Nur pada keadaan bangsa Indonesia saat ini adalah negara Indonesia sebagai “soft state”, istilah yang sejak era 80-an dipelajari Cak Nur lewat pikiran Karl Gunnar Myrdal (1898 – 1887). Menurut Cak Nur, Indonesia adalah “negara lunak”, yaitu negara yang pemerintah dan warganya tidak memiliki ketegaran moral yang jelas, khususnya moral sosial-politik.

Cak Nur sering mengingatkan adanya penyakit sosial politik bangsa Indonesia yang disebutnya sebagai penyakit “kelembekan” (leniency) dan “sikap serba memudahkan” (easy going). Sebab, lanjutnya, penyakit-penyakit itulah yang menyebabkan Indonesia tidak memiliki kepekaan yang cukup terhadap masalah penyelewengan dan kejahatan seperti korupsi. Dan jenis korupsi yang paling Cak Nur prihatinkan dan telah berjalin-kelindan dalam budaya orang Indonesia adalah korupsi dalam bentuk conflict of interest.

Nah, jika Anda penggemar film spy, James Bond si 007, dan teringat dengan lagu (theme song) “From Russian with love”, maka buat rakyat Ukraina judul lagu itu sudah tentu berubah menjadi “From Russian with bom”. Sedangkan buat Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),  lagu itu akan terasa lebih romantis (bukan rokok makan minum gratis lho), jika judul lagu itu diubah menjadi “From Solo with love”. CINTA menjadi Cerita Indah Nan Terasa Abadi, bukan Cerita Indah Namun Tiada Arti.

Posisi Ketua MK Anwar Usman dperkirakan menjadi pelik, jika Anwar resmi menikah dengan adik  dari Presiden Joko Widodo, Idayati, yang akan digelar 26/5/2022, di Solo, Jawa Tengah, dan 28/5/2022 di Sumbawa, Nusa tenggara Barat. Hal itu terkait dengan jabatan Anwar sebagai Ketua MK. Rencana pernikahan itu pun membuat dunia hukum ketatanegaraan menghangat. Apalagi, sebelumnya telah mencuat wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan Presiden, termasuk amendemen konstitusi. Anwar juga menjadi salah satu hakim panel sidang pengujian formil UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang IKN yang diajukan oleh Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).

Setiap keputusan yang diambil berdasarkan keyakinan hakim, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagaimana irah-irah dalam setiap putusan, yaitu Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian, setiap keputusan mengacu Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, guna mewujudkan Sila Kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab serta bermuara pada Sila Kelima Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan “sila” pertama Keuangan yang maha kuasa, bukan “sila” kedua Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, bukan pula “sila”  kelima Keadilan sosial bagi diri sendiri, keluarga dan para kroni ! Singkat kata, jika yang bukan-bukan itu dilakukan, jelas perilaku PKI (Pokoke Kantong Isi) !

Akhirnya,

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (QS An-Nisaa’ [4] : 58).

Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul

Exit mobile version