Al-Waliyy, Allah Yang Maha Pelindung

Al-Waliyy

Al-Waliyy, Allah Yang Maha Pelindung

Sebutan al-waliyy berarti “Yang Maha Pelindung.” Kata yang berasal dari huruf wawu – lam – ya (ي  – ل – و), menurut keterangan dari salah seorang mufassir Indonesia, M. Quraish Shihab, pada mulanya berarti sesuatu yang langsug datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perarntara antar keduanya (M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Volume 1, 2000: 517). Berdasarkan runutan asal kata secara semantik ini, maka kata Al Waliyy berarti anugerah keterlindungan dari Allah SWT adalah berlangsug secara langslng dan secara terus menerus tanpa jeda.

Selanjutnya, kalau kita membaca peta sebutan Al Waliyy dalam Al-Quran, yang dalam hal ini kalau dikaitkan dengan sebutan asma al husna yang lain, tercatat bahwa kata atau sebutan Al Waliyy dikaitkan dengan beberapa nama asma al husna. Yaitu pertama, dengan sebutan An Nashir (min waliyyin wa la nashir, tiada pelindung dan tiada penolong) QS Al-Baqarah ayat 107 dan 120, QS At-Taubah: 74 dan 116, QS  Al-Ankabut: 22, QS Asy-Syura: 8 dan 31.

Kedua, dengan sebutan Al Hamid (wa huwa alwaliyyu alhamid, dan Dia Yang Maha Pelindung dan Maha Terpuji; QS Asy Syura: 28). Kalau dipahami berdasarkan prinsip munasabat al ayat atau keterkaitan antar ayat-ayat, kita dapat menarik simpulan yang manrik, yaitu bahwa anugerah keterlindungan dari Allah SWT dikaitkan erat dengan masalah pertolongan dan masalah pujian dalam pengalaman hidup sehari-hari manusia.

Bahwa Allah SWT dalm proses melindung adalah ditujukan kepada seluruh makhluk-Nya, baik yang terlihat (kasat mata ata dhahir), mupun makhluk yang tak terlihat (ghaib atau bathin), tanpa terkecuali. Oleh karea itu wajar kalau Allah SWT memiliki sifat dan nama atau sebutan An Nashir dan sangat wajar pula dia memiliki sifat dan nama atau sebutan al Hamid. Jika Allah SWT menolong otomatis muncul Keterpujian kepada-Nya. Itu sebabnya Allah tidak minta dipuji kalau menolong makhluk-Nya.

Kalau dibandingkan dengan model pertolongan manusia terhadap sesma makhluk, apa lagi dengan sesama manusia, amat bebeda. Bahwa pertologan manusia, betapapun besarnya, tetaplah terbatas. Tidak mungkin manusia menolong seluruh isi jagad raya ini penuh dan mutlak. Karena itu, faktor pertolongan manusia tidak otomatis melekat sifat keterpujian di dalamnya.

Kata atau sebutan Al Waliyy yang dikaitkan dengan kata atau sebutan An Nashir dan Al Hamid di atas mengajarkan kepada kita agar kita kalau melindungi yang wujud konkretnya berupa perbuatan menolong sesama makhluk atau sesama manusia, maka dipertipislah berharap-harap untuk memperolah pujian, yang karena itu tak perlu diharap-harap, apalagi kalau sampai minta dipuji. Kalau pertolngan itu dilakukan dengan betul-betul ikhlas, insya Allah pujian akan mengikuti dengan sendirinya.Wallahu a’lam bishshawab.

Mohammad Damami Zain, Dosen Tetap UIN Suka Yohyakarta

Sumber: Majalah SM Edisi 16 Tahun 2019

Exit mobile version