Seksama Bernegara
Oleh: Prof Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah
Indonesia sebagai tanah air, bangsa, dan negara sungguh tak ternilai harganya. Para pendiri negeri dan seluruh rakyat telah berkorban jiwa raga untuk Indonesia merdeka. Pasca 1945 hingga kini Indonesia mengalami dinamika pasang surut kehidupan yang sarat perjuangan yang tidak mudah. Kemajuan, tantangan, dan masalah datang silih berganti. Pada dua momentum besar 1965 dan 1998 terjadi tragedi untuk kemudian bangkit kembali dengan melakukan pembangunan dan reformasi. Alhamdulillah Indonesia masih tegak berdiri meski dilanda pandemi dan sejumlah masalah negeri. Maka jangan korbankan negeri yang diperjuangkan susah payah ini dengan ulah salah kaprah dan sekehendaknya dengan mempertaruhkan keberadaan dan masa depan Indonesia.
Indonesia sejatinya dapat menyelesaikan masalah-masalah berat yang dihadapinya, sekaligus bertumbuh menjadi negara maju. Syaratnya agar semua pihak memiliki kehendak kuat menyelesaikan masalah-masalah bangsa dan mengkapitalisasi potensi kemajuan dengan seksama secara bersama-sama di atas kesadaran kolektif yang tinggi. Seraya tidak menambah masalah baru yang membikin kontroversi dan mengancam keutuhan negeri.
Potensi untuk maju dan usaha susah payah guna membangun masa depan Indonesia seringkali terganggu atau rusak karena turbulensi politik yang diakibatkan ulah sembarangan dari segelintir aktor dan pihak yang merasa digdaya. Plus keluguan dan sebagian kebodohan warga yang mudah terpolitisasi. Akibatnya timbul kegaduhan nasional, yang tentu tidak dikehendaki bersama.
Bila ada masalah besar dalam bernegara dan negeri ini heboh tak berkesudahan maka semua pihak perlu introspeksi, siapa tahu ada sejumlah salah kaprah yang melewati batas. Hukum aksi-reaksi terjadi dalam eskalasi tinggi. Masalah biasanya tidak berakar tunjang dan terjadi tiba-tiba, satu sama lain saling memicu dan berkorelasi. Di balik asap, terperciklah api.Tidak jarang karena noda setitik rusak susu sebelanga. Setiap ulah yang salah sering saling berkonstribusi memperparah keadaan hingga menjadi gunung es yang bila pecah akan tumpah ke segala arah.
Sungguh, hidup bernegara meniscayakan keseksamaan tingkat tinggi ditopang pertanggungjawaban moral yang luhur. Persatuan pun diuji di tengah banyak pihak saling mengedepankan kepentingan diri dan kroni yang mengancam kohesi negeri. Lalu, sadar atau tidak, semua akumulasi perbuatan melampaui takaran itu bermura pada keributan tak berkesudahan yang mengancam keselamatan dan keutuhan bangsa tercinta.
Belajarlah hikmah dari sejumlah peristiwa pahit masa lalu agar tidak berulang kembali. Barangsiapa yang diberi hikmah, dia akan memperoleh kebajikan yang banyak di sisi Tuhan. Bangun dialog semua pihak dengan jujur, terbuka, dan rendah hati. Bila masalah telanjur pecah, carilah konsensus bersama demi masa depan milik bersama. Jangan beri ruang para pembuat masalah. Biasanya, ulah salah kaprah oleh siapapun dan atasnama apapun muaranya berbuah prahara. Kaum beriman diperingatkan Tuhan: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS An-Nahl: 92).
Para elite negeri penting mengedepankan jiwa kenegarawanan yang luhur. Jangan berselancar politik sekehendaknya, sebab resikonya besar dapat memproduksi tragedi negeri. Jangan ada aktor yang bertindak semaunya seolah Indonesia dalam genggamannya. Ibarat perahu besar, negeri Nusantara ini harus dicegah dari ulah salah kaprah model umat Nabi Nuh yang melubangi perahu mengancam keselamatan bersama. Konstitusi dan Pancasila mesti dijaga bersama agar tidak disiasati yang merusak prinsip demokrasi dan integrasi negeri. Di sinilah pentingnya kehadiran para pemimpin negeri nan arif bijaksana yang bermahkotakan ketulusan, kejujuran, kesahajaan, dan keteladanan. Para pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya secara lahir dan batin!
Kalau boleh berbagi untuk negeri maka jauhi hasrat dan sikap berlebihan yang dapat mengancam masa depan Indonesia tercinta. Berhentilah bertindak semaunya, menganggap ringan masalah, dan saling memaksakan kehendak. Semua pihak terutama elite negeri dengan jiwa kesatria menghindari sikap-tindak seakan negeri ini menjadi urusannya sendiri. Bahwa hitam-putih Indonesia seakan tergantung “aku” atau “kami”, seraya mengoyak relasi “kita” yang mengindonesia. Pesan luhur Bung Karno, Indonesia itu milik bersama, bukan milik diri dan golongan sendiri. Maka, semua pihak wajib seksama bersama dalam berbangsa-bernegara!
Prof Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah