UMKU Meneguhkan Ideologi Muhammadiyah dan Nilai-Nilai Islam Berkemajuan
KUDUS, Suara Muhammadiyah – “ Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” . ( Al Qur’an Surat Ali Imron : 104)
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kudus, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., menyampaikan pidato Iftitah pengajian ramadhan dengan tema “Meneguhkan Ideologi Muhammadiyah dan nilai-nilai Islam berkemajuan”. Pengajian Ramadhan 1443 Hijriyah diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) dibuka oleh Drs. H. Sajad, M. Pd. Ketua Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Kudus diikuti Pengurus Badan Pembina Harian, Pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan secara daring pada hari Senin, 18 April 2022.
Menurut Haedar Nashir, Ar-Ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah atau dalam bahasa Indonesia berarti “Kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah” sebenarnya bukan slogan baru. Sejak lama Muhammadiyah telah menggunakan “slogan” ini sebagai salah satu ciri khas gerakan tajdid persyarikatan Muhammadiyah, hal ini karena memang Allah dan Rasul-Nya menganjurkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam artian, menjadikan keduanya sebagai sumber rujukan utama dalam pemecahan berbagai persoalan kehidupan.
Pemahaman inilah yang dipegang sekaligus menjadi pandangan Muhammadiyah yang ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) Anggaran Dasar Muhammadiyah yang berbunyi, “Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan Tajdid, yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah”.
Ditegaskan Haedar Nashir, bahwa dalam membina dan mendidik mahasiswa tidak harus dengan dalil tetapi Uswatun Hasanah, dan bekerja bukan sekedar mencari maisah atau gaji, tunjangan, dan jangan selalu dihitung-hitung sebagai penghasilan, yang paling penting adalah senantiasa mencari dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Haedar Nashir berharap UMKU menjadi Universitas terbaik di Jawa bagian utara, berperan/ berkontribusi sebagai pusat keunggulan dan kemajuan di Indonesia, baik bermanfaat bagi persyarikatan, bangsa dan negara.
Dijelaskan juga oleh Haedar Nashir, ada tiga kombinasi pendekatan yang harus dilakukan secara integral (menyeluruh) yang dilakukan persyarikatan, adalah :
Pertama, Bayani (dalil), suatu cara memperoleh pengetahuan dengan berpijak pada nash baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kedua, Burhani (disiplin ilmu), memahami dan atau menganalisis teks guna mendapatkan makna yang terkandung, atau dikehendaki oleh suatu lafazh (makna zhahir dari lafzh dan ibarah yang zhahir)
Ketiga, Irfani (hikmah). Contoh penggunaan metode irfani dalam hukum Islam adalah menggunakan pakaian rapi yang menutup aurat secara sempurna. Berdasarkan hadis menutup aurat dan rukun shalat itu tidak disebutkan akan tetapi secara ’irfani tidak dinyatakan benar karena tidak memenuhi unsur kebaikan (ihsan) kepada Allah SWT.
Di antara tiga pendekatan itu, pendekatan secara bayani melalui Alquran dan Sunnah sejatinya tidak bersifat letterlijk atau tekstual, tapi juga mengembangkan ijtihad. (Supardi)