JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada hari Kamis, 21 April 2022, PK IMM FKIP UHAMKA mengadakan webinar nasional berkolaborasi dengan PK IMM FT UNPATTI Ambon, dalam rangka memperingati hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April. Memperingati hari kartini kali ini bukan hanya sekedar momentum untuk mengingat perjuangan RA.Kartini terhadap kaum hawa pada masa penjajahan agar mendapatkan kesetaraan dan keadilan dalam ranah publik, akan tetapi memperingati hari kartini kali ini sebagai bentuk perhatian dan kepedulian untuk menyuarakan pemberantasan kekerasan seksual yang masih banyak terjadi di kalangan masyarakat, umumnya perempuan menjadi subjek dari kekerasan seksual tersebut.
Perempuan masa kini harus mencerminkan dengan kepribadian RA.Kartini yang teguh akan perjuangan menyuarakan keadilan untuk perempuan agar bisa setara dengan laki-laki dalam status pendidikan, politik, sosial, hingga ekonomi. Jika melihat sejarah masa lalu RA.Kartini yang memperjuangkan hak-hak atas perempuan untuk setara karena melihat perempuan yang selalu tertindas.
Maka perempuan sebagai emansipasi kartini masa kini harus mampu bermetamorfosis untuk berani dan tegas melakukan perlawanan serta penyadaran terhadap bahayanya Kekerasan Seksual yang hari ini menjadi trend kasus paling banyak yang tidak kunjung membawa kesadaran banyak pihak. Disisi lain, peringatan hari kartini juga bertepatan tidak jauh dengan momentum disahkannya RUU TPKS sebagai paying hokum terkuat bagi korban dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual.
Dari permasalahan yang sering terjadi di kalangan masyarakat, untuk itu PK IM FKIP UHAMKA berkolaborasi dengan PK IMM FT UNPATTI Ambon memberikan edukasi mengenai pengenalan terhadap kekerasan seksual melalui webinar nasional yang bertemakan “Kartini Masa Kini : Berani Bersuara Berantas Kekerasan Seksual di Kampus”.
Memberikan materi berupa pengenalan terhadap kekerasan seksual yang disampaikan oleh Dr, Fatimah Sialana, S.Pd. M.Pd. selaku Ketua III Vokal IMM Maluku 2022-2027 serta advokasi terhadap kekerasan seksual yang disampaikan oleh narasumber Citra Referendum, S.H., M.H selaku pengacara Publik LBH Jakarta. Sangat penting untuk mengetahui jenis-jenis serta ciri-ciri kekerasan seksual yang terjadi, bahkan sering terjadi di lingkup kampus terjadi pada mahasiswa.
Agar pelaku jera, maka perlu adanya penegakan hukum yang diberikan, serta penyuluhan kepada korban agar berani bersuara melaporkan kejadian yang dialami pada lembaga atau isntansi terkait yang khusus menangani kasus pelecehan seksual maupun kekerasan seksual.
Fatimah Sialana memaparkan bahwa “Rentan sekali terjadi kekerasan seksual di lingkup kampus, yang bisa diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya pergaulan yang terjadi antar mahasiswa dengan mahasiswi lainnya, kekerasan seksual adalah bentuk pelecehan yang menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang yang dapat mengakibatkan korban menderita psikis, fisik serta dapat mengganggu kesehatan reproduksi”.
Hal ini tentu saja patut diwaspadai oleh semua orang, karena semua orang tentu berpotensi menjadi ‘korban’ apabila tidak mengetahu bentuk-bentuk kekerasan seksual serta cara penanganan yang terjadi bilamana mendapati kejadian tersebut. Apabila korban mendapatkan bentuk kekerasan seksual, sudah seharusnya melapor pada pihak yang berwenang untuk segera menangani kasus tersebut, karena jika dibiarkan maka si pelaku akan melakukan hal yang sama dan mencari korban-korban lainnya untuk hasrat seksualnya.
Dalam bentuk pelaporan tindakan kekerasan seksual, Citra Referendum selaku pengacara Publik LBH Jakarta menegaskan bahwa jika ada korban yang mendapati kasus kekerasan seksual jangan takut untuk membuka suara, menceritakan kronologi kejadian, karena korban berhak untuk mendapat keadilan, perlindungan, pembelaan, dan pengobatan agar korban tidak merasa merendahkan diri, karena banyak kasus yang terjadi dari korban kekerasan seksual yang membungkam diri tidak ingin bercerita, mengalami gangguan psikis akibat trauma yang dialaminya dari kejadian kekerasan seksual yang mmenimpa korban.
Oleh karenanya, perlu diperhatikan dan diwaspadai dari kejadian yang sudah dialami oleh banyak korban, karena kejahatan akan terus ada selama mulut masih terbungkam untuk menyuarakan kebenaran, keadilan perlu ditegakan, RUU TPKS yang menjadi ‘payung’ hukum sudah disahkan, semoga tidak ada lagi korban yang terserang menderita, dan agar pelaku jera harus mendapatkan tindak pidana. (Walidah Awaliah)