Gerakan Intoleransi
Oleh: Masud HMN
Radikal meresahkan masyarakat. Karena itu paham radikal harus dijernihkan. Apa tujuannya, supaya semua jelas dan terang benderang.
Seperti kita ketahui bersama, di antara yang paling terdepan dari isu minggu ini adalah Gerakan Radikal. Yang dirilis Badan Penanggulangan Nasional Terorisme (BNPT), yang menyatakan ada 5 (lima) paham radikal terpapar oleh 150 (seratus lima puluh) orang mubaligh radikal, yang diminta pada pengurus pengajian agar tidak mengundang mereka untuk berceramah.
Dikhawatirkan dari penceramah akan memperluas paham radikal di masyarakat. Paham itu meresahkan masyarakat dan pihak keamanan sehingga dipandang perlu diadakan pembatasan.
Hal itu disiarkan tanggal 9 Maret 2022 hari Rabu dengan menampilkan narasumber antara lain Anwar Abbas wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Tujuannya agar menjadi jelas apa defenisi atau arti dari rilis tersebut. Badan apa yang merilisnya dan siapa di antara nama seratus lima puluh orang tersebut.
Seperti dikutip dari rilis tersebut, ada beberapa bentuk atau ciri yang dianggap penceramah yang radikal. Yaitu, pertama menentang ideologi pancasila mendegradasi pejabat pemerintah yang sah, kedua mengkafirkan kelompok yang tidak sesuai dengan penceramah, ketiga bersifat eklusif dan lain sebagainya. Kalau ada inisial berikut, agar dilarang untuk berceramah di muka pengajian publik.
Wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyatakan bahwa rilis itu antara ia sependapat ada yang tidak. Misalnya yang sependapat kalau penceramah menentang ideologi Panscasila. Karena itu adalah ideologi Negara yang sudah disepakati bersama. Ia sependapat agar tidak diteruskan, atau dilarang.
Adapun tentang pemerintah yang sah, disetujui kalau ia berbuat yang baik tidak menyimpang. Kalau tidak baik, yang harus ditentang. Ini berlaku amar makruf nahi munkar. Seperti itu misalnya.
Cuma ia tidak setuju katanya, kalau ditujukan kepada umat Islam saja. Banyak yang tidak baik dari golongan lain juga. Misalnya, kita sepakat bahwa tujuan kita bernegara, sesuai dengan reformasi yaitu anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita anti itu karena juga radikal.
Juga kita sepakat di negara kita menganut demokrasi. Jadi, siapa yang yang tidak demokrasi sama radikal jua. Seperti demokrasi yang berkompromi dengan konglomerat, dan demokrasi yang menjadikan yang anti demokrasi menjadi acuannya. Kita mesti tentang. Itu antara lain kata Anwar Abbas yang ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga.
Ia senang mengutip buku pemikir Amerika yang berjudul Free To Choose ditulis oleh Milton Freedman yang membentangkan hubungan ekonomi dan politik. Artinya kata Anwar Abbas, bagaimana berpengaruhnya para ekonom dengan kekuasaan. Jadi kita perlu jelas bahwa itu termasuk definisi radikal, yaitu radikal seperti eksklusif yang mengandung budaya local.
Akhirnya dapat disimpulkan, kelima ciri yang dirilis itu menjadi pembicaraan yang hangat. Karena ada yang berpendapat bertendensi politik, untuk menyudutkan umat Islam. Oleh karena itu, yang menjadi penting, menjadi terang benderang apa yang menjadi motif dari rilis tersebut.
Artinya jangan terjadi salah paham. Lima ciri Radikal yang dikeluarkan BNPT tersebut.
Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta