Ramadhan Bulan Ibadah dan Takwa
Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.
Ramadhan merupakan syahrul ‘ibadah wat taqwa (bulan ibadah dan ketakwaan). Dinamakan bulan Ramadhan dengan syahrul ibadah wa taqwa karena pada bulan ini diperintahkan melakukan ibadah puasa dan qiyam Ramadhan (shalat tarawih, tahajud/qiyamul lail, witir), tadarus Al-Qur’an, i’tikaf, serta amal shalih berupa sedekah atau infak sebaigamana juga dilarang melakukan maksiat. Inilah perbuatan takwa.
Takwa adalah mematuhi segala perintah dan larangan Allah ta’ala. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang memerintahkan kita untuk bertakwa. Maka hukumnya wajib. Di antaranya:
Allah ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadanya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (Ali ‘Imran: 102)
Allah ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam–, bersabda: ” Bertakwalah kamu di mana saja kamu berada. Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan menghapuskan (dosa)nya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (At-Tirmizi).
Pada bulan Ramadhan Allah ta’ala mewajibkan puasa selama sebulan penuh. Tujuannya adalah untuk menjadi orang bertakwa sebagaimana firman Allah ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 183).
Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahulla berkata, “Dari ayat ini, Allah ta’ala berkata kepada orang-orang yang beriman dan memerintahkan mereka untuk berpuasa yaitu menahan dari makan, minum dan hubungan suami istri, dengan niat ikhlas kepada Allah ta’ala, karena pada puasa itu ada penyucian jiwa dari perbuatan hina dan akhlak buruk. Dan Dia menyebutkan sebagaimana mewajibkan kepada mereka, Allah ta’ala juga mewajibkan kepada umat-umat sebelum mereka, di mana mereka menjadi contoh bagi bagi orang-orang mukmin, dan hendaklah mereka melaksanakan kewajiban ini lebih sempurna dari apa yang dilakukan oleh orang-orang itu (umat terdahulu).” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/260).
Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan hikmah dan tujuan dari puasa dengan firmannya, “agar kamu bertakwa”. Inilah keutamaan puasa yaitu meraih derajat taqwa atau menjadi orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa dijamin masuk surga oleh Allah ta’ala sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits.
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Dia (Allah ta’ala) menyebutkan hikmah disyariatkan puasa dengan firmannya, “Agar kamu bertakwa”, karena puasa itu sebab taqwa yang paling besar, karena padanya patuh kepada perintah Allah ta’ala dan menjauhi larang-Nya. Maka di antara yang mengandung nilai takwa adalah seorang yang berpuasa meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah ta’ala atasnya berupa makan, minum, jima dan sebagainya yang disukai oleh nafsu ini, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, mengharapkan pahala dengan meninggalkannya, maka inilah bagian dari takwa. Dan di antara sebab taqwa yaitu seorang yang berpuasa melatih dirinya untuk bersikap muraqabatillah (merasa diawasi oleh Allah ta’ala), maka ia meninggalkan apa yang diinginkan oleh nafsunya meskipun dia mampu melakukannya karena dia mengetahui bahwa Allah melihatnya. Dan di antara sebab-seban taqwa yaitu puasa mempersempit jalan setan, karena setan masuk kedalam diri manusia melalui jalan darah, maka dengan puasa melemahkan jalan setan dan berat melakukan maksiat. Di antara sebabb-sebab taqwa yaitu orang yang berpuasa biasanya banyak melakukan ketaatan. Sedangkan ketaatan itu bagian dari takwa. Dan diantaranya, orang yang mampu jika ia merasakan penderitaan kelaparan maka ia akan merasa kasihan kepada para fakir yang tidak memilki harta apa-apa, dan inilah perbuatan takwa.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman: 94).
Keutamaan puasa lainnya, puasa dapat menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu sebagaimana sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam–, “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan pahala (keikhlasan), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, keutamaan puasa yaitu mendapat pahala yang sangat besar yang tidak terbatas. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Semua iamal manusia itu untuk dirinya, diberi balasan suatu kebaikan itu dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman, “kecuali puaaa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya.” (Muttafaq ‘alaih).
Pada bulan Ramadhan pula dianjurkan melakukan qiyam Ramadhan yaitu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat Tarawih, Tahajjud/Qiyamul Lail, Witir, dan memperbanyak tadarus Al-Qur’an. Inilah perbuatan taqwa.
Adapun keutamaan qiyam Ramadhan yaitu diampuni dosa-dosa yang telah lalu, sebagaimana sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– , “Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan pahala (keikhlasan), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dengan menjalankan ibadah puasa, shalat Tarawih,
Tahajud/Qiyamul Lail, Witir dan tadarus Al-Qur’an, maka kita diharapkan menjadi orang yang bertakwa yang dijamin masuk surga oleh Allah ta’ala. Inilah doa, harapan dan cita-cita tertinggi setiap muslim.
Ramadhan melatih kita agar menjadi orang yang bertakwa melalui ibadah puasa fulltime setiap hari di bulan Ramadhan. Dalam puasa, kita dilarang melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan hubungan suami istri, meskipun di luar puasa dibolehkan. Jika hal-hal yang halal dan mubah tersebut dilarang ketika berpuasa, maka terlebih lagi hal-hal yang diharamkan. Tentu kita harus lebih menjaga diri dari yang diharamkan Allah ta’ala.
Melalui shalat Tarawih, tahajud dan Witir sebulan penuh di bulan Ramadhan, kita diharapkan melakukan shalat-shalat sunnat pada bulan-bulan lainnya. Karena di bulan Ramadhan kita sudah dilatih dan dididik untuk memperbanyak melakukan shalat sunnat sehingga terbiasa dan mudah melakukannya. Inilah perbuatan taqwa.
Pada bulan Ramadhan kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak tadarus Al-Qur’an dan berinfak, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih diriwayatkan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma –.
Dari Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma –, beliau kata, “Adalah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan sosok yang paling dermawan. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpainya untuk mengajarinya Al-Qur’an. Jibril menemui beliau di setiap malam Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Maka ketika Jibril menjumpainya, beliau adalah orang yang paling dermawan, lebih dari angin yang bertiup.” (Muttafaq ‘alaih).
Mengomentari hadits ini, Imam An-Nawawi –rahimahullah– berkata sebagaimana yang dinukilkan oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari, “Dalam hadits ini ada faidah-faidah: Di antaranya: Pertama; disunnatkan untuk dermawan pada setiap waktu. Kedua; disunnatkan menambah dermawan pada bulan Ramadhan dan ketika berkumpul dengan orang-orang shalih. Ketiga; disunnatkan mengunjungi orang-orang shalih dan mengulanginya jika orang yang dikunjungi tidak keberatan. Keempat; disunnatkan memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Kelima; membaca Al-Qur’an lebih utama dari semua zikir, karena seandainya zikir itu lebih utama atau sama dengan membaca Al-Qur’an maka pasti beliau melakukannya.” (Fathul Baari: 1/43)
Melalui tadarus Al-Qur’ran setiap hari di bulan Ramadhan, maka kita diharapkan selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup kita, baik dengan membacanya, memahaminya (metadabburinya), menghafalnya, mempelajarinya, mengajarkannya dan mengamalkannya. Inilah perbuatan taqwa.
Melalui amal shalih berupa sedekah atau infak yang selalu kita lakukan di bulan Ramadhan, maka kita diharapkan terbiasa membantu saudara-saudara kita seiman yang membutuhkan bantuan karena ekonominya yang lemah dan tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya yaitu orang fakir dan miskin. Inilah perbuatan taqwa.
Pada bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan amal shalih terutama pada sepuluh malam terakhir untuk mencari malam Lailatul Qadar. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk i’tikaf (berdiam diri di masjid untuk beribadah dengan sungguh-sungguh dan maksimal dengan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersungguh-bersungguh di bulan Ramadhan tidak seperti di bulan lainnya. Dan khususnya pada sepuluh malam terakhir tidak sama kesungguhannya dengan malam-malam yang lain.” (HR. Muslim).
Dengan ibadah i’tikaf selama sepuluh hari terakhir, kita diharapkan terbiasa melakukan ketaatan dan ibadah setiap waktu pada bulan-bulan lainnya, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnat. Inilah perbuatan taqwa.
Pada bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaitan diikat. Ini menunjukkan keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadhan.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Sesungguhnya bulan yang penuh berkah telah datang kepada kalian. Allah ta’ala mewajibkan kalian puasa padanya. Di bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para syaitan diikat. Padanya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa dihalangi dari kebaikannya, maka ia benar-benar telah dihalangi.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda: “Apabila masuk bulan Ramadhan maka pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan diikat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Hanbali, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata: “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertaubat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para syaitan dibelenggu?”.
Dalam riwayat lain, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– juga bersabda: “Pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Kemudian ada seorang malaikat penyeru yang memanggil: “Wahai pencari kebaikan, bergembiralah ! dan wahai para pencari kejahatan, berhentilah!”. (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).
Allah ta’ala telah memberikan peluang dan kesempatan untuk beribadah dengan seluas-seluasnya tanpa dihalangi dan diganggu oleh setan. Karena pada bulan ini setan telah diikat oleh Allah ta’ala. Bahkan pintu-pintu surga dibuka dan pintu-piintu neraka ditutup.
Dengan demikian, bulan Ramadhan dibuka peluang bagi kita untuk masuk surga, dan ditutup peluang masuk neraka. Peluang berbuat maksiat pada bulan Ramadhan ditutup dengan ibadah puasa. Karena puasa itu adalah perisai atau penahan maksiat sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Puasa itu perisai (pencegah maksiat)”. (HR. Ahmad, Muslim dan An-Nasa’i).
Oleh karena itu, umat Islam di seluruh dunia bersemangat dan termotivasi untuk memperbanyak ibadah di bulan Ranadhan. Umat Islam sangat antusias dalam berpuasa, shalat tarawih, qiyamul lail/tahajud dan witir secara berjama’ah, dan tadarus al-Qur’an. Bahkan masjid-masjid dan surau-surau/mushalla-mushala menjadi ramai bahkan membludak dengan para jama’ah di berbagai belahan dunia. Fenomena seperti ini hanya terlihat di bulan Ramadhan.
Maka, sudah sepatutnya umat Islam antusias dan bersemangat serta istiqamah dalam beribadah dan beramal shalih di setiap waktu di bulan lainnya sebagaimana ibadah yang mereka lakukan di bulan Ramadhan ini. Karena, ibadah itu tidak hanya diperintahkan pada bulan Ramadhan saja, namun juga pada bulan-bulan lainnya. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah ta’ala dan semoga kita menjadi orang yang bertakwa. Aamin…!
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA., Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh