Fungsionalisasi Komunitas Masjid dan Pasar

pasar

Salah satu peserta Temu Pasar mempraktikan cara mengolah Mocaf

Fungsionalisasi Komunitas Masjid dan Pasar

Oleh DR. Mas’ud HMN

Tema fungsionalisasi komunitas masjid dan pasar dimaksud adalah faktor kunci mencapai masyarakat berkemajuan. Tema ini tentu relevan mengingat adanya masjid dan pasar ibarat dua sisi mata uang. Masjid sebagai prinsip dan pasar sebagai manifestasinya. Jadi, masyarakat menjadi baik. Hanya pasar harus dijernihkan pemahamannya, mengingat selama ini pasar identik dengan tipu muslihat, curang, dan kotor.

Sejatinya masjid dan pasar dapat menjadi gambaran mini dari sebuah masyarakat bangsa. Masjid adalah rumah ibadah umat Islam, untuk tempat ibadah sholat lima waktu, dan sholat Jumat setiap minggu. Sementara pasar adalah tempat kegiatan ekonomi, pertemuan penjual dan pembeli. Lalu, masjid dan pasar muncul jadi multi fungsi pusat kegiatan sosial masyarakat setempat.

Mari kita mengidentifikasi fungsi masjid masyarakat bangsa dengan mengkonstruksikan pasar dan komunitasnya yang mungkin relevan dan menantang untuk dikaji, bagaimana lihatlah masjid masyarakat dan pasarnya.

Mengapa? Karena mengingat masjid adalah simbol dasar fundamental, kemudian masyarakat sebagai tatanan dan pasar adalah simbol ekonomi kemakmuran. Secara demikian, masjid menjadi faktor variabel yang menentukan sementara tatanan masyarakat dan pasar sebagai faktor dependent. Semakin berfungsi masjid, semakin bagus tatanan sosial dan pasar. Masjid, simbol fungsi fundamental, diurai dari peran tentang kehidupan, keimanan, ketaatan, kejujuran dan amal perbuatan saleh. Model ini berfungsi mengatur tatanan masyarakat, kemudian masjid mengarahkan pasar sebagai ekonomi kemakmuran. Semakin berperan masjid, makin mantaplah tatanan masyarakat dan semakin majulah ekonomi dan semakin sukseslah pasar. Sebaliknya, jika masjid tidak berfungsi dan pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya maka masyarakat mandek atau bermasalah.

Sejarah Islam dihiasi bangunan masjid, dan pasar. Ini dibayangkan semua pemuka dan anggota masyarakat sibuk ke masjid dan sibuk berkerja atau berdagang. Tercatat para sahabat nabi yang utama adalah pedagang dan pekerja dalam aktivitas ekonomi lain baik beternak dan berkebun.

Jadi, masyarakat Islam itu adalah masyarakat yang makmur baik dan taat dalam baldatun thayyibatun dan masyarakat yang diampuni dan berkah warabbun ghafur. Bekerja aktivitas ekonomi, baik di bawah konstruksi imannya bersama nuansa bangunannya dengan menaranya yang menjulang angkasa.

Penulis mencoba membayangkan perspektif masjid dan pasar sebagai satu wawasan masyarakat masa depan akan terjelma, terwujud. Mengingat kedua faktor itu ada dalam akar sejarah kehidupan manusia. Tanpa itu, kehidupan masa depan menjadi masalah. Atau dengan kata lain, kita tak punya hari depan.

Di sini menarik, apa yang dikatakan Ali Syariati dalam buku terjemahannya ke bahasa Indonesia dengan judul Sosiologi Islam mengatakan umat Islam harus menguasai ekonomi. Menurut dia, umat Islam yang tidak bekerja dan memahami ekonomi, tidak bisa memahami hari akhirat. Artinya, kemakmuran adalah masalah ekonomi dunia. Demikian Ali Syariati menyatakan.

Bukankah umat harus bangkit dari kemiskinan. Bukankah orang yang tangan di atas akan lebih baik dari orang tangan yang di bawah. Karena itu, ia akan bisa beramal dengan baik. Masyarakat yang berkemakmuran baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Manifestasi dari masyarakat Islam demikian itu diwujudkan dengan memfungsikan masjid dan pasar untuk masyarakat. Indonesia yang berkemajuan dan berhari depan jika fungsi masjid dan pasar maksimal. Tanpa itu, kemungkinan kita akan kehilangan masa depan.

Dr Mas’ud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Exit mobile version