GARUT, Suara Muhammadiyah—Warga dan simpatisan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Cibiuk Garut sukses menyelenggarakan khutbah dan salat Idul Fitri 1 Syawal 1443 H (02/05). Kegiatan yang berpusat di kompleks Muhammadiyah Boarding School (MBS) Al Furqon Cibiuk ini menampilkan kader muda Muhammadiyah selaku khatib dan imam salat Id. Adapun yang bertindak sebagai imam ialah Alif Faizurrahman dan khatib adalah Muhammad Abduh Izzudin.
Dalam khutbahnya, Abduh mengajak jamah sekalian untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Secara umum, takwa berarti memelihara hubungan baik dengan Allah secara aktif agar tidak terjerumus dalam hal yang dilarang oleh-Nya. Sebagaimana ungkapan Ibn Rajab: esensi dari taqwa adalah membuat perisai yang melindungi diri dari murka dan siksa Allah. Perisai tersebut yaitu dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya.
Abduh juga mengajak segenap hadirin salat Id untuk mengucap rasa syukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan memaksimalkan ibadah di bulan Ramadan dan merayakan indahnya Idul Fitri bersama keluarga. Seraya berharap kembali bersua dengan bulan penuh ampunan ini, Abduh menegaskan bahwa Ramadan merupakan pembebasan yang menyenangkan dari rutinitas yang membosankan dalam 11 bulan lainnya.
Namun, bagi orang yang tidak terbiasa dengan suasana Ramadhan barangkali akan menganggap bulan puasa merupakan pengekangan terhadap segala atribut duniawi: kelamin, mulut, perut sampai mata. Bagi orang-orang beriman, bulan Ramadan justru momen yang paling dirindukan untuk berlomba-lomba melakukan amal saleh. Ramadan adalah bulan perjuangan, perjuangan sebagai hamba untuk mewujudkan ketaatan yang nyata pada sang Khaliq.
“Setelah berjuang, berharap Allah menerima segala amal perbuatan dan kembali suci. Semoga kita kembali bertemu dengan Ramadan. Semoga kita menjadi hamba Allah yang terus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,” ujar Abduh.
Mempertahankan keimanan dengan menjalankan perintah agama merupakan satu kenikmatan yang perlu disyukuri. Pasalnya, kata Abduh, para Rasul Sang Kekasih Allah bertubi-tubi mendapat tekanan dari tempat kelahirannya sendiri. Ibrahim diusir kerajaan Babilonia, Musa dibuang Firaun, Luth diisolasi dari desa Sodom, bahkan Muhammad pernah dipaksa pergi dari Mekkah.
Abduh menceritakan, Rasulullah SAW memilih Thaif sebagai kota kedua, setelah Makkah yang menjadi tujuan dakwah. Saat itu, Thaif merupakan daerah yang sangat strategis sebagai medan dakwah karena menjadi pusat permukiman padat penduduk sekaligus pusat perdagangan. Namun, kedatangan Rasulullah yang menempuh 100 km jalan kaki menunju Thaif dari Makkah, justru disambut dengan kurang baik, bahkan mengalami pengusiran yang tak terhormat.
Malaikat penjaga gunung menawarkan pada Rasul Saw untuk menimpakan gunung kepada kaum Thaif yang telah menyakiti fisik dan hati beliau. Nabi Saw malah meresponnya dengan doa “Aku hanya berharap Allah menjadikan keturunan mereka menjadi orang yang menyembah Allah dan tak mempersekutukanNya.”
“Rasulullah diuji oleh bangsa Thaif kala berdakwah. Apa artinya? Kita harus tetap setia pada kebenaran. Di hari raya ini, mungkin inilah saatnya kita terus dan terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah,” tegas Abduh.