Haedar Nashir: Idul Fitri Momentum Mempertautkan Silaturahmi
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Telah berlalu bulan suci Ramadan. Kini, umat Islam memasuki bulan Syawal, yang terkenal dengan Hari Idul Fitri. Momentum inilah yang banyak dilakukan oleh seluruh umat Islam melakukan ikatan silaturahmi dan halalbihalal. Demikian jua halnya dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Pada hari Sabtu, 7 Mei 2022 mengadakan kegiatan Silaturahmi dan Halalbihalal yang dilakukan secara daring dan luring.
Beberapa tamu undangan yang hadir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, MSi, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Dr Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM., MSi, Pimpinan Majelis, Lembaga, dan Biro PP Muhammadiyah, Pimpinan Ortonom Tingkat Pusat, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, Pimpinan Cabang Istimewa dan ‘Aisyiyah, dan Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah.
Prof Haedar dalam tausiahnya menyampaikan pentingnya silaturahmi dalam kehidupan. Baginya, Silaturahmi telah menjadi tradisi keagamaan yang membaik. Silaturahmi memiliki makna mendalam, yakni mempertautkan persaudaraan.
“Silaturahmi merupakan ajaran yang luhur dari Islam, bahkan Allah SWT Yang Maha Rahman dan Rahim memberikan penghargaan tinggi pada ritual silaturahmi,” tuturnya dalam tausiah silaturahmi dan halalbihalal PP Muhammadiyah.
Silaturahmi memiliki kedudukan penting, baik secara positif untuk merekat kembali dan meningkatkan relasi hak-hak adami, maupun dalam merekat hal-hal yang renggang dalam persaudaraan. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW dikatakan, “Silaturahmi tidak cukup menghubungkan apa yang tersambung dengan baik, tetapi merekat kembali apa yang terputus”.
Bagi Guru Besar Sosiologi UMY, silaturahmi mendasari pada hadis diatas termasuk derajat rif’ah. Yaitu tingkat ruhani yang tinggi. “Bila silaturahmi berderajat rif’ah itu kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, pertama akan menjadi kekuatan ruhani untuk menumbuhkan rasa rahim, rasa welas asih (murah hati), dan persaudaraan abadi dan autentik. Juga pada saat yang sama bisa mengeliminasi, bahkan bisa meredam benih-benih benci, dendam kesumat dan hal-hal buruk, yang sering menjadi faktor pembuat kita retak dalam relasi hablu min al-nas kita,” pungkasnya.
Dari silaturahmi rif’ah ini, maka akan memancarkan ihsan. Yakni kebajikan yang melampaui. Karakteristik dari ihsan tersebut dalam QS al-Maidah [5]: 8 di antaranya berbuat adil terhadap orang yang kita benci sekalipun, mesti kebencian tidak tumbuh di dalam nurani.
“Kami percaya bahwa kita keluarga besar Muhammadiyah sudah tertanam benih-benih ihsan, irfah, karena setiap hari memupuk silaturahmi lewat organisasi. Dan relasi-relasi hablu min al-nas yang selalu kita rawat bersama. Kalau toh, ada bagian yang terputus, Insya Allah kita sambung kembali hari ini dan hari-hari ke depan,” paparnya.
Silaturahmi sebagai wadah untuk mengaktualisasikan nilai-nilai puasa dan ibadah Ramadan serta Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggeliatkan tampil menjadi orang-orang yang terus meningkatkan kualitas ketakwaan (la’allakum tattaqun). Membangun takwa tidak sekali jadi, tetapi ikhtiar kita untuk menjadi diri bertakwa termasuk kategorisasi ikhtiar ruhaniah. Dengan demikian, ibadah puasa dan seluruh ibadah Ramadan lainnya, bukan hanya kita makin mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga pada saat yang sama menebar ihsan atau kebajikan.
Selanjutnya, ibadah selama Ramadan dan ditutup dengan Hari Idul Fitri (Hari Raya Buka Puasa) harus menghidup-suburkan nilai-nilai takwa dalam jiwa sebagai fitrah utama yang akan membuahkan kebahagiaan hidup kita dan disekitar, serta mengeliminasi benih-benih fuzura yang ada di tubuh dan jiwa kita, agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi dalam kehidupan.
“Inilah yang harus melahirkan semangat keberagamaan atau sikap tadayyun kita yang bersifat fitrah atau hanif. Beragama yang hanif adalah bagian utuh esensi keislaman kita,” tandasnya.
Hanif menurut Ibnu Katsir diartikan sebagai mutahanifa ‘anissyirk qashada ila iman. Yakni kita menjauhkan secara mendasar dari hal-hal yang bersifat syirik menuju hal-hal yang bersifat imaniah. Menurut as-Suyuthi tadayyun yang bersifat hanif adalah beragama yang sumbunya pada iman dan menjauhi pada kekafiran.
“Hari-hari ini dan tahun-tahun belakangan ini, Alhamdulillah kita menyaksikan bagaimana kaum Muslimin di negeri tercinta dan diberbagai belahan dunia menunjukkan semarak syiar keislaman dan identitas keislaman yang luar biasa. Keislaman di ruang publik, bahkan semakin meluas. Suasana yang bagus ini harus kita rawat sebagai modal dasar kita untuk menanamkan nilai-nilai tadayyun, nilai-nilai keislaman dari tingkat yang verbal dan simbolik menuju tingkat yang hakiki dan hanif. Seingga keislaman kita harmoni antara kulit dan isi, antar asyiar dan substansi, antara hal-hal individual dan sosial, sehingga keislaman itu memancar rahmatan lil ‘alamain sebagaimana misi utama Nabi memabawa risalah Islam, ‘Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin’,” terangnya.
Haedar meyakini pasca Ramadan mampu mengharmoniskan nilai-nilai Islam yang bersifat syiar dan rukun syariat ke dalam dan berintegrasi nilai-nilai substantif di dalam ajaran agama Islam untuk menghadirkan Islam yang membangun kesalehan hidup bersama. Bersamaan dengan itu, sebagaimana spirit Muhammadiyah, bahwa keislaman yang kita hadirkan juga keislaman gerak kehidupan yang semakin membawa pada kemajuan peradaban bagi hidup kita.
“Islam yang menggerakan kehidupan sebagaimana Allah berfirman (QS al-Anfal [7]: 24). Bagaimana kita menjadikan Islam sebagai agama yang menghidupkan dan membawa daya hidup dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Itulah bagian dari semangat Islam berkemajuan”, jelasnya.
“Bagaimana dari silaturahmi ini ibadah Ramadan dan Idul Fitri kita bagi Muhammadiyah sebagai pembawa misi gerakan dakwah dan tajdid kita hadirkan nilai-nilai silaturahmi yang membawa rif’ah dan ihsan. Beragama yang mengandung syiar, rukun syariah, sekaligus juga substansi yang membawa rahmat bagi semesta alam,” imbuhnya.
Haedar meyakini jika pada tahun-tahun ke depan bilamana melakukan dinamisasi secara lebih progresif dalam membina nilai-nilai keislaman warga Muhammadiyah, umat, dan jamaah kaum Muslimin di akar rumput lewat masjid, musala, ranting, dan pusat-pusat kegiatan, Insya Allah ke depan kesemarakan dan syiar berislam yang hari-hari ini dan tahun-tahun terakhir ini dapat hidup subur akan memperoleh sentuhan makna dan fungsi yang lebih kokoh.
“Disinilah pentingnya kita para pimpinan termasuk mubaligh Muhammadiyah dan kader-kader Muhammadiyah memperbaharui cara pandang kita, strategi kita, dan pendekatan kita dalam berdakwah. Dan mengembangkan tajdid di kalangan kaum muslimin dan masyarakat kita tercinta”, jelasnya. (Cris)