Sosok Itu Tidak Pernah Lelah Berkarya

Sosok Itu Tidak Pernah Lelah Berkarya

Sosok Itu Tidak Pernah Lelah Berkarya

MAKASAR, Suara Muhammadiyah – Jika ditanya siapa sosok di negeri molek ini, utamanya di kalangan Muhammadiyah yang tak kenal lelah dalam berkarya dalam dunia tulis-menulis? Dia adalah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi. Sang Nakhoda Muhammadiyah dan Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Setiap hari tidak pernah berhenti dalam menggoreskan tinta emasnya. Beranekaragam tulisan-tulisannya tersebar luas di pelbagai media, antara lain di Koran Harian Kompas, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, dan lainnya. Dia juga termasuk salah satu penulis tetap Rubrik Refleksi Koran Republika dan Bingkai Majalah Suara Muhammadiyah.

Kiprahnya terus membara dalam menulis hingga melahirkan buku. Kali ini, buku terbaru dilahirkannya yang diberi judul “Indonesia: Ideologi dan Martabat Pemimpin Bangsa”. Buku yang diluncurkan di Universitas Muhammadiyah Makasar, Sulawesi Selatan pada Ahad (15/5) ini diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah yang bekerjasama dengan Penerbit Republika. Sebelumnya, juga telah diluncur buku serupa dengan judul “Agama, Demokrasi dan Politik Kekerasan” pada Selasa (16/11) tahun lalu di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam acara tersebut, turut hadir Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan beserta jajaran, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sulawesi Selatan beserta jajaran, Rektor Universitas Muhammadiyah Makasar, dan Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Sulawesi.

Buku tersebut membahas tentang ideologi dan berbagai aspek yang menyangkut nilai, etika, dan pemikiran yang mendasar terkait kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Buku tersebut membahas tentang ideologi dan berbagai aspek yang menyangkut nilai, etika, dan pemikiran yang mendasar terkait kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dibahas pula tentang hakikat dan kondisi negara dengan segala kaitan dan problemnya, serta tentang pemimpin dan elite bangsa sebagai aktor perikehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana Indonesia saat ini dan ke depan—dengan berbagai potensi, tantangan, dan masalahnya—dapat dirancang-bangun dan dikelola dengan pertanggungjawaban yang tinggi (Pengantar Buku).

Bagi Prof Haedar, buku terbaru itu merupakan himpunan tulisan di koran Republika sejak tahun 2000. Jika ditotal, maka sudah ada 264 tulisan yang terpampang di koran nasional tersebut. Sedangkan dalam tulisan rubrik Bingkai Majalah Suara Muhammadiyah, sejak tahun 2005 sudah memiliki karya tulis sebanyak 408 tulisan.

Guru Besar Sosiologi UMY itu dalam sambutannya turut mengungkapkan pula bahwa Indonesia akan tampil menjadi negara besar dengan dua kunci utama, yakni ideologi yang akan menjadi peta jalan pemikiran dan langkah bangsa ini, termasuk bagi para elite bangsa.

“Jadi bangsa Indonesia yang tadi disebutnya Pancasila dan agama hidup di negeri ini, kebudayaan juga hidup, tiga nilai dasar itulah yang akan menjadi basic nilai ideologi. Jika Indonesia ke depan tanpa panduan ideologi, yakni dasar nilai dan pemikiran-pemikiran besar, maka Indonesia akan rapuh. Sebaliknya, jika Indonesia ke depan berbasis pada Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa, maka Indonesia akan maju dengan kepribadiannya,” ungkapnya saat peluncuran buku di Universitas Muhammadiyah Makasar, Sulawesi Selatan.

Kemudian yang kedua terletak pada kepemimpinan, yakni pemimpin. “Pemimpin itu diibaratkan sebagai kepala. Hal itu sejalan dengan kata pepatah, “Ikan busuk berasal dari kepala”, sebaliknya “Ikan segar karena kepalanya segar” ”, pungkasnya.

Menurutnya, ke depan Indonesia akan maju menjadi negara besar tergantung pada kepemimpinannya. “Pemimpin bagi bangsa itu mengurus dua hal, yakni menegakkan nilai-nilai agama dan yang kedua mengurus urusan dunia dengan benar. Maka jangan sampai salah kaprah,” tuturnya.

Prof Haedar menyimpulkan dari semua ini yakni, “Jantung Indonesia terletak pada ideologi. Dan kepala Indonesia tergantung pada para pemimpinnya yang bermartabat utama. Jika Indonesia ingin eksis, tergantung jantung dan kepalanya itu”, katanya. (Cris)

Exit mobile version