Bijak dalam Perbedaan Metode Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal: Dinamika di Kansai Jepang
Oleh: Hananto – Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PCIM Jepang
Mukadimah
Pada 2 April 2022 di awal ramadhan 1443H Prof Dr Haedar Nashir M.Si Ketua Umum PP Muhammadiyah menyampaikan seruan meluruskan niat berpuasa yang dimuat dalam laman Suara Muhammadiyah yang dapat dilihat pada link berikut. https://web.suaramuhammadiyah.id/2022/04/02/seruan-prof-haedar-nashir-luruskan-niat-berpuasa/. Hal ini disampaikan guna menyikapi perbedaan awal ramadhan di Indonesia dimana ada yang memulai puasa pada 2 April dan ada yang 3 April 2022. Di dalam seruan tersebut beliau mengimbau perlunya sikap toleran, rendah hati, dan bijaksana dari semua pihak serta tidak perlu heboh dan saling menyalahkan, apalagi membuat pernyataan-pernyataan yang menghakimi disertai sikap merasa benar sendiri. Seruan baik seperti itu tentunya perlu ditularkan ke segenap penjuru dunia tak terkecuali di dalam komunitas muslim Indonesia di Jepang mengingat Prof Haedar Nashir termasuk tokoh muslim paling berpengaruh di dunia seperti dalam rilis ‘’The World’s 500 Most Influental Muslims’’ tahun 2022 dari The Royal Islamic Strategic Studies Center (MABDA) yang berbasis di Yordania.
Dinamika di Kansai Jepang
Salah satu dinamika penentuan awal ramadhan dan syawal yang menarik di Jepang adalah dalam komunitas muslim di wilayah Kansai Jepang. Saya selaku Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PCIM Jepang mendapat laporan dari Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Kansai bahwa terdapat pertanyaan mengapa PRIM Kansai menyelenggarakan Sholat Idul Fitri 1443H secara mandiri dan apakah itu tidak membuat umat terpecah? Pertanyaan ini muncul baik sebelum ataupun sesudah pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1443H pada 2 Mei 2022. Sementara itu pihak penyelenggara lain belum menentukan hari karena menunggu hasil sidang dari Ruyat e-Hilal Committee Japan dan berancang-ancang berlebaran pada tanggal 3 Mei 2022 baik dengan menerbitkan jadwal imsakiyah maupun pengumuman di media sosial seperti Facebook.
Selanjutnya saya selaku Ketua LHKI PCIM Jepang diundang oleh PRIM Kansai untuk menjadi Imam dan Khatib Sholat Idul Fitri 1443H sekaligus direncanakan bersafari untuk berdialog dan memberi pemahaman atas penyelenggaraan Sholat Idul Fitri oleh PRIM Kansai serta mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang diliputi oleh kekurangfahaman terkait ijtihad yang diambil Muhammadiyah.
Saya memenuhi undangan tersebut mengingat LHKI memiliki 4 (empat) tugas pokok dimana tugas pokok nomor 4 adalah: “Mengefektifkan kerjasama dengan berbagai kalangan, baik dalam maupun luar negeri, guna meningkatkan peran Muhammadiyah dan umat Islam secara lebih luas sekaligus mengantisipasi segala bentuk pemojokan yang merugikan Muhammadiyah dan umat Islam.” Sebagai kader Muhammadiyah terlebih sebagai Ketua LHKI PCIM Jepang dengan amanat tugas pokok seperti tersebut diatas seraya memperhatikan kondisi di level akar rumput saya rasa pertanyaan tersebut perlu diantisipasi agar tidak semakin meluas kesalahfahaman terhadap Muhammadiyah karena menentukan tanggal Idul Fitri lebih cepat dan mereservasi tempat untuk antisipasi pelaksanaannya.
Mengingat tidak semua pihak di Kansai dapat ditemui satu persatu dan tidak dapat menjelaskan langsung kepada penanya maka untuk efisiensi dan efektifitas saya menuliskan artikel ini sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan kita semua dan dengan mudah dapat disampaikan kepada siapa saja yang memiliki pertanyaan senada.
Kalender Islam Global (KIG) sebagai Pemersatu Umat
KIG yang dimaksud disini adalah KIG berdasarkan Kongres Penyatuan Kalender Hijriyah di Istambul Turki 2016 yang berprinsip satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia. Kongres tersebut juga menyepakati prinsip kesatuan matlak yaitu menjadikan bumi sebagai satu matlak sehingga bumi tidak dibagi menjadi dua zona tetapi satu zona. Prinsip kesatuan matlak dengan konsekuensi satu hari satu tanggal di seluruh dunia ini disepakati mayoritas peserta kongres. Dari jumlah peserta yang punya hak pilih yaitu 127 orang, terdapat 80 suara menyetujui satu hari satu tanggal. Sedangkan pemilih kalender bizonal sebanyak 27 suara, abstain 14 suara dan tidak sah 6 suara. Perwakilan dari Indonesia yaitu MUI, Muhammadiyah dan NU semuanya memilih satu hari satu tanggal. Hasil kongres lebih rinci dapat dilihat pada link berikut. https://tarjih.or.id/hasil-kongres-kalender-islam-di-turki-wawancara-eksklusif-dengan-ketua-majelis-tarjih-dan-tajdid/. Berdasar hasil kongres tersebut mayoritas dunia menghendaki kesatuan hari dan tanggal dalam kalender hijriyah.
Selanjutnya Muhammadiyah berkomitmen dalam penyatuan kalender hijriyah dengan menindaklanjuti hasil Kongres Istambul 2016. Terlebih Muhammadiyah sendiri telah mendahului mengambil keputusan mengupayakan penyatuan kalender Islam sebagaimana amanat Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 sebelum Kongres di Istambul 2016. Oleh karena itu hasil Kongres Istambul 2016 sejalan dengan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 tersebut. Hasil kongres Istambul 2016 pun ditindaklanjuti Muhammadiyah dengan mensosialisasikannya melalui penerbitan KIG serta melaksanakan berbagai webinar/kajian.
Prinsip berikutnya dalam KIG adalah penerimaan hisab. Menurut para ahli falak bahwa rukyat tidak dapat menyatukan kalender hijriyah bahkan untuk kalender lokal sekalipun. Tantangan umat Islam adalah bagaimana dapat menerima hisab karena hisab adalah satu-satunya metode untuk penyatuan kalender Islam secara global. Disinilah pemahaman maqashid syariah tentang penyatuan kalender memegang peran kunci. Pemahaman terhadap nash secara textual saja tidak cukup untuk memberikan solusi. Pemahaman kontekstual juga memegang peran penting terutama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lebih lanjut KIG juga memiliki prinsip bahwa bila terjadi imkanu rukyat di bagian manapun di muka bumi maka seluruh bumi memasuki bulan baru. Kriterianya adalah Imkan Rukyat dengan tinggi hilal minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat atau dikenal dengan IR 58. Bila terjadi IR 58 di bagian mana pun dimuka bumi (daratan) maka seluruh bumi memasuki bulan baru. Ini sebagai konsekuensi dari satu bumi satu matlak. Frase “di bagian mana pun di muka bumi” disini artinya tidak ditentukannya titik markaz sesuai prinsip KIG. Penentuan titik markaz di suatu tempat di muka bumi baik di negara, kawasan, atau belahan bumi tertentu menjadikan kalender akan bersifat lokal bukan global dan akan berakibat perbedaan penentuan awal bulan pada belahan bumi timur dan barat (bizonal). Tidak ditentukannya titik markaz dalam KIG menunjukkan keadilan bagi seluruh dunia dan akan menyatukan kalender secara global.
Sumbangsih Muhammadiyah dalam penyatuan Kalender Hijriyah
Apa yang dilaksanakan oleh PRIM Kansai dengan mempersiapkan penyelenggaraan Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1443H/2 Mei 2022 berdasarkan KIG yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah adalah salah satu upaya mempromosikan penyatuan umat dalam perayaan hari-hari besar Islam. Alasan lain yang disampaikan PRIM Kansai di antaranya adalah menjamin hak-hak umat terutama penganut/pengamal hisab yang sejak awal telah meyakini bahwa 1 Syawal 1443H jatuh pada 2 Mei 2022 yang tidak hanya berasal dari kalangan Muhammadiyah. Bahkan dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri juga terdapat jamaah dari warga muslim asli Jepang. Alasan berikutnya adalah adanya potensi perbedaan hari raya mengingat adanya perbedaan metode penentuan hari raya dalam komunitas muslim. Selain itu tidak ada penyelenggara lain yang memastikan tanggal 2 Mei 2022 sebagai Hari Raya Idul Fitri hingga adanya keputusan dari Ruyat e-Hilal Committee Japan pada 1 Mei 2022 yang memutuskan 1 Syawal 1443H jatuh pada 2 Mei 2022.
Hal-hal tersebut menjadi tanggung jawab pimpinan Muhammadiyah setempat terhadap Persyarikatan Muhammadiyah dan warga masyarakat yang perlu diperhatikan. Terlebih pada 27 April 2022 penyelenggara lain telah mengumumkan di Facebook akan melaksanakan Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1443H pada tanggal 3 Mei 2022 yang berbeda dengan KIG yang disepakati dunia. Sehingga penentuan Sholat Idul Fitri oleh PRIM Kansai tanggal 2 Mei 2022 berikut penyelenggaraannya dilakukan untuk menjamin hak-hak warga yang meyakini sejak awal bahwa 1 Syawal 1443 jatuh pada tanggal 2 Mei 2022 tersebut.
Kembali ke pertanyaan warga Kansai tersebut tentang apakah penyelenggaraan secara mandiri di tempat lain baik dengan waktu yang sama atau berbeda akan memecah umat? Dapat dijelaskan bahwa justru PRIM Kansai beritikad baik untuk turut serta dalam upaya menyatukan umat dalam perayaan hari-hari besar Islam. Penentuan tanggal 1 Syawal 1443H lebih awal oleh PRIM Kansai yaitu 2 Mei 2002 berdasar KIG justru untuk memudahkan umat dalam rencana kegiatan, pekerjaannya serta pengambilan cuti. Penetapan itu memenuhi alasan syarʻi, berdasar maqashid syariah. Terlebih penyelenggaraan Sholat Idul Fitri tersebut juga merujuk Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19 yang diterbitkan PP Muhammadiyah mengingat pandemi belum berakhir serta kepadatan jamaah dan kapasitas tempat yang ada perlu diantisipasi.
Syukur alhamdulillah akhirnya penyelenggara lain yang awalnya mengumumkan pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1443H pada 3 Mei 2022 berubah menjadi tanggal 2 Mei 2022 setelah menerima hasil dari Ruyat e-Hilal Committee Japan pada 1 Mei 2022. Alhamdulillah secara umum di Jepang berlebaran pada tanggal 2 Mei 2022 sebagaimana telah ditentukan dalam KIG. Justru kini terbukti bahwa bila KIG tersebut digunakan maka dunia Islam bisa bersatu dalam perayaan hari-hari besar Islam. Seandainya terjadi perbedaan pun saya kira kita semua telah dewasa dalam menghadapi perbedaan hari raya yang telah terjadi berabad-abad lamanya sehingga bijak dalam merespon perbedaan.
Khatimah
Meskipun demikian pertanyaan mendasar seperti tersebut diatas perlu direspon sebagai amanat pencerahan umat dengan harapan agar terjadi pemahaman yang paripurna dan meningkatkan kebijaksanaan semua pihak. Seyogianyalah adanya perbedaan baik dalam penentuan tanggal maupun tempat pelaksanaan menjadi khazanah dan tsaqafah (wawasan) dalam dunia Islam yang dapat disampaikan dengan narasi yang baik dan bijak. Justru yang semestinya dilakukan adalah menyambut Idul Fitri dengan gembira terlepas ada atau tidaknya perbedaan waktu dan tempat. Dengan begitu maka ukhuwah Islamiyah akan semakin harmonis.
Akhirul kalam, mengutip kembali pesan dalam seruan Prof Haedar tersebut bahwa “para ulama tingkat tinggi (ar-rasihuna fil-‘ilmi) itu sejatinya memiliki ilmu dan hikmah, sehingga dari pikiran dan lisannya keluar kearifan dan kebajikan utama. Beragama tidak boleh merasa paling benar dan paling suci, karena hanya Allah Yang Maha Tahu siapa yang paling bertaqwa di antaramu (QS An-Najm: 32).” Oleh karena itu, hendaknyalah kita selalu berusaha arif dan bijak dalam perbedaan.
Demikian ikhtiar pencerahan ini disampaikan agar menjadi wawasan kita dalam keberagaman dan keberagamaan. Semoga kita semua diberi hidayah dan taufiq oleh Allah SWT sehingga kita semua dapat memahami pentingnya Kalender Islam Global sebagai pemersatu karena dunia Islam hingga kini belum memiliki satu kalender yang unifikatif untuk seluruh dunia meski peradaban Islam telah berusia 14 abad lebih. Literasi, kesadaran dan keikhlasan kita menerima prinsip-prinsip KIG tersebut akan berkontribusi dalam penyatuan kalender sehingga memajukan peradaban Islam dan menjadi amal jariyah kita di akhirat kelak.
Nun wal qalami wa maa yasturun.