Pelantikan Rektor UMSU, Ini Petuah Ketua Umum PP Muhammadiyah

UMSU

Pelantikan Rektor UMSU, Ini Petuah Ketua Umum PP Muhammadiyah

MEDAN, Suara Muhammadiyah – Jabatan Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) diamanahi kepada Prof Dr Agussani, MAP. Beliau dilantik pada Selasa (24/5) di Kampus Utama UMSU. Beberapa tamu undangan yang hadir, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi, Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Prof Dr H Lincolin Arsyad, MSc., PhD, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Prof Dr H Hasyimsyah Nasution MA, Ketua Badan Pembina Harian UMSU, Dr Bahlil Datuk, MM, Plt Kepala LLDIKTI Wilayah Sumatera Prof Dr Ibnu Hajar, MSi, Prof Dr Ir Djohar Arifin Husin, Ketua Pimpinan Wilayah dan Daerah Muhammadiyah-‘Aisyiyah Sumatera Utara, dan beberapa tamu undangan lainnya.

Prof Haedar Nashir mengucapkan tahniah dan selamat atas dilantiknya Prof Agussani. Selain itu, dirinya juga membicarakan tentang Muhammadiyah Berkemajuan. Terdapat tiga elemen yang dicantumkan dalam arah perjalanan Muhammadiyah dalam lima tahun, yakni kemajuan, kemodernan, dan profesionalitas dalam proses transformasi Muhammadiyah di seluruh aspek dan tingkatan kepemimpinan sampai amal usaha.

“Kemajuan adalah substansi sekaligus juga sudah menjadi karya Muhammadiyah dalam usia 109 tahun yang dalam perjalanannya dan memiliki akar pada islam sebagai landasan gerakan Islam kami, di mana ar ruju ilal quran wa sunnah dan mengembangkan Ijtihad lalu pemahaman Islam yang bayani, irfani, dan burhani secara interkoneksi, dan menghadirkan Islam yang mampu menjadi rahmat bagi semesta dengan memberi jawaban terhadap beberapa problem umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta,” terangnya.

Menurutnya, ide kemajuan selalu hidup di tubuh Muhammadiyah. Dari pusat hingga ranting, karena melakukan proses transformasi yang meliputi tiga macam, pertama Islam yang di internalisasi di dalam jiwa alam pikiran dan orientasi tindakan setiap orang Muhammadiyah, dengan demikian Islam tidak hanya berada di retorika, tetapi harus bisa menyatu.

Kedua, Islam di institusionalisasikan dalam pergerakan Muhammadiyah sampai amal usaha yang dibangun. “Islam bukan hanya menjadi fondasi nilai yang benar, baik, pantas, dan mengandung nilai-nilai utama, tetapi juga Islam yang membawa kemajuan hidup sebagai dinul hadarah, yang hanya bisa dilihat jika Islam itu kita tampilkan dalam amaliyah,” katanya.

Ketiga, Islam di fungsionalisasikan menjadi pilar strategis untuk bangunan umat dan bangsa tegak menjulang tinggi. Negara hadir untuk mengimplementasikan konstitusional, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi seluruh tanah air, memajukan, menyejahterakan, menciptakan negara bersatu, adil, berdaulat, maju, dan makmur. Indonesia sebagai negara bangsa juga dibangun di atas pilar-pilar kekuatan kebangsaan. Salah satu peran sejarah penting adalah Muhammadiyah.

Kemudian, dibidang kemodernan. Kehidupan di masa depan selalu akan ada yang situasi baru yang mana manusia harus mampu menghadapinya. Masalah Covid-19 harus hadir dengan aklimatisasi baru dengan sistem digitalisasi. Saat ini kita telah menjadi orang yang mampu hidup di tengah modernitas dengan kecerdasan, akal budi, dan dengan kapasitas khalifatul fil ardh yang memanfaatkan ruang baru dengan penuh keadaban, kemajuan, martabat, dan mampu perubahan yang lebih menyejahterakan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.

“Ini menantang kita untuk punyai culture baru. Mensinergikan antara culture daring dan luring. Mana yang kita harus punya tetap mempertahankan luring, di mana interkasi sosial kita dibangun dan hidup di situ. Kita tidak lahir dalam kultur masyarakat barat yang mungkin egoistik dan individualistik. Tetapi pada saat yang sama kita harus mereformasi kebudayaan dan komunalitas yang oleh WS Rendra disebut sebagai ‘Budaya Kasur Tua’ dengan alam pikiran baru,” ujarnya.

Kemudian, yang tak kalah pentingnya Muhammadiyah membangun kehidupan secara profesionalitas. Menurutnya, negara harus dibangun dengan profesionalitas, ada objektivitas, ada meritrokrasi. “Muhammadiyah ini paling gelisah entah itu negara, dirinya sendiri, atau lingkungannya tidak didasari oleh profesioanlitas. Karena bencana itu akan terjadi ketika orang yang tidak tahu urusan diberi amanah. Bangunlah bangsa ini dengan maju, modern, dan profesional. Dan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, agama, dan nilai luhur bangsa di mana itu sumber daya hidup bangsa ini yang tidak dipisahkan oleh apapun. Insha Allah jaminannya kemajuan yang akan diperoleh,” pungkasnya.

Kemajuan, modernitas, dan profesionalitas itu brandingnya ada di perguruan tinggi Muhammadiyah. Artinya yang memiliki kekuatan besar untuk mengusung itu. “Ketika hari ini kita ikut menjadi saksi dari pelantikan Pak Rektor, sesungguhnya ini juga merupakan proses kesinambungan di perguruan tinggi Muhammadiyah untuk memperkuat basis kemajuan, modernitas, dan profesionalitas untuk membangun umat dan bangsa,” katanya.

“Mari kita tingkatkan terus peran dan fungsi perguruan tinggi di Muhammadiyah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan peradaban dunia, tanpa kita termakan oleh retorika-retorika yang terlalu bombastis, seakan-akan kita telah berbuat, padahal belum berbuat. Insyaallah Muhammadiyah tidak akan seperti itu karena apa yang tadi saya sampaikan sudah menjadi bukti nyata, lisanul hal, afdholu min lisanil maqal,” imbuhnya. (Cris)

Exit mobile version