Fatima Payman, Muslim Pertama Anggota Senat Australia
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Sejak berdiri tahun 1901, sejarah Negara Australia kembali lahir pada hari ini. Seorang Muslimah yang berjibab terpilih menjadi anggota Senat Australia, melalui pemilihan umum federal minggu lalu. Fatima Payman, namanya. Seorang anak yatim keturunan Afganistan. Fatima berasal dari Partai Buruh. Partai yang sama dengan Anthony Albanese, yang baru saja dilantik sebagai Perdana Menteri Australia yang ke-31. Ia menduduki kursi keenam dari daerah pemilihan Australia Barat, dari 12 kursi yang diperebutkan.
Sesuai dengan konstitusi Australia, parlemen terdiri dari tiga komponen, yakni Ratu Inggris, Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dari tiga komponen ini, hanya dua yang memiliki peran signifikan. Ratu Inggris tidak memiliki kewenangan mutlak. Pemilihan umum diadakan hanya untuk memilih anggota Dewan Perwakilan dan Senat. Tidak ada pemilihan umum langsung untuk memilih Perdana Menteri. Sebab Perdana Menteri Australia secara otomatis akan dipegang oleh pemimpin partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh suara terbanyak di parlemen.
Senat adalah salah satu dari tiga komponen parlemen Australia. Fatima terpilih sebagai anggota Senat. Ia masih muda. Usianya baru masuk 27 tahun. Sebelumnya dia menjadi guru di Australian Islamic College, relawan di berbagai komunitas dan menjadi pendamping bagi anak-anak yang memerlukan. Juga pernah bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk berbagai kegiatan sosial. Ayah dan ibunya adalah bagian dari kumpulan pengungsi dari Afganistan yang tiba tahun 2013 lalu. Pada saat itu terjadi peran saudara di negaranya, yang melibatkan tentara pemerintah dan pasukan Taliban. Akibat perang saudara, banyak warga yang mengungsi keluar negaranya.
Sebagai pengungsi, adalah satu kesyukuran bagi keluarga Fatima. Saat tiba di Australia, untung-baik dapat diterima dan bisa menetap di Benua Kanguru ini. Sebab tidak semua pengungsi bernasib baik seperti mereka. Dimana pada masa-masa itu, pemerintah Australia sangat membatasi penerimaan pengungsi. Terutama pengungsi yang datang dengan menggunakan kapal laut, saat akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Baik semasa dalam perjalanan, maupun ketika sudah akan masuk ke wilayah perairan Australia.
Fatima merupakan anak tertua dari empat bersaudara. Mereka hidup dan dibesarkan di pinggiran Utara Kota Perth, Australia Barat. Untuk membiayai kehidupan keluarga, ayahnya, bekerja keras untuk mencari nafkah. Siang dan malam, tak kenal lelah. Mulai dari anggota satuan penjaga keamanan, sopir taksi, dan pekerja dapur. Semua dilakukan ayahnya untuk memastikan anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik. Lima tahun lalu, ayahnya telah meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.
Ibunya juga seorang pekerja keras. Membantu ayahnya mencari sumber-sumber keuangan. Bahkan ibunya sempat membuka bisnis membuka kursus mengemudi. Dari ayah dan ibunya, Fatima belajar tentang nilai-nilai kerja keras dan ketekunan. Aktivitas dan ketekunannya di berbagai kegiatan sosial, membuat dia dilirik Partai Buruh dan ditawari menjadi calon anggota parlemen. Sekarang Fatima sudah menjadi anggota Senat Australia untuk masa jabatan enam tahun ke depan. Jumlah Senat Australia adalah 76 orang, yang merupakan perwakilan dari masing-masing Negara Bagian.
Australia adalah negara monarki, jadi Ratu Inggris adalah kepala negaranya, yang sifatnya lebih sebagai simbol saja. Gubernur Jenderal menjadi perwakilan Ratu di Australia, yang juga menandatangani undang-undang setelah disahkan anggota parlemen pun melantik Perdana Menteri terpilih. Salah satu tugas Senat adalah mengawal Undang-Undang. Untuk mengesahkan rancangan Undang-Undang menjadi UndangUundang, harus mendapat persetujuan mayoritas anggota Senat atau biasa juga disebut sebagai Upper House atau Majelis Tinggi.
Pemilu Australia tahun ini juga melahirkan sejarah lain. Selain Fatima yang berasal dari Afghanistan, terdapat pula kandidat yang menang untuk kursi Senat atau Parmelen dari berbagai etnis atas asal negara. Setidaknya masih ada empat lagi kandidat yang berasal dari Asia yang duduk di kursi parlemen. Di antaranya adalah kelahiran India, Malaysia, Laos dan Vietnam. Di samping itu, untuk keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat tingkat federal, sudah tiga orang yang Muslim. Hingga kini saya masih mencoba mengkonfirmasinya.
Keterpilihan mereka yang bukan warga asli Australia ini, dapat menjadi salah satu buah keberagaman budaya atau multikulturalisme yang dianut Australia sejak tahun 1973, menggantikan kebijakan sebelumnya berupa asimilasi dan integrasi. Hakikat penting dari kebijakan multikulturalisme yang dianut Australia adalah kesetaraan, menghargai hak budaya komunitas lain, serta diterapkannya prinsip-prinsip demokrasi. Meskipun pada awalnya terdapat penolakan, kebijakan ini dipandang cukup efektif, sehingga dalam waktu singkat segera menyebar dan mendapat sambutan dari warganya. Hadirnya pengungsi dan pekerja dari kawasan Asia Timur, India, Eropa, Afrika dan Timur tengah, membuat Australia semakin beragam, baik dari aspek budaya, agama dan ideologi. Untuk mengakomodir keragaman tersebutlah sehingga muncul kebijakan multikulturalisme ini.
Dengan terpilihnya Fatima Payman, sebagai anggota Senat, dan merupakan muslim pertama yang memakai jilbab duduk di kursi tersebut, tentu memberi harapan besar kepada umat Islam di Australia yang jumlahnya mencapai 2,6 %. Hal ini juga semakin menunjukkan bahwa keberadaan umat Islam di Australia dapat diterima dan telah menyatu dengan kebudayaan setempat. Pun diharapkan dapat mengeliminir kesalahpahaman maupun tuduhan yang tidak semestinya terhadap umat Islam.*
Wassalam
Penulis adalah Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia dan dosen Komunikasi Politik UIN Alauddin Makassar (saat ini sedang non aktif karena menjalani cuti di luar tanggungan negara).
Wollongong, 25 Mei 2022