Pendidikan Tauhid Sejak Dini
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Bagaimana cara menanamkan akidah pada anak dimulai sejak dini? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb.
Muh. Azka (Disidangkan pada Jumat, 20 Rabiulawal 1442 H/6 November 2020 M)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara. Anak merupakan perhiasan dunia yang kelak didamba-dambakan kesalehannya. Anak yang memiliki akhlak karimah, ahli ibadah, ahli agama, berpengetahuan luas merupakan anak yang diimpikan banyak orang. Kini banyak orang tua yang menggandrungi pelbagai seminar terkait pendidikan anak demi tercapainya pendidikan karakter. Hal ini menunjukkan bahwa anak sebagai permata hati bak benih yang dirawat dengan baik agar meraih kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Selain itu, orang tua sering berharap pada anaknya agar menjadi amal jariyah yang mampu mengangkat mereka ke janah Allah swt., atau dengan kata lain sebagai tabungan kebaikan di dunia. Sebagaimana yang disebutkan pada satu hadis,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ [رواه مسلم].
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang berdoa baginya [HR Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bahwa kebaktian seorang anak kepada orang tuanya akan terus memberikan kebaikan pada orang tuanya meskipun telah meninggal dunia. Salah satunya adalah doa seorang anak, akan menjadi pahala yang terus mengalir, memberikan manfaat serta balasan kebaikan bagi kedua orang tuanya tatkala amal-amal lain telah terputus. Jadi dapat dipahami bahwa orang tua bertanggung jawab penuh atas pendidikan yang benar pada anak agar ketika tumbuh dewasa kelak ia berjalan pada jalan yang benar, sebagaimana hadis Nabi saw,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ [رواه البخاري].
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah [HR al-Bukhari].
Orang tua harus memahami tata cara berkomunikasi yang baik pada anak pada setiap jenjang pertumbuhannya. Metode pendidikan yang sesuai dengan usia anak akan semakin memberi peluang keberhasilan pada pembiasaannya. Dalam hal ini, kami membaginya menjadi empat fase sebagai berikut,
-
Fase kehamilan atau pra lahir
Allah berfirman,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَىٰ شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ [الأعراف، 7: 172].
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) [QS al-A‘raf (7): 172].
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah telah lebih dulu mengajarkan janin tentang tauhid jauh sebelum lahir ke dunia. Bahkan di dalam sebuah hadis yang menceritakan proses tumbuh janin dalam rahim mempertegas bukti yang agung ini.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ المَصْدُوْقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذٰلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذٰلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ الرٌّوْحَ، وَيَؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَاللهِ الَّذِي لَا إِلٰهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَايَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا [رواه البخاري].
Dari ‘Abdullah ibn Mas‘ud r.a., (diriwayatkan) ia berkata: Telah berkata kepada kami Rasulullah saw., dan beliau adalah orang yang jujur lagi dipercaya: Sesungguhnya tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama 40 hari berupa nutfah (air mani yang kental), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudgah (segumpal daging) selama itu, kemudian diutus kepadanya malaikat untuk meniupkan ruh, dan ia diperintahkan mencatat empat kata yang telah ditentukan: rezekinya, ajalnya, amalnya, kesulitan atau kebahagiannya. Demi zat yang tiada Tuhan kecuali Dia, sesungguhnya setiap kalian ada yang melaksanakan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dan surga hanyalah sehasta, namun dia telah didahului oleh ketetapan (takdir), maka dia mengerjakan perbuatan ahli neraka, lalu dia masuk ke dalamnya. Di antara kalian ada yang mengerjakan perbuatan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dan neraka cuma sehasta, namun dia telah didahului oleh takdirnya, lalu dia mengerjakan perbuatan ahli surga, lalu dia memasukinya [HR al-Bukhari].
Ayat dan hadis Nabi saw. di atas sangat jelas mengisyaratkan adanya campur tangan Allah dalam mengukuhkan tauhid janin dalam rahim dengan bersaksi atas-Nya. Lalu, orang tua janin yang diamanahi merawat dan membesarkan janin di kemudian hari berkewajiban mendidiknya dengan beragam usaha.
Beberapa usaha atau metode yang dinilai efektif telah kami kumpulkan dari beberapa referensi. Pada buku Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan dan Pertumbuhan Janin yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, dijelaskan mengenai anjuran perangsangan oleh ibu kepada bayi yang hendaknya dilakukan ketika janin telah memasuki usia 4 bulan. Anjuran ini berupa inisiatif seorang ibu untuk mengajak berkomunikasi janin, mendengarkan lantunan doa-doa maupun ayat suci al-Qur’an melalui radio, kaset atau sejenisnya, dengan cara menempelkan alat tersebut di atas perut. Dalam buku tersebut juga dianjurkan agar kegiatan perangsangan ini dilakukan secara rutin agar membuahkan hasil maksimal.
Sedangkan menurut Bunda Fathi dalam buku Mendidik Anak dengan al-Qur’an Sejak Janin, dikatakan bahwa janin mampu bereaksi terhadap rangsangan dari luar, baik itu pendengaran, penglihatan maupun ucapan sang ibu. Perasaan sang ibu yang demikian mampu memengaruhi perasaan janin, dapat ditunjukkan oleh reaksi janin yang akan menendang bila ibu sedang bersedih atau frustrasi. Oleh karena itu menjaga jasmani dan rohani seorang ibu ketika sedang mengandung sama pentingnya seperti menjaga janin itu sendiri. Saudara juga dapat merujuk buku Keajaiban Shalat Untuk Kesehatan dan Janin: Berdasarkan al–Qur’an dan as–Sunah karya Nur Baity sebagai referensi tambahan, namun materi yang mencakup padanya tidak jauh berbeda dengan 2 buku sebelumnya.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa memperbanyak ibadah, membaca ayat suci al-Qur’an, membaca materi-materi keagamaan, menjaga perangai baik dan melaksanakan sunah-sunah Rasulullah saw. merupakan metode terbaik bagi orang tua yang hendak membangun karakter anak saleh dan salihah serta kukuh dalam tauhidnya. Tauhid adalah fondasi seorang muslim, pembentukan dan pembangunannya dibutuhkan serangkaian kebiasaan serta ketaatan terhadap landasan syariat Islam.
-
Fase thufulah
Pra akil balig atau thufulah atau usia dini adalah masa kritis, masa suci dan masa emas bagi seorang anak. Mereka belum dibebani kewajiban syariat sebagaimana mukalaf, namun menjadi kesempatan bagi orang tua untuk memperkenalkan pokok-pokok syariat. Keberhasilan mendidik anak di usia dini dapat mengantarkan pada keberhasilan anak di usia dewasa. Hal ini menggambarkan betapa berharganya masa ini bagi anak. Secara umum usia dini terhitung sejak umur 0-6 tahun. Sedangkan dalam psikologi perkembangan dengan batas sedikit berbeda yakni 0-8 tahun menjadi waktu paling penting dengan pesatnya pertumbuhan daya nalar anak. Oleh sebab itu menanamkan perasaan muqarrabatullah (merasa selalu diawasi Allah) sudah harus dilakukan, agar saat masa balig kelak dirinya secara mandiri mampu menjaga spirit beribadah dan menjauhkan diri dari keburukan dosa-dosa kecil maupun besar.
Mengutip sebuah jurnal pendidikan anak usia dini, tulisan Aidil Saputra, menyebutkan bahwa ada beberapa tahap perkembangan sesuai kepekaan anak yang meliputi; kepekaan sensori (0-3 tahun), kepekaan bahasa (1/5-3 Tahun), kepekaan membaca dan menulis (4-6 Tahun). Tahapan-tahapan ini menunjukkan adanya proses pertumbuhan dan perkembangan anak secara berkala dari fisik serta psikologisnya. Mereka sedang berada pada perkembangan fungsi indra, fungsi kognitif, fungsi spiritual dan fungsi afeksi. Oleh karena itu pengenalan agama yang akan dilakukan orang tua perlu juga bertahap sesuai periodenya masing-masing. Jika merujuk kepada buku pedoman Menjadi Orang Tua Hebat yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka hanya ada tiga metode kunci untuk mendidik anak, yaitu contohkan, ajarkan dan biasakan.
Orang tua hendaknya mendidik anak dengan metode yang menyenangkan, mencerminkan kegiatan positif dan istikamah atas kegiatan rutin yang positif tersebut. Misalnya mengajak ke masjid, mengajarkan pelafalan doa-doa, membaca al-Qur’an dan mengenal ke-Esaan Allah di dunia luar sembari bermain. Indra anak akan menangkap setiap perilaku orang tua hingga menjadi kebiasaan saat menginjak masa-masa bermain nanti. Jadi, orang tua harus pandai menjaga perilaku di hadapan anak, mendidiknya dengan perkataan yang baik serta melakukan hal-hal positif sehingga menjadi rutinitas dan menjaga hubungan sebaik mungkin agar anak merasa nyaman. Hal tersebut merupakan metode terbaik untuk menciptakan pembiasaan bila ditinjau dari aspek psikologisnya. Sebagai contoh, memperbanyak ibadah dan membaca al-Quran secara teratur dengan anak akan sangat penting bagi pertumbuhan spiritualnya.
-
Fase Balig
Adab atau akhlak yang mulia merupakan cerminan dari akidah/tauhid yang sempurna. Untuk itu sebelum mengajarkan adab atau akhlak hendaknya ditanamkan lebih dulu akidah/tauhid pada anak. Untuk anak usia balig, diawali dengan memperkenalkan Allah dan sifat keesaan-Nya, bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang wajib disembah. Tiada Tuhan selain Allah dan tidak akan meminta pertolongan pada siapa pun selain pada Allah. Akidah/tauhid yang kuat akan menjadi fondasi keislaman anak. Sebagaimana firman Allah,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِآبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ, يَبُنَيَّ لَا تُـشْرِكْ بِاللهِۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [لقمٰن، 31: 13].
(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ‘Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kezhaliman yang besar [QS Luqman (31): 13].
Kemudian juga dapat mengajak anak untuk melaksanakan tuntunan ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat dengan mengenalkan tata cara pelaksanaannya dan memberikan pembelajaran tentang konsekuensi dari meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan agama Islam, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadis berikut,
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغُوا سَبْعًا وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوا عَشْرًا وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ [رواه أحمد والبيهقي والدار قطني].
Dari ‘Amr bin Syu‘aib dari ayahnya dari kakeknya (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Suruhlah anak-anakmu melakukan salat pada (usia) tujuh tahun, dan tertibkanlah mereka (bila lalai) atasnya pada (usia) sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat mereka [HR Ahmad, al-Baihaqi dan ad-Daruqutni].
عَنْ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلَاةَ ابْنَ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الْجُهَنِيِّ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ [رواه الترمذي والبيهقي والطبرني وابن خزيمة].
Dari Saburah (Ma‘bad) al-Juhaini, dari pamannya ‘Abdul Malik ibn ar-Rabi‘ ibn Sabrah dari ayahnya dari kakeknya (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Ajarkanlah anak mengerjakan salat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah (tegaskanlah) jika meninggalkan salat ketika berusia sepuluh tahun. Abu Isa (at-Tirmidzi) berpendapat bahwa hadis Sabrah ibn Ma‘bad al-Juhani ini adalah hadis yang hasan sahih [HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thabrani dan Ibnu Khuzaimah].
Dari kedua hadis di atas dapat dipahami bahwa salat harus diajarkan kepada anak oleh orang tuanya ketika anak berusia 7 tahun. Orang tua dapat memberikan hukuman pada anak ketika telah berusia 10 tahun apabila anak meninggalkan salat. Proses pendidikan salat harus diberikan pada anak agar kewajiban, nilai filosofis dan hikmah salat tertanam pada jiwa anak, sehingga ia akan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran sendiri kelak ketika mencapai usia dewasa. Adapun pemberian hukuman oleh orang tua kepada anak yang meninggalkan salat setelah mencapai usia 10 tahun dilakukan dalam rangka membimbing agar anak memahami kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang muslim. Tentu hukuman ini harus disesuaikan dengan keadaan anak, yakni tetap dengan kasih sayang, tidak menyakitkan, bahkan mengarahkan, memotivasi anak untuk lebih giat mengerjakannya.
-
Fase Dewasa
Dalam sebuah artikel yang berjudul Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Pendidikan Islam, Agus Setiawan, mahasiswa IAIN Samarinda, mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan yang menyebutkan bahwa dalam membentuk akidah anak diperlukan pengawasan, sehingga keadaan anak selalu terpantau. Secara universal prinsip-prinsip Islam mengajarkan kepada orang tua untuk selalu mengawasi dan mengontrol anak-anaknya. Hal ini dilandaskan pada al-Qur’an surah at-Tahrim (66) ayat 6. Fungsi seorang pendidik harus mampu melindungi diri, keluarga dan anak-anaknya dari ancaman api neraka. Fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pendidik melakukan tiga hal, yakni memerintahkan, mencegah dan mengawasi (Ulwan 1992). Bukan anak-anaknya saja yang diawasi, tetapi juga dirinya agar, tidak melakukan kesalahan yang menyebabkan dirinya terancam api neraka. Bagaimana ia melindungi keluarganya dari api neraka, jika ia tidak mampu menjaga dirinya sendiri?
Maksud dari pengawasan ialah orang tua memberikan teguran jika anaknya melakukan kesalahan atau perbuatan yang dapat mengarahkannya kepada pengingkaran ketauhidan. Pengawasan juga bermakna bahwa orang tua siap memberikan bantuan jika anak memerlukan penjelasan serta bantuan untuk memahami dan melatih dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan kepadanya.
Metode ini dipakai orang tua untuk anak tanpa ada batasan usia. Metode-metode yang telah dijelaskan harus dilaksanakan secara bertahap sesuai usia anak dan materi yang akan disampaikan. Faktor lain yang penting adalah bahwa semua merode tersebut saling terkait dan saling membantu, dan pendidikan tauhid juga sebagai sebuah proses. Oleh sebab itu pendidikan tauhid dalam keluarga tidak dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan tauhid dalam keluarga harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus. Orang tua tidak boleh putus asa dan menyerah, apalagi sampai menghentikan pendidikan ini. Orang tua harus bertanggung jawab atas pendidikan tauhid bagi anak. Tanggung jawab itu akan menggerakkan orang tua untuk memperhatikan dan memikirkan pendidikan tauhid bagi anak-anaknya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 21 Tahun 2021