BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Pada masa pandemi, beberapa pelaku Usaha Makro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kuartal kedua mengalami keterpurukan pada usahanya.
Untuk menyiasati agar produk UMKM tetap berjalan, tak sedikit para pelaku UMKM memunculkan inovasi, walau tak semua pengusaha melakukannya.
Ketua Pusat Kajian Halal Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung), Saepul Adnan, mengatakan hal itu pada acara Sharing Discussion “Bangga Produk Indonesia” yang digelar MONITORDAY, Selasa (24/05/2022), via Zoom.
Saepul Adnan menyampaikan, para pelaku UMKM dalam menciptakan inovasi sebuah produk di masa pandemi hanya bisa mengandalkan fasilitas yang ada.
Apa saja? Seperti dapur untuk membuat produk dan aplikasi ojek online sebagai perantara untuk mengantarkan produk tersebut kepada para konsumen.
”Kondisi demikian membuat inovasi makin gencar yang dilakukan para pelaku UMKM, meskipun masih membutuhkan bantuan pemerintah,” ucap dosen Teknologi Pangan Halal itu.
Ia meninjau, ada beberapa produk dalam negeri yang kurang berkualitas sehingga membuat masyarakat Indonesia membandingkan dengan produk luar yang harganya lebih murah.
”Kualitas bisa jadi bagus, tapi kalau harga mereka lebih murah, itu bisa menjadi salah satu faktor bahwa produk kita kurang diminati,” tanggapnya.
Kesadaran masyarakat untuk mencintai produk lokal juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan produk dalam negeri kurang bergairah.
”Padahal bila benar cara pengelolaan dan pemasarannya dan kita bangga memilikinya, tentu produk dalam negeri bisa menjual,” kata Saepul Adnan.
Salah satu problem para pelaku UMKM adalah tak maksimal mempromosikan produknya sehingga karyanya kurang diketahui oleh masyarakat.
”Kita kebanyakan tidak bangga untuk mempromosikan produk sendiri, justru malah yang dari luar sana yang melirik produk-produk kita,” jelasnya.
Menurut Adnan, yang membuat orang-orang luar tertarik dengan produk Indonesia karena produknya memiliki keunikan dan kekhasan.
”Orang luar negeri butuh produk lokal yang fungsional dan mengandung imun booster serta tanpa pengawet maupun zat kimia,” tegasnya.
Lestarikan produk lokal
Pria yang berfokus pada teknologi pangan tersebut mengatakan, masyarakat harus mencintai dan melestarikan bahan baku lokal yang dimiliki oleh Indonesia.
Hal tersebut ia terapkan pada salah satu bahan baku hanjeli yang sering ia temui ketika masa kecil.
”Waktu saya kecil, hanjeli dibikin peluru, lalu dimainkan atau dibuat tasbih, gelang, kalung, untuk mainan anak-anak,” kenang Saepul Adnan.
Agar hanjeli tak punah, Adnan pun turut melestarikannya agar dikenal oleh masyarakat. ”Saya cari referensi dari beberapa jurnal mengenai hanjeli, ternyata kandungan proteinnya tinggi,” ujarnya.
Kandungannya yang tinggi menjadikan hanjeli memiliki karakteristik yang sama dengan tepung terigu hingga bisa dijadikan berbagai macam olahan.
”Akhirnya saya coba aplikasikan dan teliti, ternyata hanjeli memungkinkan dijadikan bahan baku roti pengganti terigu,” tutur Saepul Adnan.
Keberhasilannya mengolah hanjeli menjadi bahan baku roti itulah akhirnya Adnan membuat pabrik roti yang diberinama Rotiyu.
Untuk memperkenalkan produknya agar dikenal publik, Adnan memanfaatkan media sosial, salah satunya Instagram.* (Firman Katon).