YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) bekerja sama dengan International Committee of the Red Cross (ICRC) menyelenggarakan Kuliah Umum bertajuk “Peran ICRC dan Hukum Humaniter International untuk Dunia Kemanusiaan” pada Selasa (31/5).
Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UAD Dr. Dody Hartanto MPd dalam sambutan menyampaikan bahwa untuk mencapai kedamaian yang sepenuhnya serta untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan perlu dilakukan melalui proses pendidikan.
“Untuk bisa mencapai kedamaian yang sepenuhnya, untuk bisa menanamkan nilai-nilai kemanusiaan tampaknya tidak bisa tidak harus dilewati melalui proses pendidikan dan merupakan hal yang besar sebuah agenda yang besar luar biasa,” jelasnya.
Kegiatan yang berlangsung daring tersebut juga merupakan inisiasi dari kerja sama antara UAD dengan ICRC yang telah berlangsung selama kurang lebih 5 tahun.
“Semoga kerja sama antara UAD dan ICRC dapat terus terjalin dengan berbagai kegiatan lainnya, baik kegiatan bidang pendidikan dan pembelajaran penelitian maupun kegiatan pengabdian kepada masyarakat,” harap Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) UAD Dikdik Baehaqi Arif MPd.
Senada dengan itu, Regional Coordinator for Global Affairs at International Committee of the Red Cross (ICRC) Lauren Grace Armstrong menyampaikan bahwa UAD merupakan salah satu perguruan tinggi milik Muhammadiyah yang terus menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan. Lauren berharap kerja sama antar kedua pihak dapat terus berlangsung dan terus berkembang.
“UAD merupakan salah satu universitas terbesar di Indonesia milik Muhammadiyah yang memiliki peran penting dalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Tidak hanya dalam ranah akademik, tetapi juga diterapkan dalam aksi nyata,” terangnya.
“Oleh karena itu kerja sama dengan UAD, dan Muhammadiyah merupakan salah satu hal penting yang perlu dilakukan oleh ICRC untuk merawat dan mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dan saya sangat berharap kita bisa berkembang lebih jauh lagi,” lanjutnya.
Dalam materinya, Communication Officer ICRC Sonny Nomer menyampaikan bahwa ICRC merupakan organisasi yang tidak memihak, netral dan mandiri, yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan. Yaitu melindungi kehidupan dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya, serta memberi bantuan.
Selain itu, ICRC yang beridiri pada 17 Februari 1863 juga berusaha untuk mencegah penderitaan dengan mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
“ICRC mengatur dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan international yang dilakukan oleh gerakan dalam konflik-konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya,” jelasnya.
Sonny menambahkan bahwa ICRC yang telah berusia 159 tahun pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1940-an. Salah satu tugas utama ICRC saat itu adalah memastikan tentara-tentara Belanda yang menjadi tahanan tentara Jepang tetap diperlakukan secara manusiawi.
“Tidak disiksa, tidak dibunuh dan lain-lain,” lengkap Sonny.
Selanjutnya pada tahun 1945, ketika presiden Seokarno ditahan, ICRC juga melakukan kunjugan tahanan untuk memastikan agar presiden diperlakukan dengan baik.
Di sisi lain, Legal Officer ICRC Ursula N Langouran menyampaikan bahwa Hukum Humaniter Internasional adalah sekelompok peraturan yang atas dasar kemanusiaan, bertujuan untuk membatasi dampak dari konflik bersenjata.
“Salah satu tugasnya adalah melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertempuran seperti tertuang dalam Empat Konvensi Jenewa 1949, serta membatasi alat dan metode peperangan dalam Dua Protokol Tambahan 1977,” jelasnya. (dan/rpd)