Pengajian UMKU: Aplikasi Manajemen Organisasi dan Akhlak Ber-Muhammadiyah

gedung umku

Pengajian UMKU: Aplikasi Manajemen Organisasi dan Akhlak Ber-Muhammadiyah

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung ” (Al Qur’an Surat Ali Imron : 104)

KUDUS, Suara Muhammadiyah – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah,  Prof. Dr. H. Muhammad Abdul Fattah Santoso, M. Ag., menyampaikan materi pengajian dengan tema  “Aplikasi Manajemen Organisasi dan Akhlak Ber-Muhammadiyah di Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA)”.

Pengajian yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) secara rutin dibuka oleh  Dr. Rusnoto, SKM, S. Kep.,  M. Kes (Epid) Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus diikuti Pengurus Badan Pembina Harian, dosen dan tenaga kependidikan secara daring pada Senin, 13 Juni 2022. Materi yang diterima oleh peserta pengajian adalah  pendekatan dalam pengajian.

Menurut Fattah, pendekatan pengajian berbasis Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) merupakan Akhlak ber-Muhammadiyah telah dirumuskan dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta, 8 s.d. 11 Juli 2000,  PHIWM adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Fattah  menjelaskan bahwa Manajemen organisasi telah tercakup dalam PHIWM melalui kata kunci mengelola amal usaha, mengembangkan profesi, dan mengembangkan iptek.

Pedoman  Hidup  Islami  Warga  Muhammadiyah (PHIWM) mencakup kehidupan  dalam  lingkup  pribadi,  keluarga,  bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan  bernegara,  melestarikan  lingkungan,  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).

Karena narasi putusan itu dirumuskan dalam kalimat-kalimat panjang yang dapat menyulitkan pemahaman, maka pemaparannya kali ini disertai dengan nilai/kata kunci yang semoga memudahkan ingatan dan pemahaman.

Fattah, Guru besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta  menjelaskan juga bahwa PHIWM dalam Mengelola Amal Usaha ada 13 (tiga belas) butir, yaitu :

Pertama, Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media da’wah Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksananya  maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan  misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi da’wah.  (Q.S. Ali Imran/3: 104, 110).

Kedua, Amal  usaha  Muhammadiyah  adalah  milik  Persyarikatan  dan  Persyarikatan bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi dengan baik serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan berkewajiban menjadikan amal  usaha dengan pengelolaannya secara keseluruhan sebagai amanat umat yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. (Q.S. An-Nisa/4: 58).

Ketiga, Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan  dalam kurun  waktu  tertentu.  Dengan demikian pimpinan amal usaha  dalam mengelola  amal  usahanya  harus  tunduk  kepada  kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak menjadikan amal usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau  keluarga,  yang  akan  menjadi  fitnah  dalam kehidupan  dan  bertentangan dengan amanat. (Q.S. Al-Anfal/8 : 27).

Keempat, Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah  anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan kepentingan-kepentingan Persyarikatan.

Kelima, Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat  memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban  amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi  manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya. (Q.S. Al-Hasyr/59: 18).

Keenam, Pimpinan amal  usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan penuh kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat penting  agar amal usaha senantiasa dapat berlomba-lomba dalam  kebaikan (fastabiq al-khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman.

Ketujuh,  Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan amal usaha Muhammadiyah berhak menda-patkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai  ketentuan  yang  berlaku) yang disertai dengan sikap amanah dan tanggungjawab akan kewajibannya. Untuk itu setiap pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.

Kedelapan, Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban  melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung  jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada  pimpinan Persyarikatan secara bertanggung jawab dan  bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kesembilan, Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa  menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha  yang menjadi tanggung jawabnya dan menjadikan amal usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat da’wah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga  menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesepuluh, Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang dipekerjakan sesuai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah diharapkan karyawan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan amal  usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan  berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh kesejahteraan dan memperoleh hak-hak  lain yang layak tanpa terjebak pada rasa ketidakpuasan,  kehilangan rasa syukur, melalaikan kewajiban dan bersikap berlebihan.

Kesebelas, Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan  untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan ibadah.

Keduabelas, Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha  Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturahim dan  membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis  (persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal usaha masing-masing.

Ketigabelas, Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain melakukan aktivitas pekerjaan yang  rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan

taqarrub kepada Allah dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian Al-Quran dan As-Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan mu’amalah lainnya yang tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.

 

Lebih lanjut Fattah menjelaskan PHIWM dalam Mengembangkan Profesi ada 7 (tujuh) butir, yaitu

Pertama, Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dijalani setiap orang sesuai dengan keahliannya yang menun-tut kesetiaan  (komitmen), kecakapan (skill), dan tanggunggjawab yang sepadan sehingga bukan semata-mata urusan mencari nafkah berupa materi belaka.

Kedua, Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya di bidang  masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan)  dan kebaikan (thayyibah), amanah, kemanfaatan, dan kemaslahatan yang membawa pada keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Ketiga, Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi  dan jabatan dalam profesinya hendaknya menjauhkan diri dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme, kebohongan, dan hal-hal yang batil lainnya yang menyebabkan kemudharatan dan hancurnya nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kebaikan umum.

Keempat, Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun profesinya hendaknya pandai bersyukur kepada Allah di kala menerima nikmat serta bersabar dan bertawakal kepada Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari siksa.

Kelima, Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka bumi ini.

Keenam, Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan prinsip bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan,  serta tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.

Ketujuh, Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan kewajiban zakat maupun mengamalkan shadaqah, infaq, wakaf, dan amal jariyah lain dari penghasilan yang diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan diri dari hukum) dalam menginfaqkan sebagian rejeki yang diperolehnya itu.

Fattah menjelaskan kembali bahwa ada 7 (tujuh) tip dalam menjalani profesi, yaitu :

  1. Ikhlash (إخلاص)
  2. Shidiq (صدق)
  3. ‘Ibadah (عبادة)
  4. Khilafah (خلافة)
  5. Ta‘awun (تعاون)
  6. Ita’uz zakah (إيتاء الزكاة)
  7. Shadaqah wa Infaq wa Waqf (صدقة و إنفاق و وقف)

(Supardi)

Exit mobile version