BPKH Menyehatkan BMI?
Oleh: DR. Masud HMN
Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah Bank pertama syariah di Indonesia yang berdiri 1 Mei 1992. Saat badai krisis moneter 1997/1998 yang menyebabkan banyak bank konvensional menjadi Pasien BPPN, BMI mampu bertahan tanpa sentuhan BPPN meskipun menyebabkan turunnya kinerja keuangan BMI dan mengalami kerugian signifikan. Pada tahun 1999, asset BMI pada saat itu adalah Rp 693 M, mengalami kerugian sebesar Rp. 78 M, ROE -271,94% dan NPF sebesar 53,33%.
Melalui RUPSLB pada tanggal 21 juni 1999, terpilihlah direksi baru dari internal yang mampu membawa BMI sukses keluar dari krisis. Kerja keras manajemen baru ini membuahkan hasil yang memuaskan dan berhasil membalikkan keadaan dari kondisi rugi yang cukup besar menjadi surplus di tengah-tengah kondisi industri yang sedang babak belur dihantam krisis ekonomi. Keberhasilan ini dapat dilihat dari data 2000, asset BMI naik signifikan ke angka Rp 1,1 T, dengan laba sebesar Rp 3 M, ROE menjadi positif di angka 3,98%, dan NPF turun ke angka 12,84%.
Keberhasilan inilah yang membuat Bank Muamalat dilirik oleh para calon investor. Dibawah pimpinan CEO pada waktu itu, BMI telah sukses membawa para investor dalam dan luar negri untuk memperkuat permodalan BMI yaitu BPD-ONH, IsDB, SEDCO dan boubyan. Tambahan modal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh manajemen dan membuat kinerja keuangan BMI terus meroket hingga tahun 2013 dimana Asset terus tumbuh secara signifikan dari tahun ke tahun menjadi Rp 54,694 T, laba terus membaik ke angka Rp 478 M, ROE menyentuh angka fantastis di angka 32,87%, dan NPF turun drastic ke angka 0,78%.
Aka tetapi keberhasilan manajemen BMI diatas tidak bisa dilanjutkan oleh manajemen BMI setelahnya, terbukti setelah beberapa kali terjadi pergantian direksi pada tahun berikutnya kinerja keuangan BMI mulai menurun dan lebih parah lagi terjadi pada masa direksi saat ini.
Hal ini berdasarkan laporan keuangan desember 2020 laba bersih hanya BMI hanya tersisa Rp 10 miliar, yang secara keseluruhan baik ROA maupun ROE mengalami penurunan secara signifikan. Begitu juga dengan kinerja keuangan desember 2021 laba mengalami penurunan menjadi hanya Rp 8,9 M, dengan ROA maupun ROE juga menurun.
Dari potret laporan Keuangan Q1 2022 setelah masuknya dana segar BPKH sebesar Rp. 3 T, kinerja keuangan BMI tidak membaik bahkan trennya menurun. Pendapatan setelah distribusi bagi hasil turun 30% dari periode yang sama tahun lalu ke 102,8 M. Dengan total ATMR turun 28% dari periode yang sama tahun lalu terlihat pencapaian Laba hanya sebesar Rp 11,9 M diperoleh karena adanya peningkatan ‘pedapatan lainnya’. Hal ini juga disebabkan karena BOPO masih tetap tinggi, sedangkan ROE dan ROA masih sangat rendah.
Dari sisi pendapatan dari pengelolaan dana sebagai mudharib juga turun 50% dari periode yang sama tahun lalu yang menunjukkan buruknya kinerja pembiayaan karena banyaknya dana yang tidak tersalurkan. Jika kondisi ini tidak diperbaiki dengan mengganti manajemen saat ini, maka akan berdampak buruk pada kinerja keuangan pada quartal berikutnya.
Sebelumnya Direksi telah berusaha menyehatkan keuangan BMI untuk penambahan modal dgn mencari investor baru. Dalam hal ini direksi BMI telah beberapakali mengundang investor melalui right issue. Namun semua pelaksanaan right issue selalu mengalami kegagalan mendapatkan investor.
Memasuki 2020 pada awal pemerintahan kabinet indonesia maju wacana masuknya modal BPKH ke BMI mulai menemukan titik terang setelah adanya persetujuan DPR serta dukungan walpres dan meneg BUMN, sebagai tindaklanjut dari arahan presiden 2018. Sehingga pada 15 november 2021, BPKH menerima hibah saham dari Islamic Development Bank (IsDB), SEDCO dan Boubyan, dengan demikian BPKH telah menjadi pemegang saham mayoritas. Namun Kebijakan hibah ini adalah inisiatif sendiri dari IsDB, SEDCO dan Boubyan untuk menghibahkan pada lembaga yg kredibel dan juga upaya lobi oleh BPKH dan pemerintah.
Dalam usaha untuk menyelamatkan BMI maka BPKH mengambil insiatif utk menambah modal melalui rights issue dgn menambah modal senilai Rp 1 triliun dan memberikan pinjaman berupa sukuk subordinasi senilai Rp 2 triliun maka BPKH menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) berdasarkan ketetapan OJK 14 februari 2022. Harapannya kedepan seperti yang dikatakan oleh ketua BPKH, Anggito Abimanyu (detik dan CNN Indonesia; 2022) adalah BPKH mampu dan layak mengembangkan Bank Muamalat kedepan dengan melakukan transformasi dan mencapai kinerja yang positif guna mendapatkan imbal hasil yang positif dari dana jamaah haji yang di investasikan ke BMI dan pelayanan BPKH melalui BMI bisa lebih maksimal.
Karena kegagalan manajemen BMI saat ini sudah menjadi perhatian banyak pihak termasuk merombak manajemen yang ada saat ini demi mempertahankan kredibilitas investasi BPKH yang mengutamakan asas kehati-hatian dan profesionalitas, seperti Fauziah Rizki Yuniarti, Peneliti Ekonomi Syariah INDEF (Republika; 2021). Selain itu, BPKH diminta untuk mencari tahu “what went wrong” dengan manajemen yang ada dengan melakukan investigasi, mencari tahu apa yang salah, siapa yang harus bertanggung jawab supaya akar masalahnya bisa diketahui dengan cepat dan diselesaikan karena BPKH ini diberikan tanggung-jawab untuk mengelola dana umat.
Penulis berpendapat bahwa dari prinsip dan tujuan investasi dana BPKH diatas, analisis dari sisi regulasi, GCG dan evaluasi kinerja serta adanya dugaan kuat salah kelola yg dilakukan oleh manajemen BMI saat ini, maka ada suatu keharusan dan wajib adanya pergantian Direktur Utama dan direksi secara menyeluruh oleh BPKH sebagai PSP.
Menurut informasi, BMI akan menyelenggarakan RUPSLB 24 juni 2022. Bagi masyarakat Ini adalah momentum reformasi penyehatan BMI yg kedua, setelah momentum pertama rupslb 28 februari lalu BPKH telah salah mengambil keputusan karena tetap mempertahankan Direktur utama dan direksi saat ini yg tidak mampu mengelola BMI.
Para stakeholder, semua umat Islam dan jamaah haji pemilik BPKH sangat berharap pada RUPSLB 24 juni pengurus BPKH yang dipimpin Anggito Abimanyu berpikir rasional murni bisnis dan kepentingan umat, dengan melakukan perubahan pengurus BMI dan memilih Direktur Utama yang baru yang profesional, amanah, kompeten, teruji dan terbukti rekam jejaknya. Hal ini tentu setelah melalui proses seleksi yang transparan oleh lembaga independen dan kredibel.
Sebenarnya, kriteria calon CEO BMI yang tepat dan mampu menahkodai BMI yang sedang krisis ini pernah ditulis oleh Muhammad Iman Sastra Mihajat (Republika, 4 juni 2021) bahwa BMI membutuhkan CEO berpengalaman dalam mengatasi krisis dari sisi keuangan ataupun kepemimpinan, bisa membangun kembali kepercayaan masyarakat, mampu membangkitkan gairah internal untuk bekerja keras, memiliki andil dan pernah sukses dalam penyehatan perbankan syariah di masanya, mengerti nilai syariah dan maqasid syariah, mampu kembali membangun jaringan dan memperoleh kepercayaan, memiliki dasar kepemimpinan kuat, harus bervisi misi jelas dan memiliki strategi matang, mampu membangun kultur yang baik dan Islami, menanamkan etos kerja yang baik kepada karyawan, pro umat, memiliki sifat heroisme dalam penyelamatan BMI, futuristic, dipercaya oleh ormas Islam besar Indonesai seperti NU dan Muhammadiyah, berintegritas dan pernah dipercaya mengemban tugas penting baik di level nasional maupun global.
Tentunya keputusan strategis pengurus BPKH periode 2017-2022 dalam upaya penyehatan BMI ini akan tercatat oleh sejarah khususnya pada rekam jejak digital semua media dengan meninggalkan legacy dan husnul khotimah diakhir masa jabatan dengan menyerahkan BMI kepada manajemen baru yang mampu membawa BMI maju kembali seperti sedia kala. Sehingga BMI menjadi lembaga keuangan syariah tersehat & terbesar di level nasional dan global.
DR. Masud HMN, Dosen Pasca Sarjana UHAMKA