FORPAMA dan MPS PWM DIY Lakukan Studi Tiru Ponorogo
PONOROGO, Suara Muhammadiyah — Forum Pengelola Panti Asuhan Muhammadiyah Aisyiyah (FORPAMA) bersama Majelis Pelayanan Sosial (MPS) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Derah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadakan studi tiru dan silaturahmi ke Panti Asuhan Tuna Netra Terpadu Aisyiyah Ponorogo, dilanjutkan dengan rihlah ke Pacitan dengan destinasi wisata Goa Gong dan Pantai Klayar, Sabtu (11/6).
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Panti Asuhan Muhammadiyah- Aisyiyah se D.I. Yogyakarta yang tergabung dalam FORPAMA.
Kegiatan diawali dengan acara pelepasan rombongan oleh Ketua PEM DIY, Gita Danupranata, M.M, dan Ridwan Furqoni, M.P.I selaku Ketua MPS PWM DIY. Bertempat di Aula kantor PWM DIY, Ridwan Furqoni dalam sambutanya menyampaikan bahwa kegiatan ini di samping sebagai ajang untuk belajar, juga untuk melepas penat para pengelola setelah berkecimpung dalam dinamika pengasuhan anak. Selain itu juga untuk menjalin keakraban sesama pegiat layanan sosial anak.
“Kegiatan ini adalah inisiasi dari forum FORPAMA DIY semoga dapat menjadi sarana belajar dan melepas penat ditengah kesibukan mengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak”, ungkap Ridwan.
Sementara itu, Ketua PWM DIY, Gita Danupranata, S.E, M.M. dalam sambutan menambahkan akan pentingnya adaptasi para pengelola dan pengasuh panti asuhan terhadap perkembangan zaman, lbagaimana pola asuh yang benar dan dapat mendidik anak asuh secara tuntas serta mengedepankan inklusifitas dalam layanan.
“Para pengelola dan pengasuh panti asuhan harus dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, serta terus belajar bagaimana memberikan layanan maksimal serta menjalankan pola asuh dan pendidikan secara tuntas dan tepat di lembaga, serta yang akan dipelajari oleh para pengelola panti asuhan adalah bagaimana layanan inklusif itu diterapkan pada lembaga. Semoga acara yang akan berjalan ini sukses memberikan pengetahuan”, imbuh Gita.
Rombongan berangkat dari Gedung Muhammadiyah DIY pukul 00:00 WIB dan tiba di Ponorogo pukul 03:30 WIB, diawali dengan sholat subuh berjama’ah dan bersih diri di Masjid Darul Hikmah.
Masjid Darul Hikmah merupakan masjid yang bersejarah di Kabupaten Ponorogo dan Muhammadiyah, salah satunya ialah karena menjadi lokasi perhelatan tanwir Ponorogo Muhammadiyah kala itu. Setelah melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, rombongan disambut oleh pengurus takmir dan ibu-ibu Aisyiyah cabang Ponorogo Kota.
Ditemani oleh suguhan teh hangat dan jadah bakar serta kue punten, para perserta diberikan penjelasan mengenai sejarah Masjid Darul Hikmah oleh Bapak Badruddin selaku wakil II takmir Masjid.
Dalam pemaparanya, beliau menyampaikan bahwa Masjid Darul Hikmah merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kabupaten Ponorogo, sebelum memiliki nama Darul Hikmah pada awalnya disebut sebagai Pasolatan, tempat ini juga sering menjadi tempat ibadah Kyai Dahlan Ketika berdagang batik di Ponorogo, selain itu pada peristiwa pemberontakan tahun 1948 PKI Madiun, masjid ini menjadi tempat berlindung para Kyai Gontor dari kejaran PKI. Hingga pada puncaknya, Masjid ini menjadi arena Tanwir Muhammadiyah tahun 1969, yang kemudian melahirkan Khittah Ponorogo dan menjadi awal mula terbentuknya Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM).
Setelah itu peserta melanjutkan kunjungan ke Panti Asuhan Tuna Netra Terpadu Aisyiyah Ponorogo yang merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang dibawahi langsung oleh Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS) Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Ponorogo.
Dalam lingkungan panti terdapat Sekolah Luar Biasa yang menjadi sarana pendidikan anak berkebutuhan khusus, baik yang menjadi anak asuh dalam panti maupun luar panti. Acara inti studi tiru di Panti Asuhan Tuna Netra terpadu Aisyiyah Ponorogo turut dihadiri oleh ketua PDA Kabupaten Ponorogo, Ibu Hj Titi Listyorini sekaligus memberikan sambutan, didampingi oleh Majelis Kesejahteraan Sosial.
Dalam sambutanya, Ketua PDA Ponorogo menjelaskan bagaimana penerapan kata Terpadu dalam nama lembaga,
“bahwa lembaga berusaha memadukan antara anak difabel dengan non difabel atau disebut inkulsi dalam satu lembaga pengasuhan agar saling berinteraksi. Sedangkan penggunaan Tuna Netra dikarenakan fokus lembaga ini pada penyandang Tuna Netra. Meski demikian lembaga tersebut juga menerima dan menangani penyandang disabilitas yang lain” tuturnya.
Diskusi studi tiru ini berjalan dengan hangat, peserta sangat antusias, dan banyak pertanyaan terkait pengasuhan dan manajemen lembaga.
Setelah acara tersebut, rombongan melanjutkan rihlah ke Goa Gong dan Pantai Klayar di Kabupaten Pacitan serta meneruskan perjalanan kembali ke Yogyakarta. (Bagus/D)