MEDAN, Suara Muhammadiyah – Persoalan masyarakat miskin hari ini adalah sulitnya mendapatkan akses keadilan. Masyarakat miskin juga butuh penyadaran disamping bantuan hukum. Demikian disampaikan Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Prof.Dr. Muhammad Arifin Mhum pada pembukaan diskusi dengan tema “Penerapan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin”.
Gelaran diskusi yang diselenggarakan Fakultas Hukum dan Lembaga Bantuan Hukum UMSU itu berlangsung Kamis lalu (16/6) di aula Fakultas Hukum UMSU Lt-II.
Diskusi hukum itu menghadirkan tiga narasumber Masan Nurpian, S.H., M.H Subkoordinator Program Bantuan Hukum Pusluhbankum BPHN RI melalui zoom meeting, Dwi Aries Sudarto, S.H., M.H Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan Dr. Eka N.A.M Sihombing, S.H., M.Hum Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara.
Wakil Rektor I UMSU Muhammad Arifin mengatakan bahwa peran organisasi bantuan hukum sebagai pemberi hukum sangat diharapkan bagi masyarakat miskin yang membutuhkan akses keadilan. Beliau mengilustrasikan masing-masing penegak hukum memiliki kepentingan yang berbeda dalam menjalankan tugasnya, tak dapat dipungkiri dalam melakukan pembelaan terhadap penerima bantuan hukum ada di tangan Organisasi Bantuan Hukum. “Sudah seharusnya OBH sebagi garda terdepan harus menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana amanah dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” ujarnya.
Diskusi publik yang membahas tentang Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin di pandu Bornok Simanjuntak, S.H., M.H.
Sebelumnya, Direktur LBH UMSU Faisal Riza, S.H., M.H dalam sambutannya menjelaskan, Perda Nomor 1 Tahun 2022 baru saja diundangkan pada tanggal 19 April 2022, tentu ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah khususnya Provinsi Sumatera Utara dalam peduli terhadap masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum. “Melalui Diskusi Publik ini, kami berharap Organisasi Bantuan Hukum harus turut andil dalam mensosialisasikan Perda tersebut,” katanya.
Sementara, Masan Nurpian, S.H., M.H sebagai Subkoordinator Program Bantuan Hukum Pusluhbankum BPHN RI menyampaikan apresiasinya terhadap kehadiran Perda yang belum lama ini disahkan. “Namun ada beberapa masukan terkait apa yang menjadi isi dari peraturan daerah tersebut seperti yang terdapat pada Pasal 9 huruf c yang sebenarnya memerlukan dokumen tambahan,” ungkapnya.
Kemudian Dwi Aries Sudarto, S.H., M.H Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut dalam paparannya mengatakan, pengelolaan anggaran di Perda ini tidak mudah, seperti diketahui di mulainya suatu perkara sampai dengan inkracht itu bisa memakan waktu yang cukup lama. “Mungkin kita bisa belajar nanti dari daerah lain yang sudah lama membuat Perda tentang bantuan hukum ini,” katanya.
Dwi juga mengucapkan terimakasih atas berbagai masukan dari organisasi bantuan hukum terhadap perda ini, yang nantinya akan dibahas sebagai bahan masukan pada peraturan gubernur yang menjadi turunan dalam Perda ini.
Dr. Eka N.A.M Sihombing, S.H., M.Hum dari Kanwil Kemenkumham Sumut sekaligus akademisi sebagai narasumber terakhir mengatakan, dirinya termasuk yang ikut serta dalam pembuatan perda tentang bantuan hukum ini. Eka menuturkan, wacana ini berawal dari tulisannya yang tertuang dalam jurnal RechtsVinding Tahun 2013 dengan judul “Mendorong Pembentukan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum di Provinsi Sumatera Utara”
“Kehadiran Perda ini cukup luar biasa dan menjadi penantian yang cukup lama sehingga di perlukan akselerasi seperti sosialisasi, kerjasama dan pengawasan,” kata Eka yang juga Ketua APHTN-HAN Sumut ini. (Syaifulh)