Bentuk RUU Pemerintahan Digital, DPD RI Uji Sahih di UMY
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Perkembangan Teknologi yang kitan pesat menunjukkan bahwa dunia saat ini tengah memasuki era revolusi 4.0. Segala bentuk aktivitas kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menyandarkan pada sistem informasi berbasis digital secara cepat dan global. Ditambah kebutuhan akan sistem pemerintahan berbasis digital menjadi keniscayaan dan semakin nyata.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan tidak cukup hanya dengan pendekatan konvensional tradisional. Maka, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan Uji Sahih Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Digital dalam Focus Group Discussion (FGD) di Gedur AR Fakhruddin UMY, Kamis (23/6/2022).
Hadir dari Pimpinan Panitia Perancangan Undang-Undang (PPUU) DPD RI Eni Sumarni, Anggota DPD RI Afnan Hadikusumo, dan para anggota DPD dari berbagai provinsi. Turut hadir Wakil Direktur Pancasarjana UMY Titih Huriah serta para pemateri yaitu Eko Prasojo, Ulung Pribadi, Winni Setyonugroho, dan Beni Hidayat.
RUU Pemerintahan Digital yang dibangun di bidang pemerintahan ini ditujukan untuk menjamin kepastian hukum atas penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Lebih dari itu, Undang-Undang tentang pemerintahan digital juga akan menjadi instrumen rekayasa nilai sosial dan ekonomi yang hidup di masyarakat dan pemerintah dalam lingkungan hidup yang semakin digital.
Pada prosesnya, PPUU DPD RI pada akhir tahun 2021 telah mengusulkan sebuah RUU yang dapat mengatur dan mengakomodasi digitalisasi di bidang pemerintahan dan telah masuk dalam daftar panjang Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 sebagai usul inisiatif DPD RI.
Dengan tersusunnya materi muatan tersebut, melalui tahapan uji sahih RUU tentang Pemerintahan Digital ke daerah diharapkan bisa mendapatkan pandangan yagn lebih komprehensif serta saran konstruktif dari para akademisi, pemangku kepentingan dan tentunya masyarakat dalam rangka perbaikan serta penyempurnaan Naskah Akademik dan draf RUU yang telah disusun PPUU DPD RI.
Berbagai tanggapan serta saran diberikan oleh para pemateri maupun peserta FGD Uji Sahih Pemerintahan Digital. Diharapkan dengan usulan RUU ini dapat menjadikan Indonesia dapat melakukan lompatan besar dalam bidang digital terutama di bidang pemerintahan yang sesuai dengan zaman digital masa depan.
Penunjukkan UMY sebagai mitra Uji Sahih RUU Pemerintahan Digital dinilai tepat karena Program Ilmu Pemerintahan baik di jenjang sarjana mau pun pascasarjana memiliki SDM yang mumpuni. PPUU dan para anggota DPD RI mengapresiasi UMY dalam memfasilitasi FGD Uji Sahih yang akan terus berkolaborasi antara akademisi dan pemerintahan.
Pandangan Pemateri
Dosen Ilmu Pemerintahan UMY Ulung Pribadi menyampaikan bahwa dalam RUU tersebut diperlukan untuk mengubah paradigma dari electronic government (pemerintahan digital) menjadi electronic governance (tata kelola pemerintahan digital).
Dengan begitu menurutnya akan melahirkan satu bentuk pemerintahan yang terintegrasi melalui hubungan yang sinergis antara pemerintah, pelaku ekonomi, pelaku industri, pengguna (customer), dan masyarakat serta mendorong terbentuknya mekanisme penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang melibatkan semua stakeholders secara bersama-sama dan setara (engagement).
Lebih lanjut, disampaikan Ulung, ia menilai bahwa draft ini tidak hanya menekankan bidang ekonomi saja. Namun, perlu mencakup bidang lainnya seperti lingkungan, sumber daya alam, perubahan iklim, bencana, karifan lokal, pengentasan kemiskinan, dan sebagainya dengan tujuan akhir pemberdayaan masyarakat atau citizens empowerment.
Turut memberikan pandangan, Winny Setyonugroho, Kepala Divisi Website, Aplikasi, dan Big Data Lembaga Sistem dan Informasi UMY. Ia mengapresiasi adanya inisiatif RUU karena merasakan UU tersebut akan sangat diperlukan khususnya untuk praktisi di bidang teknologi informasi. Namun menurutnya, perlu diciptakan standar data dan informasi dari bawah maupun atas.
“Standar data harus ada, standar komunikasi data pun standar keamanan yang tegas. Dalam draft ini juga belum diatur bahwa data apa saja yang boleh diminta dari penduduk, siapa yang boleh meminta, siapa yang menyimpan, dan bagaimana kewajibannya. Ini termasuk standar data policy dan keamanan. Agar masyarakat jelas menolak memberikan data kepada yang tidak berwenang tanpa harus kehilangan hak dan kesetaraan terhadap layanan,” jelas Winny, praktisi IT UMY.
Terlebih yang juga menjadi tantangan dalam penyelenggaraan UU ini bahwa di daerah memiliki kondisi berbeda-beda, sehingga akan lahir banyak tantangan baru dalam halnya transformasi digital. “Misal, ketika dari pusat membuat aplikasi dan dibawa ke daerah, kemudian daerah akan bingung terkait keberlanjutan sistem digital tersebut. Seperti siapa yang akan memelihara, bagaimana jika ada kerusakan. Tentu saya tidak ingin RUU ini terjebak seperti itu,” tegas Winny.
Sementara itu Eko Prasojo, Tim Ahli Penyusunan RUU Pemerintahan Digital, mengatakan bahwa pandemi menunjukkan bahwa Digital Governance adalah solusi dan keniscayaan. “Dimana dalam ekosistem digital, pemerintah bukan satu-satunya pihak, melainkan secara bersama-sama membangun dan memelihara pengembangan ekosistem dengan sektor ekonomi dan masyarakat yang terdiri dari pemerintahan digital, masyarakat digital, dan ekonomi digital, serta infrastruktur dan teknologi digital,” terangnya.
Di akhir kegiatan uji sahih tersebut juga disimpulkan bahwa masukan serta saran dan pendapat yang berkembang akan ditindaklanjuti oleh PPUU dalam tahap finalisasi RUU untuk kemudian diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD sebagai RUU usul inisiatif DPD dan disampaikan kepada DPR dan Presiden agar dapat segera dilakukan pembahasan bersama. (Riz)