Pesan kepada Calon Jama’ah Haji Tahun Ini
BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh mengingatkan umat Islam khususnya para calon jama’ah haji yang berangkat tahun ini agar senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala.
“Bersyukurlah kita kepada Allah ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang begitu banyak kepada kita para hamba-Nya. Bersyukurlah dengan cara senantiasa memuji Allah ta’ala, menjalankan segala perintah-Nya baik yang wajib maupun sunnat dan meninggalkan segala larangan-Nya baik yang haram maupun yang makruh.”
“Beberapa hari ini, para calon jama’ah haji mulai berangkat ke tanah suci setiap harinya setiap kloter untuk melaksanakan ibadah haji. Kita doakan semoga mereka sehat wal afiat selama berada di tanah suci, dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik dan benar, mendapatkan haji mabrur, dan selamat perjalanan sampai tujuan pergi dan pulang.”
“Kepada para calon jam’aah haji yang berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan haji tahun ini, perbanyaklah syukur kepada Allah ta’ala, karena sudah dipilih oleh Allah ta’ala untuk berangkat haji tahun ini dan menjadi tamu-Nya.
“Tidak semua orang diberikan kesempatan ini. Meskipun mereka punya harta banyak, namun harus mengantri bertahun-tahun ke depan. Bahkan yang seharusnya jatah berangkat tahun ini tidak jadi berangkat karena adanya aturan baru dari Kerajaan Arab Saudi pada tahun ini berupa pembatasan umur maksimal 65 tahun atau meninggal atau sakit yang tidak memungkinkan berhaji.”
Nasehat ini disampaikan oleh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam khutbah Jum’at selama kurang lebih 20 menit di Masjid Istiqamah Gampong Blower Banda Aceh pada hari Jum’at (17/6/2022).
Selanjutnya, ustaz Yusran yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara ini menjelaskan kedudukan haji dan hukumnya dalam Islam.
“Kedudukan haji dalam Islam sangat penting dan krusial. Haji termasuk salah satu rukun Islam yang lima dan kewajiban dari kewajiban-kewajiban dalam Islam. Siapa saja yang mengingkarinya berarti dia telah kafir (murtad).”
“Adapun hukum haji adalah wajib bagi seorang mukallaf yang mampu sekali dalam hidupnya sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 97. Adapun berhaji lebih dari sekali hukumnya sunnat sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallahu ‘alaihi wasallam,” jelas Ustaz Yusran.
Kemudian, Ustaz Yusran yang juga ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh menjelaskan berbagai keutamaan Haji.
“Banyak keutamaan haji sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.. Di antaranya:”
“Pertama; Haji merupakan amalan yang paling afdhal (utama). Dalilnya, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhal?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Beliau ditanya kembali, “Kemudian apa lagi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Haji mabrur.” (HR. Al-Bukhari).”
“Kedua: Haji mabrur balasannya surga. Dalilnya, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dan haji mabrur itu tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim),” ujarnya.
Lalu, ustaz Yusran yang juga Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh menjelaskan makna haji mabrur yang disebutkan dalam hadits tersebut.
“Menurut para ulama, haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri dengan dosa atau maksiat. Ada juga ulama mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang ketika orangnya pulang, ia bersikap zuhud terhadap dunia dan berambisi terhadap akhirat.”
Selanjutnya, Ustaz Yusran yang juga alumni S1 Fakultas Syari’ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini menambahkan keutamaan haji lainnya.
“Ketiga: Mendapat pahala jihad fi sabilillah (perang di jalan Allah). Dalilnya, hadit yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari).”
“Keempat: Menghapus dosa-dosa. Dalilnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari).”
“Kelima: Haji menghilangkan kefakiran dan dosa. Dalilnya, Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai, Tirmidzi, Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).”
“Dan terakhir, Keenam: Orang yang berhaji adalah tamu Allah ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan),” tambah ustaz Yusran.
Di akhir khutbahnya, ustaz Yusran yang juga dosen Fiqh dan Ushul Fiqh pada Pascasarjana UIN Ar-Raniry berpesan kepada umat Islam khusus para jama’ah haji agar melaksanakan ibadah dengan ikhlas dan sesuai petunjuk Nabi shallahu ‘alaihi wa salllam yang shahih.
“Sungguh beruntung orang yang melaksanakan ibadah haji. Dia akan mendapatkan keutamaaan-keutamaan ini jika ibadah hajinya itu dilakukan dengan ikhlas dan benar yaitu sesuai dengan sunnah atau petunjuk Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.”
“Hendaklah kita melakukan ibadah dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, agar ibadah kita diterima oleh Allah ta’ala. Jika tidak, maka ibadah kita tidak akan diterima dan menjadi sia-sia, bahkan menimbulkan dosa dan murka Allah ta’ala. Nau’uzubillah,” pungkas ustaz Yusran yang juga Doktor Spesialis Fiqh dan Ushul Fiqh jebolan International Islamic University Malaysia (IIUM).