Buya dan Kiai

Pergantian Tahun

Foto Dok Ilustrasi

Buya dan Kiai

Oleh Dr Masud HMN

Sungguh kita perlu berbudaya yang amanah baik dan benar. Agar dapat sesuai dengan yang kita harapkan. Tidak palsu atau imitasi.

Seperti kata Syafii Maarif, ada preman berjubah yang artinya hatinya tak sama dengan penampilannya. Menyimpulkan bahwa tidak sesuai moral etik, membuat saru atau menyamakan satu dengan yang lain. Demikian kata Syafii Maarif almarhum.

Memang manusia berpredikat tokoh selalu diberi predikat dibelakang namanya. Yang sering adalah Buya dan kiai yang maksudnya predikat yang disandang yang bersangkutan. Ini menandakan peringkat dalam komunitas. Tetapi sekadar info ada pepatah yang mengatakan apalah arti sebuah nama. What meaning a name. Tidak pengaruh sebutan nama.

Untuk hal demikian karena itu sebutan tak penting, sama tanpa membedakan nama itu dengan yang lain. Mempermudah, menunjukkan, level dan sebagainya. Tidak sama sawah dan pematang, kata pepatah. Terhadap ungkapan preman berjubah, tidak sesuai atau berlawanan. Makna preman dan berjubah. Preman berpakaian lain dari jubah. Pakaian jubah itu adalah orang baik atau orang alim atau kiai.

Mari kita mencari jalan tengah. Yaitu untuk tetap perlu predikat dalam menentukan level. Untuk merelevankan kasus yang dibicarakan, mari kita awali sebutan buya. Secara bahasa buya bahasa Arab berkmakna bapa. Kata Abi dan berarti ayah atau orang tua laki laki Abul Hassan putra Hasan, Selanjutnya kata kiai bermakna ahli agama. Kiai Ahmad bermakna Ahmad yang punya keahlian dalam Agama. Kata dalam makna bahasa yang terhormat.

Pendek kata ada beda buya dan kyai. Tidak semua buya jadi kiiai meski yang kiai itu pasti ahli dalam agama. Itulah yang membedakannya juga kurang enak di telinga. Pada komunikasi bahasa lazim yaitu bahasa yang baik dan benar. Yang baik ialah tepat makna dan yang benar yaitu enak didengar.

Jadi gunakanlah yang baik dan benar. Dalam masyrakat banyak buya dan Kiai. Bercampur aduk satu dengan yang lain. Menyebabkan terjadi problem atau masalah. Terjadi over laping tidak sesuatu pada tempatnya. Pada ajaran agama hal tidak harus terjadi. Kalau demikian berlansung akan terjadi kerusakan.

Dalam hadits Riwayat Bukhari nabi disebutkan Faiza pan wasyiduu ghairii ilaa ahlihi fann tasyiruu saah (bila seorang perkerja diserahkan bukan keahlian tunggulah kiamatnya (kerusakan).

Maksud hadits di atas adalah orang sesuatu dengan keahliannya. Dilarang berkerja sembarangan. Kalau bekerja tidak sesauia dengan keahlian lambat atau cepat akan membawa kerusakan. Bekerja yang ideal itu adalah sesuai dengan keahlian.

Prenulis pada akhirnya berkesimpulan adalah benar nama itu perlu agar amanah. Terutama agar sesuai buruk dengan baik. Semua kita memerlukannya. Sebuah lonceng peringatan kebudayaan. Walahu’alam bissawab.

Dr Masud HMN, Dosen Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Prof Dr Hamka

Exit mobile version