YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Keseksamaan adalah jalan terbaik dalam mengambil keputusan, khususnya di situasi yang krusial. Sebagaimana hakikat yang terkandung dalam makna musyawarah. Pesan intinya adalah kecermatan dan kearifan, sehingga keputusan yang keluar dari agenda Tanwir Muhammadiyah dan Aisyiyah ini adalah pencerahan.
Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam sambutannya pada sidang Tanwir Muhammadiyah dan Aisyiyah (30/6) menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 yang menimpa bangsa Indonesia dan warga di seluruh dunia telah menimbulkan korban sakit dan meninggal yang sangat besar. Hingga akhir Juni 2022 tercatat jumlah angka kematian di Indonesia mencapai 156.731 jiwa, sedangkan di tingkat dunia berjumlah 6.354.223 orang. Akibatnya banyak masyarakat terdampak masalah sosial dan ekonomi yang sangat berat. Lebih-lebih mereka yang berada di akar rumput.
Menurutnya, kondisi kehidupan akibat pandemi ini dapat disebut sebagai tahun duka. Bagi kaum beriman, meski pandemi Covid-19 datang membawa duka, namun harus disikapi dengan ikhtiar, sabar, dan tawakal kepada Allah. Di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat 77 kata musibah yang mengandung deskripsi seluruh kejadian buruk yang tidak diinginkan dalam kehidupan umat manusia.
Musibah dari sudut pandang lahiriah dapat dijelaskan secara rasional dan ilmiah, lebih dari itu secara ruhaniah seluruh musibah berada dalam ranah kuasa dan kehendak Allah yang sering kali bersifat metafisika. Allah berfirman dalam Q.S Al-Hadid ayat 22 dan 23, tiada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan kepada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis di dalam lauhul mahfudz. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri.
Bagi kaum beriman, pandemi dapat diletakkan sebagai musibah dalam satu pandangan metafisika kehidupan yang utuh. Tentang hakikat kehidupan yang syarat akan makna. Bahwa hidup, sakit, dan mati bukanlah persoalan teknis dan instrumental sebagaimana cara pandang sekuler dan nalar pragmatis. Hidup, skit dan mati bagi kaum beriman terkait dengan keberadaan manusia sebagai insan yang diciptakan Allah dengan segala kemuliaannya.
Kaum beriman diajari untuk menjaga jiwa dan merawat kehidupan, sebagai bagian dari tujuan syariat Islam dalam kesatuan menjaga agama, akal, harta, dan keturunan. “Semoga warga Muhammadiyah selalu istiqomah memberikan uswah hasanah dalam menghadapi musibah dan menyikapi segala situasi kehidupan sesulit apa pun dengan menebar optimisme dan solusi yang positif,” ujarnya.
Haedar menegaskan, hubungan Muhammadiyah dengan pemerintah, maupun komponen bangsa baik di dalam dan di luar negeri berjalan baik dan positif dengan segala dinamikanya. Semua terjalin secara elegan, bermartabat, independen, serta menjunjung tinggi marwah dan muru’ah Muhammadiyah. Peran dan hubungan pro-aktif kontrutif tersebut dijiwai oleh sepuluh sifat kepribadian Muhammadiyah di antaranya, beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah, lapang dada dan luas pandangan serta memegang teguh ajaran Islam, bersikap keagamaan dan kemasyarakatan, mengindahkan segala hukum dan falsafah negara yang sah, amar makruf dan nahi munkar di segala medan serta menjadi teladan, aktif di tengah masyarakat dengan maksud islah yang membangun sesuai ajaran Islam, bekerjasama dengan golongan Islam mana pun, membantu pemerintah dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, dan yang terakhir bersikap adil korektif ke dalam dank e luar dengan bijaksana.
Terhadap setiap masalah yang terjadi di ranah akar rumput, Haedar mengajak kepada pimpinan di seluruh tingkatan dan lini organisasi untuk berpikir secara lebih serius dan terfokus. Dengan menaruh perhatian serta langkah untuk memperkuat posisi dan peran Muhammadiyah di basis umat terbawah.
“Jika Muhammadiyah mengakar di basis umat dan masyarakat, maka eksistensinya sebagai gerakan dakwah kemasyarakatan sangatlah kuat. Dan sebaliknya, bila mana gerakan dakwah Islam modernis ini renggang atau jauh dari lingkaran umat dan masyarakat, tentu akan mengalami kemunduran seperti pohon yang tercerabut dari akarnya,” ungkapnya. (diko)