Kisah Dibalik Diresmikannya Muhammadiyah Cabang Padang Panjang Tahun 1926
Oleh: Fikrul Hanif Sufyan
Proses berdirinya Muhammadiyah di Padang Panjang –sering menjadi rujukan adalah yang diungkap HAMKA dalam beragam karyanya. Namun, jarang yang mengungkap versi kedua, mengenai sejarah tergaknya persyarikatan di Padang Panjang.
Narasinnya bermula dari seorang pemuda Nagari Pitalah bernama Saalah Jusuf gelar Sutan Mangkuto. Ia baru saja kembali dari Jawa, kemudian mendirikan Perkumpulan Tani di kampung asalnya bulan Agustus 1925.
Saalah dinilai berani mengambil resiko besar, mengingat nagari Pitalah merupakan basis groep Sarekat Rakyat Padang Panjang –organisasi yang berafiliasi ke Komunis. Ketika Saalah ingin mengubah perkumpulannya, memang penuh intrik dan memicu konflik dengan otoritas Pitalah.
Mereka ingin organisasi itu, langsung di bawah lembaga adat Pitalah, dan seluruh kegiatan berada di mesjid nagari. Untuk mengurus izin persyarikatan, Saalah harus melalui urusan yang berbelit, mulai dari penghulu nagari, ulama Naqsyabandiyah, dan guru-guru agama.
Intrik penolakan terhadap embiro Cabang Padang Panjang, sebenarnya sudah terendus. Ketika kepala nagari Pitalah menyampaikan penolakan mereka kepada Asisten Residen Padang Panjang pada November 1926.
Mereka menolak, bila Muhammadiyah berada di luar kontrol kepala nagari Pitalah. Setelah kepala nagari menghadap, tanggal 2 Desember 1926 giliran majelis nagari mengeluarkan putusan,”Perkumpulan Tani dan Muhammadiyah dibubarkan. Tabligh agama bisa diadakan kapan saja di mesjid. Izin yang tersedia diberikan oleh sidang Jumat dan ulama.” (Mailrapport 523x/1927).
Penolakan otoritas adat tentu bisa dipahami, sebab Pitalah merupakan basis tarekat Naqsyabandiyah, sehingga hadirnya Muhammadiyah dianggap ancaman serius. Namun, Saalah tidak peduli atas penolakan otoritas nagari.
Pada 2 Juni 1926 Sutan Mangkuto, Datuk Sati, dan dua pimpinan Tabligh Muhammadiyah, mengalihkan organisasi Perkumpulan Tani menjadi Cabang Padang Panjang (Mailrapport 523x/27).
Bertempat di rumah kediaman HAKA di Gatangan, Muhammadiyah Cabang Padang Panjang diresmikan pada malam Kamis tanggal 25-26 Juni 1926 dan dihadiri oleh 70 orang anggota (Soeara Moehammadijah Juli 1926).
Jusuf Amrullah, adik dari HAKA mengizinkan rumah kakaknya dipakai, karena si empu rumah tidak berada di Gatangan (Sinaro Panjang, 1971: 1). Saat itu HAKA berada di Kairo untuk menjemput anugrah Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar.
Acara pembukaan dimulai pada pukul sembilan malam, yang dimulai dengan sambutan Voorziter Saalah Jusuf Sutan Mangkuto dengan mengucapkan alfatihah dan berterima kasih atas kedatangan para tamu undangan.
Selanjutnya, voorzitter menyerahkan pada A.R Sutan Mansur, selaku perwakilan Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur, untuk memimpin sidang peresmian Cabang Padang Panjang
“Engku A.R Sutan Mansur menyatakan girang, atas berdirinya Muhammadiyah di Padang Panjang. Kemudian lalu menerangkan asas dan organisasinya Muhammadiyah.”. Demikian Soeara Moehammadijah Juli 1926 menarasikannya.
Menantu HAKA itu, kemudian menyampaikan berita duka di depan peserta openbare vergadering, bahwa Datuk Sati, vice voorzitter Muhammadiyah Padang Panjang telah wafat pada hari Sabtu tanggal 19 Juni 1926. Sutan Mansur merasa kehilangan, dan mengenang Datuk Sati yang menghadiri Congres Al-Islam tanggal 21 Agustus 1925 di Yogyakarta.
Pada tahun itu Saalah mengklaim sudah merekrut anggota persyarikatan sebanyak 2.224 orang (Mansur, 1927-1928: 250-253). Pada masa awal terpilihlah Saalah Jusuf Sutan Mangkuto (Ketua), Dt. Sati asal Batipuh (Wakil Ketua), Haji Isa (Sekretaris I), Abdul Wahid (Sekretaris II), Baginda Sardi asal Balaibalai Padang Panjang (Bendahara), dan AnggotaL Jusuf Amrullah (Sungai Batang Maninjau), Jusuf M. Nur (Sungai Batang Maninjau), A.Karim Dr. Rangkuto Marajo (Batipuh), Sutan Mudo, Sutan Panduan, Dt. Rangkayo Mulia, serta M. Djamil.
Sejak diresmikan susunan pengurusnya, Muhammadiyah Cabang Padang Panjang resmi berkantor di rumah HAKA di Gatangan. Tidak berselang lama, Syekh Muh. Djamil yaitu ulama Kaum Tua pembina Naqsyabandiyah di Jaho Padang Panjang membuat langkah penting.
Syekh Djamil memutuskan ikut dalam gerbong Muhammadiyah, karena ia melihat Muhammadiyah sebagai satu-satunya benteng yang tangguh menghadang pergerakan Kuminih yang membesar jelang Peristiwa Silungkang (1927).
Ulama tradisional llainya adalah Syekh Muhammad Zain–seorang penyebar tarekat Naqsyabandiyah di Simabur, juga ikut memengaruhi penghulu nagari, untuk bergabung dengan Muhamamdiyah. Dalam waktu relatif singkat, 400 orang sukses direkrut dan bernaung di Cabang Padang Panjang.
Empat bulan kemudian, tepatnya pada Juni 1926, Padang Panjang dilanda gempa dahsyat. Dalam memori kolektifnya orang Minang, gempa berkekuatan 7,8 SR dan berpusat di Danau Singkarak itu, dikenal dengan nama Gempa Padang Panjang.
Akibat gempa dahsyat ini, rumah kediaman dari Haji Abdul Karim Amrullah –juga saksi berdirinya Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, runtuh. Si pemilik rumah masa itu, dalam perjalanan pulang menjemput gelar Dr Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Hancurnya kediaman Haji Rasul, dan ketiadaan dari pemusatan amal usaha Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, memicu Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, untuk mencari lokasi terdekat. Akhirnya, berkat bantuan dari Syekh Muhammad Jamil Jaho dipilihkan bekas Hotel Merapi. Kini, komplek itu dikenal dengan nama Kauman Muhammadiyah Padang Panjang.
Fikrul Hanif Sufyan, Pemerhati Sejarah, Staf Pengajar di STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh, dan Ketua PUSDAKUM Muhammadiyah Sumatra Barat