BANYUWANGI, Suara Muhammadiyah – Sebagai bangsa yang mempunyai berbagai keyakinan dalam beribadah (agama), ke-Bhinnekaan ini tentu saja harus dirawat sebagai daya dukung pembangunan bangsa. Karena itu Muhammadiyah melalui Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (NA) melalui program Eco Bhinneka melaksanakan aksi nyata keberagaman dan toleransi dalam mengangkat potensi masyarakat.
Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) kerja bareng dengan Pemerintah Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur melaksanakan bincang warga. Acara yang dikemas dalam bentuk workshop ini digelar selama 2 hari di Balai Desa Glagahagung dengan melibatkan warga dari berbagai lintas agama, Kamis (30/06/2022).
Hadir pada workshop kali ini Regional Manager Tim EcoBhinneka Pimpinan Pusat Nasyatul Aisyiyah Windarti, Program Manager EcoBhinneka Surya Rahman, Tim Fasilitator Daerah (Fasda) yang ditangani oleh Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Banyuwangi, Kepala Desa Glagahagung Mimin Budiarti serta Tokoh Masyarakat dan Pemuda dari Islam, Kristen, Protestan, Hindu dan Budha.
“Workshop kali ini sasaran utama adalah lingkup warga desa, sebagai sarana untuk menyatukan keberagaman untuk menjalin toleransi, menyatukan keberagaman agar bisa hidup secara berdampingan, hal ini sebagai cara membangun kebhinnekaan dalam rangka menggerakkan potensi wilayah terkecil yakni Desa,” terang Windarti, Ketua Tim Regional Manager Tim EcoBhinneka Pimpinan Pusat Nasyatul Aisyiyah.
Hal yang sama disampaikan oleh Surya Rahman Program Manager EcoBhinneka, Ormas menjadi contoh pelaksana dilingkungan terdekat (desa). Dalam membangun desa tidak bisa mengedepankan ego sosial seperti SARA. Kepentingan lingkungan wilayah dijalankan bersama-sama oleh berbagai elemen lintas agama. Tugas tokoh agama memberi edukasi, penyadaran, pemahaman pada umatnya. Sedangkan pemuda berbagai lintas agama adalah motor penggerak aksi nyata.
Sementara itu Kepala Desa Glagahagung, Mimin Budiarti menyambut baik adanya program dari Muhammadiyah bersama Pipinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah ini. Mengingat warganya juga terdiri dari berbagai lintas agama. Sehingga program EcoBhinneka bisa disinergikan dengan program desa serta pelibatan berbagai elemen masyarakat desa.
“Pemerintah desa sebagai pengendali dan pengarah bisa mengambil peran dalam program ini, apa yang bisa diperlukan dalam aksi nyata oleh lembaga/institusi swasta dalam mensukseskan program ini. Kedepan program ini bisa berkelanjutan yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa Glagahagung’” ujar Mimin yang juga istri dari anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi ini.
Imron Effendi, salah seorang wakil tokoh masyarakat yang ikut dalam kegiatan Workshop EcoBhinneka menyampaikan apresiasi yang tinggi dengan diadakannya workshop EcoBhinneka didesanya. Dalam diskusi dan bincang warga semua yang hadir dari berbagai lintas agama bisa saling mengisi, tanpa memandang sekat agama, suku, dan budaya. Sebab semua sudah diyakinkan bahwa program ini adalah murni untuk kepentingan bersama desa Glagahagung.
“Kedepan kami berharap agar aksi nyata dari program yang telah direncanakan tadi yakni pengelolaan sampah warga benar-benar terwujud. Dan bisa dirasakan oleh warga kami, semoga pula ada workshop-workshop lain seperti ini lagi yang dapat melahirkan gagasan baru terutama dari kalangan pemuda,” ungkapnya.
Dipilihnya Banyuwangi dan desa Glagahagung karena didalamnya terdapat unsur keBhinnekaan atau keberagaman agama. Tahap akhir dari workshop dan bincang warga program EcoBhinneka adalah wujud nyata atau aksi nyata, yakni gerakan pengelolaan sampah pada lingkungan sekitar desa. Mereka yang berbeda dalam keberagaman agama bisa bersama-sama menggerakkan program pengelolaan sampah desa. (Rizkie Andri)