Rupa Otentik Warga Muhammadiyah di Bumi Dukuhbenda
Oleh: Maulana Ahmad Fahrezi
Perjuangan Kyai Dahlan pada masa awal tidak akan pernah habis untuk di ambil pelajaran. Suatu masa Kyai Dahlan bahkan harus melelang barang yang secara pribadi beliau miliki untuk membayar para guru di sekolah Muhammadiyah. Inilah salah satu bentuk manifestasi (wujud) amal perjuangan Muhammadiyah. Teladan Kyai Dahlan tersebut merupakan salah satu yang patut direnung serta menjadi sebuah refleksi bagaimana ruh dan spirit bagi siapa saja yang berjuang di Muhammadiyah.
Saat itu tahun 1921, kyai memukul-mukul kentongan untuk mengundang penduduk desa Kauman. Lantas kyai berdiri dan mengumumkan bahwa kas Muhammadiyah kosong dan berniat melelang seluruh harta kekayaan yang dimiliki mulai dari pakaian, meja dan kursi, jam, almari, dsb. Saat itu beliau menyampaikan bahwa Muhammadiyah butuh 500 gulden untuk membayar guru Muhammadiyah. Siapa yang tak terenyuh? Sikap tulus otentik tanpa topeng dan kepura-puraan terpancar pada perjuangan Kyai Dahlan. Tanpa keraguan dan berpikir panjang, para juragan dan masyarakat Kauman berebut membeli pakaian, jas, celana, dan barang lain kepunyaan Kyai. Selesai lelang, tampaknya Allah tengah menunjukkan kekuasaan-Nya. Kala itu Muhammadiyah hanya membutuhkan 500 gulden untuk membayar para guru, namun dengan kekuasaan-Nya justru terkumpul lebih kurang 4.000 gulden atau delapan kali lipat dari dugaan. Maka sepatutnya kita yakin bahwa pondasi ikhlas-tulus akan menghantarkan kebaikan pula.
Kisah teladan ini sangat populer dan sering menjadi bahan motivasi di sela obrolan formal dan informal karena mampu membangkitkan gairah perjuangan.
Sementara uang lelang terkumpul, lalu pelajaran berharga juga diambil dari sikap penduduk yang membeli barang milik Kyai. Tak disangka barang-barang tersebut tak satupun diambil, namun memilih untuk menyerahkan kembali barang kepunyaan Kyai. Serupa cermin, ketulusan Kyai Dahlan seketika terpantul dalam sikap penduduk waktu itu. Masya Allah!
Kisah Kyai Dahlan menjadi refleksi bagaimana sejatinya seorang yang ‘Muhammadiyah.’ Kesadaran bahwa dirinya yang berjuang adalah sebagai subjek dan objek dari aktifitas dakwah. Mereka mengamalkan apa yang mereka sampaikan, sedikit berkata-kata dan lebih banyak bekerja. Menjadi teladan kebajikan, sebelum menyuruh lainnya melakukan. Kepentingan mereka lebih besar dari kepentingan diri, mendahulukan kepentingan agama daripada kesenangan dunia.
Saat ini awal Juli di tahun 2022, mengikuti rangkaian kegiatan Kuliah Dhuha dan Hari Bermuhammadiyah Kabupaten Tegal yang secara rutin diadakan pada Ahad Kliwon penanggalan Jawa atau sekitar sebulan sekali. Bertempat cukup jauh serta berjarak sekitar hampir dua jam dari pusat ibukota, yaitu di Desa Dukuhbenda, Kecamatan Bumijawa. Kegiatan ini adalah kegiatan terbesar yang diadakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dukuhbenda dan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal. Setelah puluhan tahun, Muhammadiyah akhirnya bisa berkiprah di desa ini. Hadirnya ranting bak fajar yang siap menyinari penduduk desa. Mengawali dengan mendirikan pendidikan formal tingkat dasar yaitu SD Muhammadiyah Tahfidzul Qur’an Dukuhbenda, kehadirannya tentu akan membuka lembar peradaban unggul di masyarakat sesuai nilai-nilai qur’ani.
Selagi menyiapkan bangunan untuk tempat belajar-mengajar. Para pengurus juga berupaya menyiapkan kader tangguh dengan membentuk organisasi otonom Muhammadiyah seperti Pemuda Muhammadiyah serta mengadakan pelatihan beladiri dengan mendirikan Perguruan Tapak Suci Putera Muhammadiyah. “Sekali melangkah, pantang mundur!” pidato Ketua Ranting Muhammadiyah Dukuhbenda, Ustadz Amanullah saat menyuluh semangat jama’ah Hari Bermuhammadiyah. Beliau mengungkap telah menyiapkan pemuda serupa paramiliter dibawah naungan Pemuda Muhammadiyah, yaitu Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) sebagai kader yang siap mengawal perjuangan Muhammadiyah di bumi Dukuhbenda.
Suasana dingin sejuk dan panorama alam pegunungan berlebur-padu di bumi Dukuhbenda menambah jama’ah antusias berlama-lama dalam mengikuti rentetan kegiatan Hari Bermuhammadiyah. Diawali dengan penampilan penghafal Quran dan atraksi bela diri Tapak Suci oleh siswa SD Muhammadiyah Dukuhbenda, memancing decak kagum dan membuat jama’ah yakin dakwah Islam akan berkembang di bumi Dukuhbenda.
Seiras dari kisah Kyai Dahlan tahun 1921 diatas, seolah terulang di bumi Dukuhbenda. Kyai Samsul Huda kali ini, menyambut para jama’ah dengan semangat derma untuk dakwah Muhammadiyah. Secara langsung di area kegiatan, jama’ah dihadapkan dengan bangunan setengah jadi yang akan menjadi amal usaha pendidikan Muhammadiyah Dukuhbenda, yaitu bangun ruang kelas SD Muhammadiyah Dukuhbenda. Kyai Samsul kali ini, mengawali dengan menyokong belasan juta dari kantong pribadinya, lantas barulah mengajak para jama’ah untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan gedung sekolah. Berkata Kyai Samsul mewakili Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal,, “Bila perlu selepas kita ngaji, gedung itu jadi!” saat membakar semangat derma jama’ah.
Awalnya, Kyai meminta agar jama’ah hanya mengisi kotak amal yang berkeliling di arena pengajian. Namun situasi berkembang, jama’ah berduyun mengambil ikrar untuk menyumbang. Mulai dari seratus ribu, lima ratus ribu, dua juta, bahkan lima juta. Mungkin ini isyarat contoh keteladanan yang harus segera kita ambil hikmahnya. Masya Allah!
Terik surya semakin menyengat hangat, giliran saatnya tokoh utama yang dirindu untuk memberikan pencerahan. Kyai Fathurrahman Kamal, Ketua Pimpinan Pusat Majelis Tabligh Muhammadiyah kali ini. Sebelum menyampaikan pengajarannya, sekali lagi sudah menjadi watak peminpin Muhammadiyah. Beliau memberi teladan dengan menyalurkan harta belasan juta untuk kebangkitan peradaban di bumi Dukuhbenda. Berkata Kyai Fathurahman kepada jama’ah, “Inilah wajah otentik orang Muhammadiyah, tak perlu banyak berkata-kata, namun banyak berakai nyata!”. Allaahu Akbar!
Nuun, walqalami wamaa yasthuruun.
Maulana Ahmad Fahrezi, Kabid PIP PW IPM Jateng