Makna dan Pesan Frase Wanhar dalam Q.S. al-Kautsar
Oleh: Frida Agung Rakhmadi
Salah satu hal yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah yang lainnya adalah anugerah akal-pikiran. Prof Dr H Syamsul Anwar, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menempatkan akal pikiran sebagai sumber ajaran sekunder dari ajaran Islam. Adapun sumber ajaran Islam yang primer adalah al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Hal tersebut beliau tuliskan dalam buku Islam, Ilmu, dan Kebudayaan.
Anugrah primer al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw, beserta anugrah sekunder akal pikiran, harus kita syukuri secara benar dan baik. Mari kita berdayakan akal pikiran kita untuk memahami makna dan pesan nash-nash al-Qur’an maupun Hadis Nabi Saw.
Dalam tulisan ini, penulis bermaksud berbagi pemahaman akan makna dari frase wanhar yang termaktub dalam al-Qur’an surah al-Kautsar ayat ke-2. Penulis juga akan berbagi pemahaman tentang pesannya. Secara lengkap, keseluruhan ayat dalam Q.S. al-Kautsar sebagai berikut.
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ
Makna Dasar/Tekstual Frase Wanhar
Thosihiko Isutzu dalam bukunya “Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an” membagi makna menjadi dua, yakni makna dasar/tekstual dan makna relasional/kontekstual. Makna dasar adalah makna yang terkandung dalam kata itu sendiri. Ia akan tetap artinya di manapun konteksnya. Adapun makna relasional/kontekstual ialah makna yang terkandung dalam konteks kalimat. Ia dipengaruhi oleh struktur dan konteks tuturan ( سباق الكلام ).
Frase perintah wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2 terdiri dari dua kata yakni wa dan inhar. Kata wa dalam ayat tersebut merupakan wawu al-ziyadah, sedangkan kata inhar merupakan fi’l al-amri yakni kata kerja perintah.
Wawu al-ziyadah diartikan oleh para ahli bahasa dengan makna “dan”. Pada sebuah kalimat, ia menghubungkan antara frase sebelum dan sesudahnya. Dalam konteks ayat ke-2 dari surah al-Kautsar, wawu al-ziyadah menghubungkan antara frase perintah fasholli lirabbika dan frase perintah inhar.
Menurut ilmu sharaf, kata kerja perintah inhar merupakan turunan dari kata kerja nahara-yanhuru. Mahmud Yunus dalam karyanya kamus Arab-Indonesia, memaknainya sebagai menyembelih. Senada dengan Mahmud Yunus, Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir Terlengkap, mengartikannya pula dengan menyembelih. Dari kedua kamus Arab-Indonesia tersebut, penulis berkesimpulan bahwa makna dasar atau makna tekstual dari fi’l amr atau kata kerja perintah inhar adalah sembelihlah. Pun demikian, penulis juga menyimpulkan bahwa frase perintah wanha bermakna dasar atau bermakna tekstual “dan sembelihlah”
Makna Relasional/Kontekstual Frase Wanhar dalam Q.S. al-Kautsar
Apa makna relasional atau makna kontekstual frase perintah wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2? Untuk memahaminya, penulsi mencoba merujuk dua buku tafsir, yakni Tafsir Juz 30 karya Zaini Dahlan dan Secangkir Tafsir Juz Terakhir karya Salman Harun.
Zaini Dahlan dalam buku karyanya Tafsir Juz 30, menerjemahkan frase perintah wanhar dengan arti “berkorbanlah”. Lebih lanjut, Zaini Dahlan menerangkan bahwa yang dimaksud berkorban dalam konteks Q.S. al-Kautsar ayat ke-2 adalah menyembelih hewan kurban pada hari idul adlha.
Dalam buku Secangkir Tafsir Juz Terakhir, Salman Harun menerjemahkan frase perintah wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2 dengan arti “dan berkurbanlah”. Lebih lanjut, Salman Harun memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud berkurban dalam ayat terbut adalah menyembelih hewan kurban.
Dari kedua buku rujukan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa makna relasional/kontekstual frase perintah wanhar dalam ayat ke-2 surah al-Kautsar adalah “dan berkurbanlah dengan cara menyembelih hewan qurban”
Pesan Deskriptif Frase Wanhar dalam Q.S. al-Kautsar
Frase wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2, selain mengandung makna, juga memuat pesan, baik pesan deskriptif maupun pesan preskriptif. Syamsul Anwar dalam buku Islam, Ilmu & Kebudayaan menerangkan bahwa yang dimaksud pesan deskriptif adalah pesan yang tergambarkan apa adanya, sedangkan pesan preskriptif adalah pesan yang sifatnya memberi petunjuk.
Frase wanhar dalam ayat ke-2 dari surah al-Kautsar memuat pesan deskriptif tentang penyembelihan hewan kurban. Pesan tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu. Ibadah penyembelihan hewan kurban sangat dianjurkan kepada orang-orang yang mampu. Walaupun ibadah penyembelihan hewan kurban termasuk ibadah sunnah, akan tetapi ia merupakan sunnah muakkadah.
Dalam ayat ke-2 dari surah al-Kautsar, ibadah penyembelihan hewan kurban disejajarkan dengan ibadah shalat. Penggunaan huruf wawu yang berposisi sebagai wawu al-ziyadah menunjukkan akan hal itu. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ibadah penyembelihan hewan kurban merupakan ibadah yang sangat penting, walaupun ia berlevel sunnah.
Ibadah penyembelihan hewan kurban, selain berdampak vertikal mendekatkan shahibul udlhiyyah kepada Allah Swt, juga berdampak sosial kemasyarakatan. Ibadah penyembelihan hewan kurban yang dilakukan oleh shahibul udlhiyyah akan dapat meningkatkan kedekatan kepada Allah SWT manakala dilakukan untuk secara ikhlas lillaahi ta’ala. Jika menggunakan istilah dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2, ibadah penyembelihan hewan kurban harus dilakukan lirabbika.
Secara horizontal, ibadah penyembelihan hewan kurban juga akan berdampak sosial karena ia merupakan aktivitas berbagi kepada sesama. Jika kita menengok fikih kurban, kita temukan pedoman pembagian daging qurban, di mana sebagian besar daging qurban dibagikan kepada orang-orang yang tidak/kurang mampu. Lebih detail akan hal itu, Rasulullah Saw memberikan pedoman distribusi daging qurban, maksimal sepertiga bagian untuk shahibul udlhiyyah, sedangkan sisanya diberikan kepada mereka yang tidak/kurang mampu, baik yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta.
Pesan Preskriptif Frase Wanhar dalam Q.S. al-Kautsar
Selain mengandung pesan deskriptif tentang penyembelihan hewan kurban, frase perintah wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2 memuat pula pesan preskriptif. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa pesan preskriptif adalah pesan yang sifatnya memberi petunjuk.
Zaini Dahlan dalam bukunya Tafsir Juz 30 menjelaskan bahwa dalam kegiatan penyembelihan hewan kurban, ada isyarat filosofis yang pantas disimak. Apa isyarat filosofis dari penyembelihan hewan qurban? Isyarat filosofis dari penyembelihan hewan kurban menurut Zaini Dahlan seabgai berikut.
Manusia berada di antara dua gaya tarik, yakni gaya tarik materi dan gaya tarik rohani. Sejatinya, kedua gaya tarik tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia, tetapi terkadang gaya takrik materi jauh lebih kuat daripada gaya tarik rohani. Menyembelih hewan kurban mengisyaratkan pesan preskriptif peredaman nafsu materi, sehingga gaya tarik materi dan gaya tarik rohani menjadi seimbang, syukur-syukur gaya tarik rohani lebih kuat daripada gaya tarik materi.
Zaini Dahlan dalam bukunya Tafsir Juz 30 juga memberikan penafsiran yang lebih luas terhadap frase wanhar dalam Q.S. al-Kautsar ayat ke-2. Bahwa perintah berkorban dalam ayat tersebut harus diperluas cakupannya pada tataran keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Pada tataran keluarga, pasangan suami-istri, keduanya dituntut pengorbanannya demi terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Pada tataran masyarakat, pengorbanan lebih luas yang dimaksud adalah pengorbanan demi terwujudnya masyarakat yang padu, yakni masyarakat yang saling mengenal dan saling membantu. Pada tata kehidupan berbangsa dan bernegara, semua anak bangsa dituntut pengorbanannya demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernnegara yang adil dan sejahtera.
Kegiatan ibadah menyembelih hewan kurban juga mengandung pesan preskriptif menyembelih sifat kikir dalam diri kita. Demikian dipaparkan oleh Salman Harun dalam bukunya Secangkir Tafsir Juz Terakhir. Mahfum mukhalafahnya adalah perintah kepada kita untuk menumbuh-kembangkan spirit mengabdi bukan semangat mengambil.
Semoga bermanfaat
Wa Allah a’lamu bi al-shawab
Frida Agung Rakhmadi, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta




