Jamaah Haji sebagai Gandar Pembaruan dalam Kehidupan

Jamaah Haji sebagai Gandar Pembaruan dalam Kehidupan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah kembali menyelenggarakan Pengajian Umum secara daring, Jumat 15 Juli 2022. Pengajian kali ini mengusung tema “Haji dan Pembaruan Islam”. Turut hadir sebagai pengantar pengajian adalah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti, MED.

Dalam memberikan pengantarnya, Prof Mu’ti mengucapkan tahniah kepada jamaah haji Indonesia yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk menunaikan ibadah haji di tengah wabah Covid-19. “Selamat kepada jamaah haji Indonesia yang pada tahun ini Alhamdulillah berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji setelah sekian lama menunggu untuk bisa berangkat ke tanah suci. Kita mendoakan semoga para jamaah haji yang Alhamdulillah tahun ini berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci ibadahnya diterima oleh Allah menjadi haji yang maqbul dan haji yang mabrur,” ujarnya dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah.

Menurutnya, haji tidak sekadar ibadah mahdhah dan juga tidak sekadar ibadah ritual, namun termasuk manifestasi dari ibadah yang berusaha tampil menjadi insan yang bertakwa. Dan khusus bagi jamaah haji yang kembali ke tanah air, akan menjadi manusia baru sebagai manusia yang memiliki spiritualitas yang lebih baik.

“Secara spiritual Insyaallah kalau haji kita adalah haji yang mabrur, maka kita akan bersih dari segala dosa. Dan itu kemudian sering digambarkan sebagai new born atau seseorang yang seperti baru saja dilahirkan ke dunia bersih dari segala dosa,” katanya.

Dalam konteks yang lebih inklusif, haji yang dikaitkan dengan pembaruan-pembaruan, orang yang telah berhaji tidak sekadar hanya tampil sebagai orang yang luhur dan muslim yang memiliki pembaruan iman (tajdidul iman), tetapi pada saat yang sama juga melakukan pembaruan di dalam kehidupan keumatan dan dalam kehidupan kebangsaan.

“Para pembaru di belahan dunia muslim sebagian besarnya adalah mereka yang mendapatkan pencerahan spiritual dan pencerahan intelektual ketika mereka berada di tanah suci. Kalau kita kembali ke tanah air, para pembaru Islam di Indonesia termasuk pendiiri Muhammadiyah Allâh yarham KH Ahmad Dahlan, beliau mendapatkan banyak gagasan pembaruan Islam setelah beliau menunaikan ibadah haji. Pertemuan kaum muslimin dari berbagai negara memungkinkan mereka untuk melakukan intelektual egching atau berbagai macam pertukaran keilmuan yang itu menjadi bagian dari inspirasi-inspirasi untuk tidak hanya menjadi orang yang baik, tetapi orang yang selalu memperbaiki kehidupan masyarakat di mana mereka berada,” tukasnya.

Jika mengaitkan haji dengan kontkes politik dan sosial, menurut Prof Mu’ti orang yang telah menunaikan ibadah haji mendapatkan posisi terhormat di masyarakat. Mereka adalah salah satu cermin dan juga mata air keteladanan bagi masyarakat luas. Namun, dalam perkembangannya, banyak dinamika yang tidak selalau yang seharusnya terjadi.

Haji menurutnya juga masih terlalu banyak di dominasi oleh hal-hal yang bersifat ritual, tetapi dimensi sosial dan intelektual terkesan kurang berdampak luas di masyarakat.

“Kalau kita mencoba menghitung secara statistik, berapa jumlah orang yang haji di Indonesia? Dan kita kaitkan itu dengan gerakan pembaruan di tanah air dan upaya kita untuk menjadi bangsa yang lebih baik, saya kira kekuatan jamaah haji kita sebagai agent of social change dan agent of moral itu memang menjadi harapan besar bagi kita semuanya. Mereka yang menunaikan ibadah haji dan kemudian mendapatkan pencerahan secara spiritual dan pencerahan secara intelektual itu, tentu saja sangat kita harapkan untuk bisa menjadi kelompok yang bisa mendorong terjadinya perubahan-perubahan dan pembaruan dalam kehidupan di masyarakat kita,” terangnya. (Cris)

Exit mobile version