SRAGEN, Suara Muhammadiyah – Memasuki awal tahun ajaran baru 2022/2023, sebanyak 192 santri pondok pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen menjalani program forum taaruf dan orientasi (fortasi). Kegiatan ini rutin diadakan tiap tahun yang bertujuan untuk mengenalkan santri baru kepada lingkungan sekitar pondok.
Program ini diikuti santri dari jenjang SMP dan MA. Ustadzah Indah Purnawati, S.Pd.I selaku Waka Kesiswaan, mengatakan, kegiatan tahunan ini rutin diselenggarakan sejak awal berdirinya SMP Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen tahun 2001. Tahun ini, fortasi digelar selama tiga hari mulai Kamis (14/7) sampai Sabtu (16/7).
“Agendanya berupa orientasi kepesantrenan, Tips Belajar Efektif di Pesantren, dan sosialisasi Tata Tertib Pondok Pesantren. pemaparan materi dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah Darul Ihsan dan juga beberapa Ustadz dan Ustadzah. Selain itu ada pentas seni dan outbond untuk santri baru,” terangnya, Sabtu (16/7).
Pada malam Ahad dilaksanakan penutupan yang diisi pentas seni oleh para santri. Kesenian yang ditampilkan antara lain tari Saman, pantomim, tapak suci, paduan suara dan pidato bahasa Inggris dan Arab.
Ustadz Wibowo Juli Saputro, M.Pd selaku kepala SMP Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen dalam sambutan pembukaan fortasi menilai, kegiatan ini perlu diadakan terlebih ada santri yang berasal dari luar daerah sehingga mereka butuh waktu adaptasi. Kendati demikian, pihaknya bersyukur karena disaat banyak sekolah lain yang masih kekurangan banyak murid Ponpes Dimsa sudah terpenuhi kuota enam kelas sesuai daya tampung yang tersedia. Ini sekaligus membuktikan bahwa minat masyarakat memasukkan anaknya ke pesantren terbilang tinggi.
“Pada seleksi tahun ajaran baru 2022/2023 ini tercatat 205 pendaftar di Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen. Animo pendaftar dari luar daerah juga cukup banyak walaupun masih di dominasi pendaftar dari wilayah Sragen.
“Ada pula santri yang berasal dari Kuwait, Malaysia, Papua, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan. Sebagian sudah lulus, beberapa orang santri dari luar Jawa yang masih menyelesaikan studi di Ponpes Dimsa ini dan ada lagi dari Santri baru tahun ini,” ungkap Wibowo Juli Saputro.
“Santri baru ini diibaratkan seperti mutiara yang terpendam disini akan ditempa yang akan menjadi sesuatu yang bernilai istimewa. Tantangan yang dihadapi santri di pesantren jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak di luar yang tidak mondok. Dan waktu yang paling berat bagi santri adalah pada saat mau berangkat ke Pondok dan waktu yang paling menyenangkan adalah pada saat agenda perpulangan Santri,” Wibowo menambahkan.