Lembaga Budi, Mencintai Pekerjaan Sumber Kebahagiaan

Lembaga Budi, Mencintai Pekerjaan Sumber Kebahagiaan

YOGYAKARTA, Suara MuhammadiyahBuya Hamka adalah sosok ulama paling ideal. Pasalnya, selain mumpuni dalam hal ilmu agama, ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang telah melahirkan banyak karya. Salah satu karyanya yang masih banyak dibaca dan dipelajari hingga sekarang adalah Lembaga Budi.

Buku yang penuh akan nasehat serta makna sebagai bekal mengarungi hidup bersosial dan bermasyarakat. Tentang bagaimana seharusnya sikap dan perilaku seorang Muslim terhadap diri serta lingkungannya, semuanya dituliskan Hamka dengan gaya bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan menggugah kesadaran setiap orang yang membacanya.

Sehingga pada 2 Juli 2022, Program Studi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan menyelenggarakan Bincang Buku karya Buya Hamka tersebut dalam seri ke-5.

Salah seorang pemateri Triwahyuningsih mengungkapkan bahwa di dalam buku yang ditulis Buya Hamka pada bab kedelapan, ia mengatakan tidak ada pekerjaan yang hina asalkan halal. Karena menurutnya setiap pekerjaan memiliki manfaat, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, dan bahkan masyarakat secara luas.

Bukan tanpa alasan Buya Hamka menuliskan hal ini, karena pandangan beberapa orang yang masih beraggapan bahwa sebuah pekerjaan hanya dinilai dari gaji dan status sosialnya di masyarakat.

“Walau ada yang menilai sebuah pekerjaan dari segi kepuasan hati, tapi itu belum banyak,” ujarnya.

Secara filosofi, bekerja bukan sekedar tuntutan untuk mendapatkan materi. Namun pekerjaan juga bisa menjadi sumber kebahagiaan yang besar. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Aristoteles, seorang Filosof Yunani bahwa ada beberapa sumber kebahagiaan di antaranya sehat secara fisik, memiliki harta, memiliki reputasi di masyarakat, sukses dalam berbagai bidang, pikiran lurus dan memiliki keyakinan yang sehat.

Tri menambahkan, agar mendapatkan kebahagiaan dalam bekerja, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah memilih pekerjaan sesuai dengan bidang yang disukai. Setelah mencintai apa yang ia kerjakan, tips yang kedua harus mempunyai mimpi, tidak hanya sekedar bekerja.

Selanjutnya bekerja dengan cerdas. Pandai bergaul, inovatif, dan kreatif. Terakhir, apapun pekerjaannya harus dilakukan tulus serta penuh penerimaan dengan hati yang ikhlas. Ini merupakan sebagian kecil dari sederet pemikiran Buya Hamka yang patut untuk dijaga dan diamalkan oleh setiap generasi muda.

Farid Setiawan, Dosen UAD mengatakan bahwa Buya Hamka telah menempatkan mengarang sebagai profesi (pekerjaan) yang sangat ia cintai sejak muda. Bahwa menulis menurutnya merupakan salah satu ekspresi yang mendorong manusia untuk menyampaikan gagasan yang ia ketahui kepada orang lain.

Sehingga menulis juga dapat disebut sebagai tanda cinta seseorang kepada sesama. Hal ini menjadi penting karena sejak muda, Buya Hamka telah memiliki budaya menulis yang cukup kuat. “Kita dapat melihatnya sebagai pribadi pembelajar otodidak. Ia belajar tentang banyak hal seperti sastra, agama, sejarah, dan filsafat. Beberapa hal dari yang ia pelajari inilah yang akhirnya membentuk keperibadian Buya Hamka,” ujarnya.

Karena sikapnya yang sangat terbuka terhadap ilmu dan pengetahuan, jika kita melihat pribadi Buya Hamka, maka kita akan menemukan banyak sekali predikat yang diberikan orang kepadanya. Mulai dari ulama, aktivis, pendidik, sastrawan, dan bahkan jurnalis melekat pada diri Buya Hamka. Tak hanya sampai di situ, Buya Hamka juga dikenal sangat aktif di Muhammadiyah dan dalam banyak misi dakwah ikut mengembangkan Muhammadiyah di daerah Minang.

“Dari penelusuran saya, selama hidupnya Buya Hamka telah memiliki lebih dari 100 judul buku. Jika dilihat dari tingkat produktivitasnya tentu beliau sangat luar biasa,” tegasnya. (diko/riz)

Exit mobile version