YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Hari yang sarat dengan kebahagiaan bagi keluarga besar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sejak kelahirannya pada 18 Juli 1961 M bertepatan 5 Safar 1381 H, usia IPM hingga saat ini memasuki angka 61 tahun. Sebuah pergulatan dan perjuangan luar biasa yang tak kenal lelah dalam membangun peradaban maju di masa depan. Perayaan milad IPM dilaksanakan pada Sabtu malam (24/7) di Gedung Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta mengusung tema “Arus Utama Pelajar Indonesia”.
Hadir langsung dalam acara resepsi tersebut, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM periode 2000-2002, Raja Juli Antoni, SAg, MA., PhD. Menurut Toni, demikian sapaannya, IPM merupakan sekolah kehidupan yang mana hal-hal yang diperolehnya sampai detik sekarang merupakan replika dari perjalanan hidupnya mengabdi di IPM.
“IPM bagi saya adalah sekolah. Sekolah tentu tidak dalam makna yang bersifat formal, dinding-dinding sekolah atau bilik-bilik sekolah, tapi IPM bagi saya sekolah kehidupan. Kalau boleh jujur, sesungguhnya apa yang hari-hari ini saya kerjakan, sebenarnya hanyalah semacam replika dari apa yang dulu saya kerjakan sejak aktif di IPM. Tetapi sesungguhnya itu adalah yang pernah saya kerjakan, saya alami yang membuat saya lebih dewasa, cerdas, pintar ketika menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang saya alami pada hari ini,” ujarnya ketika memberikan keynote speech.
Toni menyebut juga bahwa semenjak berkecimpung di IPM, sistematisasi hidup berdemokrasi tidak hanya sekadar formalistik atau sloganistik, namun pada saat yang sama juga menjadi perwujudan nilai-nilai keseharian yang melekat di dalam sukma kader-kader IPM. Hidup berdemokrasi merupakan keniscayaan jikalau terjadi gesekan perbedaan pendapat, berdebat, maupun berdiskusi. Akan tetapi, setelah itu juga akan normal dan akur kembali.
“Ada peneliti dari temannya Kang Haedar dari Korea Utara Pak Kim, dia mengatakan bahwa bahkan pada saat Orde Baru sedang jaya-jayanya juga sudah ada demokrasi di republik ini, tapi Muhammadiyah tetap mempraktekkan berdemokrasi. Perbedaan pendapat, berdebat, berdiskusi, ada ngambek-ngambeknya, tapi baikan lagi,” pungkasnya.
Sebagai contoh adalah Pemilihan IPM. Menurutnya hal tersebut termasuk manifestasi pembelajaran demokrasi sejak dini yang kemudian sampai dewasa menjadi satu nilai di hati. Kehidupan di IPM menjadi kawasan penggemblengan diri menjadi generasi yang cerdas berdemokrasi dan memiliki keterbukaan dalam memberikan secercah pendapat. Dan yang lebih penting adalah memiliki jiwa keberanian (syaja’ah) dalam menyuarakan pendapatnya di ruang publik.
“Dalam IPM kita belajar berdemokrasi, belajar berpolitik dalam makna yang sangat mikro. Kita belajar tentang berpidato, bernegosiasi, dan yang terbaik itu yang akan dipilih,” katanya.
Dalam akhir keynote speechnya, Toni mengajak kepada segenap kader IPM agar senantiasa bergembira dalam bermuhammadiyah. Karena IPM merupakan sekolah kehidupan yang Insyaallah akan memberikan manfaat setelah berjuang dalam mendedikasikan diri untuk membantu memajukan kehidupan. Dan yang terpenting harus menjadi tulang punggung dari fondasi Islam berkemajuan.
“Jadilah IPM sebagai tulang punggung Islam berkemajuan. Yang tidak minder, harus percaya diri (PD) bahwa Muhammadiyah ini keren se keren-kerenya,” tandasnya. (Cris)