Pengorbanan dan Ujian Upaya Membuktikan Ketaatan
Oleh: Raspa Laa, S.Pd.I.,M.Pd
ألسّلا م عايكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ.
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ َطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan yang menguasai alam jagat raya ini. Hakikat segala bentuk pujian yang ada di muka bumi ini adalah milik-Nya. Kita memuji akan kebesaran Allah, dan juga Allah sebagai Zat yang pantas diibadahi dan dimintai pertolongan.
Kita bersyukur kepada Allah, yang telah menghadirkan pagi ini bagi kita semua untuk memperingati salah satu hari bersejarah yang penuh dengan nilai keimanan. Hari dimana kelak akan menjadi saksi tentang bagaimana jiwa-jiwa suci yang berjuang menggapai titik ketinggian. Kita seharusnya selalu mengingat hari-hari itu dan mengambil pelajaran berharga agar bisa menghadapi godaan dunia menuju kecintaan Allah sebagai Zat Yang Maha Memiliki Cinta.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada panutan alam Nabi Muhammad SAW. Insan pilihan yang diberi tugas untuk menyampaikan risalah kebenaran kepada mereka yang merindukan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah SWT.
Pada hari ini, ribuan kaum muslimin seluruh penjuru dunia sedang bersuka-cita merayakan hari raya Idul Adha. Senyum indah berbalut menjadi satu dengan keindahan busana yang melekat, diiringi dengan lantunan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil. Hari ini adalah hari dimana ketika seorang manusia pilihan Allah SWT, yang diberi gelar khalilullah Ibrahim as, berjuang menghadapi jalan nan sulit yang tidak bisa diterima oleh sekedar akal manusia.
Sejarah telah mencatat, bagaimana penantian panjang Ibrahim as, bersama istri tercintanya Siti Hajar. Bersama mereka jalani kehidupan dalam balutan suasana suka dan duka. Semuanya indah terasa, penuh kebahagiaan. Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan, belum sempurna adanya karena sampai pada usia udzur, keduanya belum dikarunia keturunan oleh Allah SWT.
Penantian panjangpun berakhir, ketika datang khabar gembira dari Allah SWT. Sebuah kondisi yang tidak masuk akal, istrinya yang sudah berusia lanjut dan secara ilmu kesehatan sudah tidak bisa menghasilkan keturunan dari rahimnya akhirnya mengandung dan melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Ujian bertubi-tubi yang diberikan Allah SWT kepada Ibrahim as, hingga beliau mendapatkan kehormatan dari Allah SWT.
وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِيۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah : 124)
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin kaum Muslimin rahimakumullah
Setelah diuji dengan penantian panjang, ujian Allah pun datang lagi setelah anak mereka lahir. Ibrahim as harus meninggalkan anak dan istrinya di tempat yang tandus. Tanpa ada makanan, tanpa ada pepohonan, tiada terlihat sumber air bahkan tidak ada manusia yang lain selain mereka berdua.
Keyakinan Ibrahim as akan kepada Allah SWT, menjadi semangat dalam dirinya untuk tidak menolak perintah itu. Dengan tegas dia mengadu kepada Allah
رَّبَّنَآ إِنِّيٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيۡرِ ذِي زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡئِدَةٗ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِيٓ إِلَيۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ ٣٧
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur
Setelah dua ujian itu mampu terlewatkan, datang lagi ujian selanjutnya. Ini merupakan ujian terbesar yang menimpa keluarga Ibrahim as, datang perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putera semata wayangnya, Ismail. Ismail yang hadir di tengah-tengah keluarganya setelah melewati penantian yang sangat panjang. Kisah dramatis yang kemudian direkam oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shaffat : 102)
Sebuah kisah yang mengandung pelajaran luar biasa. Betapa tidak, sebuah perintah yang jika dilihat dengan menggunakan kacamata manusia, maka kita akan mengatakan Nabi Ibrahim bersama istrinya tidak memiliki perasaan sama sekali. Atau mungkin kita akan memandang Allah SWT memberikan perintah yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Atau, kita juga akan mengatakan, Nabi Ibrahim as tidak mencintai anaknya Ismail.
Nabi Ibrahim as sangat mencintai anaknya. Seorang putra yang kehadirannya ditunggu selama bertahun-tahun lamanya. Ismail yang tumbuh menjadi anak yang taat kepada Allah SWT tentunya menghadirkan kecintaan yang mendalam dari kedua orang tuanya. Sebagaimana layaknya orang tua, tentunya memiliki kecintaan yang sangat tinggi kepada putra putrinya. Mereka beribadah kepada Allah SWT melalui upaya mendidik dan mengasuh anaknya dengan penuh cinta kasih.
Seorang ibu, yang ketika mengandung, tidak sedikitpun mengeluh atas beratnya kandungan yang ia pikul. Susah tidur, tidak menjadi alasan baginya untuk berkeluh kesah, karena lebih mengutamakan kenyamanan janin yang dikandungnya. Ketika akan melahirkan, pertaruhan nyawa antara hidup dan mati menjadi adegan menegangkan. Begitu banyak urat syaraf yang terputus, menjadi saksi perjuangannya. Semua rasa sakitnya hilang, seiring dengan tangisan bayi mungilnya.
Ketika anaknya sudah dilahirkan, sang ibu menghabiskan waktunya untuk mengurus bayinya. Ketika malam, ia tidur lebih akhir setelah bayinya tertidur pulas. Namun, ia harus terjaga di tengah malam bila anaknya terbangun dan menangis. Air matanya akan terus membasahi pipinya ditambah dengan kekhawatiran yang panjang bila sedikit saja rasa sakit menimpa anaknya. Dalam doanya, ia memohon kepada Allah SWT sekiranya diijikan maka bebankan penyakit itu padanya.
Itu pula yang terjadi pada Siti Hajar, ibunda Ismail. Sebuah harapan besar seiring dengan penantian panjangnya mengiringi masa awal hingga sampai pada usia tuanya. Setelah datang berita bahwa dia akan mengandung, maka semua hal dia lakukan untuk keselamatan janinnya. Ismailpun lahir dengan selamat, namun ujian tidak berakhir sampai disana.
Dengan jiwa keibuan dan kasih sayangnya, tidak ingin anaknya sakit, kelaparan, kehausan, bahkan lebih pahit lagi jika terjadi hal yang tidak diinginkan, yaitu kematian, ketika mereka ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim as. Siti Hajar berlari ke sana kemari antara bukit Shaffa dan Marwa. Peristiwa yang tidak hanya mejadi asbab lahirnya rukun ibadah haji, Sa’i. namun lebih dari itu, ada pelajaran berharga bagi kita untuk memahami betapa besarnya kasih sayang seorang ibu. Tak kenal lelah dia melakukan itu, berlari dan terus berlari sambil tidak henti-henti mulutnya berdoa kepada Allah SWT untuk kesehatan dan keselamatan Ismail. Perjuangannya berbuah hasil. Di tengah rasa capek yang amat sangat, keluarlah dari bekas sentakan Ismail sebuah mata air, air zamzam.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin kaum Muslimin rahimakumullah
Betapapun besarnya kasih sayang Hajar pada putranya. Betapapun perjuangan yang sudah dilewati demi anaknya, tapi ketika sampai padanya berita tentang perintah Allah SWT untuk menyembelih putera kesayangannya, dengan jiwa yang besar dia berucap “aku rela kalau itu memang perintah Allah SWT”
Begitu pula seorang ayah, memiliki keikhlasan yang tidak kurang bila dibandingkan dengan kecintaan seorang ibu. Ketika anaknya sudah lahir, mulai bergejolak dalam batinnya bagaimana cara untuk membahagiakan anaknya. Berbagai macam pertanyaan menghantui pikirannya. Akan jadi apa anakku besok, bagaimana nasib anakku jika aku sudah mati nanti, khawatir jika meninggalkan anaknya dalam keadaan yang susah.
Kekhawatiran itulah yang membuat seorang ayah pergi pagi pulang malam, membanting tulang mencari nafkah agar tidak membiarkan anaknya tidur dalam keadaan lapar. Semua pekerjaan yang dilakukan seorang bapak, hanyalah bertujuan untuk memberikan kebahagiaan putra putrinya. Tidak sedikitpun terpikirkan, bahkan dia tidak pernah berharap untuk mendapatkan balasan dari anak-anaknya kelak.
Ibrahim as. adalah seorang bapak bagi putranya Ismail. Dengan tidak meninggalkan kedudukannya sebagai Nabi, dia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga.
Ibrahim as juga begitu mencintai putranya Ismail. Begitu cintanya, sehingga kehadiran mimpi yang berisi perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, baru ia percaya dan menyampaikan pada Ismail setelah melewati malam ketiga. Terjadilah dialog singkat antara Ibrahim dan Ismail. Ketika Ibrahim menyampaikan mimpinya kepada putranya Ismail, maka dengan semangat penuh ketaatan dia berucap
يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Wahai bapakku, lakukanlah jika itu perintah Allah SWT. Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai bagian dari orang-orang yang sabar”.
Ketaatan Ibrahim as dan putranya Ismail kembali lagi diuji oleh Allah SWT dengan rasa cinta Ibrahim kepada anaknya Ismail. Setelah berpamitan kepada istrinya, ibu dari Ismail pergilah mereka berdua di sebuah lahan yang luas. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Syaikh Umar bin Ahmad Baradja, dalam Bukunya Akhlak lil Banin jilid kedua. Ketika sampai mereka di suatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya :
“Wahai ayah, ikatlah kaki dan tanganku dengan kencang agar aku tidak bisa bergerak dengan leluasa yang akan membuat ayah kasihan dan tidak jadi menyembelihku. Duhai ayah…Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat dan saya tidak merasakan sakit yang amat sangat.
Wahai ayahanda,,,mohon titip baju ini pada ibuku, satu-satunya perempuan yang aku sayangi, sampaikan salamku padanya agar dia tetap sabar dan saya dilindungi oleh Allah SWT.
Ismail telah terlentang, pisau diletakkan di lehernya dan Ibrahimpun menyembelih putranya dengan menekan pisau itu kuat-kuat. Dalam pada itu, Allah SWT memerintahkan Malikat Jibril untuk mengambil seekor kibasy dari syurga sebagai gantinya
وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ ١٠٧
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
لله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin kaum Muslimin rahimakumullah
Ibrahim, Siti Hajar dan putra semata wayang mereka, Ismail telah memberikan pelajaran luar biasa kepada kita seluruh umat manusia. Kecintaan kita kepada hal-hal duniawi yang hanya sejenak melekat pada diri kita, terkadang menjadikan kita lupa segala-galanya termasuk juga lupa kepada Allah SWT.
Perkembangan kehidupan masa kini, ketika masing-masing indivu berlomba-lomba untuk meraih kebahagiaan dunia yang sifatnya sementara. Keinginan yang sangat tinggi untuk meraih kebahagiaan dunia kadang menjadikan seseorang menghalalkan segala cara. Saling sikut, saling beradu bahkan saling berperang hanya untuk meraih kebahagiaan itu.
Dunia yang dikejar, tidak akan menghadirkan kepuasan dalam diri siapapun yang meraihnya. Idul Adha atau Idul Qurban memberikan pelajaran kepada kita untuk menghindari rasa cinta yang berlebihan terhadap dunia. Jabatan, harta benda, kekuasaan, rumah yang mewah, anak keturunan, makanan, pasangan hidup, semuanya akan meninggalkan kita ketika masanya berakhir. Ibrahim as dan istrinya Siti Hajar, telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa semua yang diberikan kepada kita adalah titipan, termasuk anak. Dan Allah SWT sebagai Zat yang menitipkan, punya hak untuk mengambilnya kapan saja. Maka, jangan terlampau mencintai dunia, hingga enggan untuk melepaskannya.
Semoga ini menjadi perenungan panjang bagi kita semua yang hadir dalam kesempatan Iedul Adha kali ini. Dari perenungan itu, akan lahir sikap tidak terlalu cinta dunia, namun menjadikan dunia sebagai jalan untuk menuju kebahagiaan kehidupan akhirat kelak.
Mari kita berdoa kepada Allah SWT sebagai wujud kelemahan dan ketidakmampuan kita.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
Yaa Tuhan Kami, terimalah permohonan kami karena Engkaulah Yang Maha Mendengar. Ampunkan kami karena Engkaulah Yang Maha Mengampuni.
Allahumma yaa Allah,,,jika hari ini menjadi ibadah kami yang terakhir. Jika rukuk dan sujud ini menjadi ibadah yang terakhir. Jika doa ini menjadi permohonan kami yang terakhir. Sembari bersimpuh kami memohon kepada-Mu yaa Allah…
Berikan kesempatan kepada kami untuk saling memaafkan, atas kesalahan yang kami lakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja. Sembunyi ataupun terang-terangan. Berikan juga kami kesempatan, untuk meminta maaf kepada kedua orang tua kami, yang dengan sengaja kadang kami durhakai mereka yaa Allah. Kami sakiti hati dan perasaan mereka dengan lidah dan perbuatan kami, hingga berlinang air matanya.
Jika mereka telah mendahului kami, ampunkan dosa dan kesalahan mereka, sayangi dan rahmati mereka sebagaimana mereka menyayangi kami ketika kami masih dalam pemeliharaan mereka.
Yaa Allah,,,jadikan keluarga kami layaknya keluarga Ibrahim as, yang dibangun dengan dasar ketaatan kepada-Mu. Lahirkan dari keturunan kami, Ismail-Ismail muda, yang mampu mengedepankan ketaatan kepada-Mu dibandingkan kecintaan kepada dunia.
Ya Allah, Lindungi kami dari wabah ini. Dengan Kuasa-Mu, angkat wabah ini dari bumi tercinta kami. Agar kami bisa beraktifitas dan beriabadah kepada-Mu sebagaimana biasa.
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ
رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوبَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
والسّـــلام عليكم ورحمة الله وبركات