YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kehidupan telah 2,5 tahun menghadapi wabah Pandemi Covid-19. Kehadiran wabah tersebut telah mentransformasikan seluruh kebiasaan hidup manusia. Dan agama Islam telah mengajarkan untuk menerapkan dan mengedepankan sebuah kehidupan baru yakni Hayatan thayyibah.
“Inilah yang harus di amalkan oleh umat manusia di dunia saat ini,” terang Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2005-2010 dan 2010-201, Prof Dr H Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA., PhD saat menjadi narasumber dalam acara Pengajian Tarjih Muhammadiyah edisi ke-181, Rabu (3/8) di Serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
Diksi Hayatan thayyibah mengandung arti yang luas. Bisa diartikan sebagai kehidupan yang baik, sehat, positif, dan konstruktif. Menurut pakar Bahasa Arab kata-kata yang mengandung makna baik, seperti Thayyib, Hasan, Khair, dan sebagainya memiliki arti superlative (tafdhil).
Kata hasan tidak sekadar berarti baik, tetapi terbaik. Demikian juga halnya dengan kata khair yang memiliki arti keterbaikan. Apalagi dalam bentuk jamak, seperti fasthabiqul khairat yang berarti berlomba-lomba untuk meraih percik-percik keterbaikan-keterbaikan.
“Maka Hayatan thayyibah adalah kehidupan yang terbaik. Dengan pesan agama ini, marilah kita siapkan sebuah kehidupan yang terbaik. Dan saya berpendapat yang sering kita gembar-gemborkan mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur harus di mulai dari kehidupan individu yang mengamalkan Hayatan thayyibah,” ujarnya.
Prof Din Syamsuddin menekankan bahwa kehadiran tahun baru hijriah yang baru saja dilewati bersama menjadi wahana manusia harus bisa mengamalkan dan membudayakan Hayatan thayyibah. Tanpa prinsip tersebut, mustahil terwujudnya kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
“Marilah dengan pasca Covid-19 dan memasuki tahun baru hijriah, kita bertekad untuk menampilkan Hayatan thayyibah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Dan hari yang akan datang harus lebih dari hari ini,” ajaknya. (Cris)