Agenda Strategis Pendidikan Nasional

pendidikan nasional

Haedar Nashir dalam agenda di Caruban

Agenda Strategis Pendidikan Nasional

Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si

Indonesia secara konstitusional telah memiliki landasan yang kuat dalam bidang pendidikan nasional. Pendidikan diletakkan sebagai usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan hanya dalam kecerdasan intelektual, tetapi juga dalam kecerdasan akal budi secara utuh dalam bingkai nilai iman dan takwa dan akhlak mulia yang berdasarkan nilai agama sebagaimana termaktub dalam pasal 31 UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Karenanya meskipun kebijakan pendidikan nasional diproyeksikan untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul dan mampu menghadapi tantangan dunia di era revolusi 4.0 dengan strategi “link and mach” maka substansi dan arah pendidikan nasional tidak boleh keluar dari esensi dan nilai dasar sebagaimana perintah konstitusi. Mengabaikan apalagi membelokkan arah pendidikan nasional dari esensi, nilai, dan orientasi dasar tersebut sama dengan menentang konstitusi. Tugas dan tanggungjawab pemerintah justru mengimplementasikan pendidikan konstitusional tersebut  ke dalam seluruh kebijakannya secara nyata dan konsisten.

Pendidikan Nasional

Indonesia jika ingin bersaing dengan bangsa lain niscaya menjadi negara dan bangsa yang maju, yang menurut Muhammadiyah disebut “Indonesia Berkemajuan”. Indonesia Berkemajuan dalam pandangan Muhammadiyah (2009) meniscayakan dukungan sumberdaya manusia yang cerdas dan berkarakter utama. Manusia yang cerdas adalah manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki kekuatan akal budi, moral, dan ilmu pengetahuan yang unggul untuk memahami realitas persoalan serta mampu membangun kehidupan kebangsaan yang bermakna bagi terwujudnya cita-cita nasional.

Manusia Indonesia yang cerdas memiliki fondasi iman dan taqwa yang kokoh, kekuatan intelektual yang berkualitas, kepribadian yang utama, dan menjadi pelaku kehidupan kebangsaan yang positif sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sumberdaya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter utama hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan yang “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Pendidikan tersebut dalam prosesnya tidak hanya menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, tetapi sekaligus sebagai proses aktualisasi diri yang mendorong peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan tinggi dan berkeadaban mulia.

Karenanya, pendidikan nasional yang selama ini berlaku harus direkonstruksi menjadi sistem pendidikan yang mencerahkan, dengan visi terbentuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, dan berkemajuan. Sedangkan misinya ialah:

(1) Mendidik manusia agar memiliki kesadaran ilahiah, jujur, dan berkepribadian mulia;

(2) Membentuk manusia berkemajuan yang memiliki jiwa pembaruan, berfikir cerdas, kreatif, inovatif, dan berwawasan luas;

(3) Mengembangkan potensi manusia berjiwa mandiri, beretos kerja keras, wira usaha, dan kompetitif;

(4) Membina peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki kecakapan hidup dan ketrampilan sosial, teknologi, informasi, dan komunikasi;

(5) Membimbing peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki jiwa, daya-cipta, dan kemampuan mengapresiasi karya seni-budaya; dan

(6) Membentuk kader bangsa yang ikhlas, bermoral, peka, peduli, serta bertanggungjawab terhadap kemanusiaan dan lingkungan. Pendidikan nasional yang holistik tersebut melibatkan seluruh elemen bangsa sehingga menjadi gerakan dan strategi kebudayaan nasional yang menyeluruh menuju kemajuan hidup bangsa yang bermartabat.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar memiliki arti strategis bagi pengembangan sumberdaya manusia yang unggul dan berfungsinya lembaga pendidikan holistik menuju Indonesia berkemajuan. Oleh karena itu, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara harus menjadi tanggungjawab pemerintah secara mutlak. Masyarakat perlu menyadari bahwa jumlah yang besar tanpa didukung dengan kualitas yang tinggi tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa lain di Asia seperti Cina, Jepang, dan India berkembang menjadi  kekuatan baru di dunia, yang berpeluang  menggantikan kekuatan ekonomi Barat. Itu semua dimungkinkan karena ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas unggul.

Pendidikan nasional selain mampu menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas juga dapat membentuk watak perilaku utama. Dalam kehidupan masyarakat, karakter utama itu muncul dalam sifat keteladanan, keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian, kemerdekaan, kedisiplinan, dan tanggungjawab. Nilai-nilai utama tersebut harus melekat menjadi karakter bangsa untuk melawan penyakit mental yang cenderung hedonis, konsumtif, dan menerabas, yang menyebabkan bangsa Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain.

Pendidikan nasional karenanya tidak dapat bersifat pragmatis hanya dibawa pada arah yang bersifat ekonomi ala pabrik, yang hanya menghasilkan manusia berketerampilan teknis. Pendidikan nasional juga tidak sejalan dengan konstitusi pasal 31 UUD 1945, Pancasila,  dan UU Pendidikan Nasional tahun 2003 jika dibangun dengan paradigma liberal-sekuler yang menjauhkan apalagi bertentangan dengan nilai iman dan taqwa, akhlak mulia, dan  nilai-nilai agama yang hidup di Indonesia.

Pendidikan nasional sudah tepat ketika menyasar pendidikan karakter. Karakter yang berbasis nilai Agama, Pancasila,  dan kebudayaan luhur bangsa Indonesia. Menurut perspektif Muhammadiyah tentang “Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa” (2009) bahwa  berbagai sebab dalam perkembangan kehidupan yang dilaluinya terdapat kelemahan-kelemahan mentalitas di tubuh bangsa Indonesia.

Para ahli menemukan kecenderungan mentalitas orang Indonesia yang tidak sejalan dengan etos kemajuan dan keunggulan peradaban seperti sifat malas, meremehkan mutu, suka menerabas (jalan pintas), tidak percaya pada diri sendiri; tidak berdisiplin murni; suka mengabaikan tanggungjawab, berjiwa feodal, suka pada hal-hal beraroma mistik, mudah meniru gaya hidup luar dengan kurang selektif, gaya hidup mewah, dan lain-lain. Kendati kecenderungan mentalitas tersebut tidak bersifat menyeluruh tetapi manakala dibiarkan akan menjadi penyakit mentalitas secara keseluruhan di tubuh bangsa ini.

Agenda Strategis

Indonesia dalam menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan yang lebih maju maka diperlukan revitalisasi mentalitas bangsa ke arah pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kuat. Manusia yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang membedakan dari orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya.

Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai keutamaan yang mengkristal menjadi modal sosial dan budaya penting. Di antara nilai-nilai itu adalah daya juang, tahan menderita, mengutamakan harmoni, dan gotong royong. Nilai-nilai keutamaan tersebut masih relevan, namun memerlukan penyesuaian dan pengembangan sejalan dengan dinamika dan tantangan zaman.

Tantangan globalisasi yang meniscayakan orientasi kepada kualitas, persaingan dan daya saing menuntut bangsa Indonesia memiliki karakter yang bersifat kompetitif, dinamis, berkemajuan, dan berkeunggulan. Karena itu cukup mendesak untuk dilakukan revitalisasi karakter bangsa, yaitu dengan memelihara dan meningkatkan nilai-nilai keutamaan yang sudah terbangun sejak dahulu dan mengembangkan nilai-nilai keutamaan baru, termasuk membuka diri terhadap nilai-nilai keutamaan bangsa-bangsa yang lebih maju.

Menurut Muhammadiyah, manusia Indonesia yang berkarakter kuat dan melekat dengan kepribadian bangsa yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat:

(1) Religius; yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran;

(2) Moderat; yang dicirikan oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan;

(3) Cerdas; yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan

(4) Mandiri; yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa.

Bagi suatu bangsa karakter adalah nilai-nilai keutamaan yang melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan identitas kolektif bangsa. Karakter berfungsi sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita kebangsaannya dan menampilkan keunggulan- keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis di antara bangsa-bangsa lain.

Nilai-nilai keutamaan seperti bekerja keras, menghargai waktu, dan berhemat dalam etika Protestan, umpamanya, telah mendorong kebangkitan dan kemajuan bangsa- bangsa Barat. Demikian pula nilai-nilai keutamaan serupa dalam etika Konfusianisme dianggap telah mendorong kebangkitan negara-negara di kawasan Asia Pasifik dewasa ini. Sejarah juga menunjukan bahwa etos kemajuan dalam kehidupan kaum muslimin di masa lampau telah berhasil membangun kejayaan peradaban Islam selama beberapa abad.

Indonesia harus dibangun bersama dalam semangat Bhineka Tunggal Ika menuju perikehidupan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang bermartabat dan berkemajuan guna meraih peradaban yang tinggi. Ketika Indonesia harus memfokuskan diri pada pembangunan sumberdaya manusia guna memasuki era revolusi industri 4.0 yang penuh tantangan dan kompetisi, maka kebijakan dan arah pendidikan nasional justru harus kokoh pada pondasi dasarnya sebagaimana perintah konstitusi.

Sumber: Majalah SM Edisi 2 Tahun 2022

Exit mobile version