Observasi IMM Ungkap Peran Perempuan Tangguh dalam Ekonomi Keluarga

Observasi IMM Ungkap Peran Perempuan Tangguh dalam Ekonomi Keluarga

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Berdasarkan penelitian kami tepatnya hari minggu tanggal 07 Agustus 2022, PK IMM FKIP UHAMKA khususnya bidang IMMAWATI melakukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) dari kegiatan SRIKANDI (Sekolah Perempuan) yang telah dilaksanakan pada tanggal 26-28 Mei 2022.

Dengan tema kegiatan “Optimalisasi Kesadaran Gender sebagai Aktualisasi Peran Kader IMM FKIP UHAMKA”, kegiatan turun kelapangan, yang berlokasikan di KP.Gedong. Kita menyapa masyarakat, mengobservasi serta wawancara dengan masyarakat keterkaitan perempuan dengan ekonomi. Kegiatan tersebut dihadiri oleh pengurus PK IMM FKIP UHAMKA, khusunya bidang IMMAWATI dan peserta RTL SRIKANDI.

Perekonomian yang rendah tidak jauh-jauh dengan lingkaran kemiskinan. Kemiskinan ialah masalah sosial yang bersifat global dapat dihadapi setiap bangsa dan tidak satupun negara di dunia yang bebas akan kemiskinan. Kemiskinan ini merupakan masalah kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan (Didu and Fauzi, 2016).

Kategori kemiskinan menurut World  Bank tahun 1990 mendefinisikan  kemiskinan  sebagai  ketidakmampuan dalam  memenuhi  standar  hidup  minimal.  Kemudian  pada  tahun  tahun  2004, World  Bank menguraikan  kembali  definisi  kemiskinan  secara  lebih  detail  yaitu  “Kemiskinan   adalah kelaparan.  Kemiskinan  adalah  ketiadaan  tempat  tinggal.

Kemiskinan  adalah  sakit  dan  tidak mampu untuk periksa ke dokter. Kemiskinan adalah tidak mempunyai akses ke sekolah dan tidak mengetahui  bagaimana  caranya  membaca.

Pada hasil wawancara yang kami lakukan, yang mengarah kepada bagaimana peran perempuan terhadap perekonomian dikeluarganya. Dengan latarbelakang pendidikan hanya tingkat sekolah dasar atau SD tentunya tidak bisa mendapatkan perkerjaan yang diinginkan terlebih lagi perempuan, yang biasanya dikatakan perempuan tidak bisa berperan dalam perekonomian dan hanya di dapur saja.

Dalam studi kasus kami, sosok kedua perempuan tersebut ikut dalam mencari nafkah. Tidak ada perbedaan dalam peran perempuan. Bahkan menurut kami terhadap kedua narasumber walaupun latar pendidikan mereka hanya SD tapi mereka memiliki keterampilan yang baik. Jika keterampilan digunakan dengan baik dan penunjang lainnya mendukung, ada kemungkinan kehidupan mereka akan lebih baik.

Narasumber yang pertama kita wawancarai bernama Ibu A’al usia beliau adalah 50 tahun, beliau mempunyai 3 anak laki-laki, dan suami beliau sudah meninggal. Dengan begitu, beliaulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Di sisi beliau sebagai perempuan yang harus mengurusi anaknya beliau juga sebagai tulang punggung keluarga untuk menghidupi keluarganya, beliau pernah bekerja serabutan, beliau juga pernah bekerja sebagai pedagang asongan di jalan, akan tetapi beliau tidak teruskan karena untuk modalnya habis dan tidak cukup.

“Hal yang pernah membuat saya tertekan ketika keadaan saya harus membayar kontrakan, membayar sekolah anak dan membeli makan untuk keluarga, akan tetapi uangnya tidak cukup, maka saya harus memilih mana yang harus di dahulukan untuk saya bayar,” ujar ibu A’al yang mengutarakan keadaan tersulit dalam kehidupannya.

Memang itu adalah hal tersulit ketika keadaan semuanya itu sangat penting kita perjuangkan akan tetapi keadaan ekonomi yang sulit harus menimpa mereka, dengan melihat kondisi ibu seperti itu, anak anaknya pun ikut membantu ibu A’al dalam menghidupi keluarganya, mereka membantu ibunya dengan menjadi badut, pengamen supaya dapat menambah perekonomian keluarga.

“Alhamdulillah anak anak saya membantu saya untuk mencari uang, mereka pergi keluar di depan jalan menjadi badut di jalanan dan juga pengamen dan untuk penghasilan per hari yang di dapat dari 30 rebu sampai 40 rebu mereka berikan kepada saya untuk tambahan uang makan,” ujar Ibu A’al.

Narasumber ke-2 yang diwawancarai bernama Ibu Tuti, usia beliau adalah 48 tahun, beliau mempunyai 1 anak perempuan, akantetapi anak nya di titipkan kepada kakanya, karena beliau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya. ketika kita memasuki rumah beliau, beliau sedang duduk dan ternyata beliau mengalami struk.

“Saya sudah lama struk neng, sekarang Alhamdulillah sudah bisa bangun dari tempat tidur, kalau dulu saya ga bisa ngapa-ngapain, Cuma bisa tidur berbaring” ujar Ibu Tuti. Musibah itu terjadi ketika beliau dulu hendak mau pergi memijat dan terpeleset jatuh.

Memang beliau dulu sangat pandai memijat dan penghasilan dari pijat itu bisa sehari sampai 5 orang, dan satu orang nya membayar 50 ribu. Dulu perekonomian beliau cukup untuk menghidupi keluarganya, beliau pernah menjadi tukang pijat, berdagang di depan rumah berjualan baso, kue dan sangat laris manis, akan tetapi setelah musibah itu terjadi ibu tidak meneruskan pekerjaanya, dan sekarang yang bekerja hanya suami nya, dan bekerja sebagai pemulung.

Keadaan yang sekarang membuat ibu Tuti terpukul dia sangat sedih dengan keadaan tersebut, dan dia sangat merindukan anak nya, akantetapi anaknya jarang menengok kerumahnya, hanya setahun sekali anaknya melihat ibunya. Dan untuk perekonomian sekarang hanya cukup untuk membayar kost dan untuk makan.

“Kalau dulu ketika saya menjadi tukang pijat saya bisa memberi uang untuk biaya kehidupan anak saya di sana, kalau sekarang saya Cuma bisa buat bayar kost sama makan, dan anak saya sekolah di biayain sama kaka saya,” ujar Tuti, kami pun menyarankan kepada ibu Tuti untuk membuat BPJS supaya dia bisa mengobati struknya dan kembali bekerja seperti dulu, supaya dapat meningkatkan perekonomiannya.

Kesimpulan yang diraih dari hal di atas adalah dua narasumber yang di mana dalam. Kondisi atau keadaaan yang sangat berbeda entah dalam perekonomiannya, dalam pendidikan mereka, mempunyai anak dan lain lain. (Cici/Riz)

Exit mobile version