Problematika Gerakan IMM

Problematika Gerakan IMM

Problematika Gerakan IMM

Oleh: Muhammad Hafizh Renaldi

Berbicara mengenai gerakan yang ada di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, tak terlepas dari dua hal yakni sebagai gerakan perkaderan dan juga gerakan sosial. Lebih jauh dari hal itu, terkadang untuk menggerakkan kedua gerakan ini, terkadang membutuhkan sebuah ruang yang biasa kita sebut sebagai ruang kultural IMM dan tulisan ini coba dihadirkan penulis dengan didasarkan pada realita yang penulis temui selama berada di ruang kultural IMM.

Memasuki usia yang sudah melebih setengah abad ini, tentu bisa  kita jadikan pertanyaan, apakah gerakan – gerakan yang ada pada ikatan ini berjalan secara normal atau bisa jadi kita terseok – seok dan gagap dalam memahami realita gerakan IMM saat ini. Terlebih dalam halnya gerakan kultural, adakah pemikiran dan langkah – langkah yang berorientasi agar ikatan ini mengarah kepada kemajuan atau hanya sebuah gerakan yang hanya mampu untuk menimbulkan masalah tanpa sebuah solusi yang tepat.

Problematika Ruang Kultural IMM

Problem pertama, dalam ruang kultural IMM sering kita kenal dengan kata “ngopi”, satu hal yang tentunya juga sangat akrab di kalangan mahasiswa, namun yang kadang menjadi masalah, saat ini kita terlalu banyak menghabiskan uang hanya untuk sekedar ngopi akan tetapi dari hasil ngopi tersebut tidak banyak masalah yang mampu untuk kita selesaikan melalui ruang kultural.

Hal ini sebenarnya merupakan satu permasalahan mendasar, ruang kultural yang coba ikatan ini bangun biasanya tidak berfokus untuk menyelesaikan masalah. Namun, ruang kultural yang biasa dibangun hanya untuk merencanakan bagaimana cara nya menjatuhkan orang yang membuat masalah di dalam ikatan ini.

Bisa kita bayangkan, jika hal ini terjadi terus – menerus, kita tidak lebih dari gerombolan kera yang berkelahi setiap waktunya.  Padahal, perbedaan yang terjadi di dalam ikatan ini adalah satu hal yang wajar. Justru dengan perbedaan inilah yang membuat dinamika dalam ikatan ini menjadi menggembirakan dengan satu tujuan yaitu kebaikan bersama. Itulah, mengapa tujuan dari IMM adalah fashtabiqul khairat / berlomba – lomba dalam kebaikan bukan fashtabiqul haq / berlomba – lomba dalam kebenaran.

Problem berikutnya yang sering terjadi dalam ikatan ini, kita seakan melupakan keperluan mendasar dari diri kita, seperti kuliah. Acapkali kita melupakan kuliah dengan dalih mengurus organisasi. Namun, di dalam organisasi kita hanya berperan sebagai “batu asah”, artinya semakin berguna kita, semakin mengikis dan tumpul. Padahal sebagai kader IMM, harus mampu untuk menjadi representasi dari mahasiswa yang mumpuni dalam akademik dan mahir dalam gerakan.

Selanjutnya dalam hal kaderisasi, saat ini ada ribuan kader yang ada di IMM. Namun, di antara ribuan kader ini, bisa kita lihat kembali, kader yang menjadi tokoh besar di negeri ini bisa kita hitung dalam hitungan jari, maka dari itu, bisa jadi, dari ribuan kader yang kita rekrut setiap tahunnya ini hanya menggenang dan diam tanpa menjadi sebuah gelombang besar yang mampu membawa arah kemajuan.

Reaktualisasi Ruang Kultural IMM

Maka dari itu, ruang kultural yang dibangun, setidaknya mempunyai batasan – batasan waktu. Namun dengan catatan obrolan yang bermanfaat dan itu menuju kepada progresivitas ikatan. Memang kadangkala tidak ada pembukaan obrolan yang menarik kecuali, membicarakan orang lain. Maka biasanya kita perlu waktu enam sampai delapan jam di warung kopi, namun setelah itu tidak ada kemajuan dan progresivitas walaupun kita telah mendaku bersatu melalui gerakan akar rumput.

Disisi lain, ruang kultural akar rumput haruslah berorientasi kepada persatuan dan kemajuan yang progresif. Dengan begitu akan melahirkan iklim kolektif tentang rasa, ikatan batin dan identitas keberagaman pada tubuh ikatan ini. Hal ini dikarenakan gerakan kultural mempunnyai peran sebagai penyangga tegaknya tubuh ikatan ini yang di representasikan kadernya dengan kesadaran maju dan berkembang.

Dengan adanya persatuan tadi, sebuah gerakan pastinya akan mengarah kepada kemajuan dan progresivitas. Namun kadang yang menjadi masalah kembali, jarang ada yang ingin mengambil peran sebagai pemersatu. Bukan tanpa alasan, Prof. Haedar Nashir selaku ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan bahwa “Pemersatu layaknya sebagai jembatan yang menghubungkan dua tempat dan beresiko untuk sering di injak – injak, jika tidak kuat maka akan roboh. Tetapi tetaplah berusaha menajdi jembatan, Insya Allah besar pahalanya, dan nanti Allah akan ganti dengan berkah yang menjadi besar”.

Persatuan dan Kesatuan, Pentingkah ?

Persatuan mempunyai daya/kolaborasi, namun dalam prosesnya kadang satu hal yang kita lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita rencanakan. Hal ini mempunyai dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi dari diri kita yang belum mampu untuk maksimal dan kedua, kita terlalu sibuk mengintip hal yang orang lain lakukan sehingga menyebabkan apa yang kita lakukan tidak maksimal.

Maka dari itu, persatuan yang dihasilkan dari jejak langkah di warung kopi harus lah berorientasi agar seorang kader IMM siap untuk menghibahkan diri dan pikirannya untuk ikatan ini. Sekurang-kurangnya kader harus memiliki intelektualitas di dalam kepala, religiusitas di dalam diri dan humanis dalam berekspresi.

Belajar dari revolusi mesir yang hanya di prakarsai oleh 3 orang, diantaranya : Jamaluddin Al – Afgani, Muhammad Iqbal dan Sayyid Husein Nasr. Namun, mampu menggerakan kelompok besar. Begitu juga dengan ikatan ini , tidak perlu membuat satu kelompok besar untuk melakukan gerakan, akan tetapi yang diperlukan adalah kelompok minoritas yang mempunyai sisi kreatif.

Dalam hal ini,  Creative Minority yang dimiliki IMM, harus selalu berupaya untuk dikembangkan dan jangan hanya dipahami sebagai sebuah lembaga yang berorientasi kepada kerja – kerja struktural, namun juga menjadi segelintir  orang yang mampu untuk menggerakkan kelompok besar.

Maka dari itu setidaknya ada 3 hal untuk membentuk persatuan yang utuh :

  1. Memiliki tujuan bersama.
  2. Kesadaran untuk bergerak dinamis. Mampunya IMM bertahan hingga sekarang karena memiliki inner dynamics, yaitu kekutan dari dalam yang melekat dengan dirinya. Kekuatan inilah yang berfungsi sebagai sumber inspirasi, motivasi dan orientasi yang mampu untuk membangkitkan organisasi
  3. Perencanaan strategi untuk melihat seberapa terukur sebuah kegiatan sehingga progresivitas tidak berhenti sampai pada khayalan semata.

Dengan seperti ini, persatuan dan gerakan yang berusaha untuk dibangun bukan lagi dua yang semu dan kader IMM sudah harus mulai berpikir keluar, tidak hanya disibukkan dengan permasalahan internal yang menjadi salah satu penghambat mandeknya gerakan dan berhentinya kita memunculkan gagasan yang dapat membangun IMM ke arah yang lebih baik.

billahi fii sabililhaq, fastabiqul khairat

Muhammad Hafizh Renaldi, Ketua Umum PK IMM FAI UMY

Exit mobile version