Ditemukan, Tiga Plat Cetak Bergambar Muktamar Muhammadiyah
SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Tiga plat cetak mesin handpress ditemukan di Surabaya. Ketiga plat cetak tersebut bergambar Muktamar Muhamamdiyah yang berlangsung di Yogyakarta.
“Kondisinya masih utuh, masih bagus. Hanya perlu dibersihkan karena memang sudah lama,” ujar Ali Budiono, pemilik ketiga plat cetak itu, Jumat (19/8/2022).
Ali Budiono adalah seorang kolektor. Dia menjabat Sekjen Masyarakat Numismatik Indonesia (MNI) Surabaya dan pendiri Suroboyo Vintage Community (SVC). Ribuan koleksi barang kuno dan arsip dia miliki.
Diakui Ali, ketiga plat cetak tersebut didapatkan setelah dia membeli tiga mesin handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan, tahun 2019. Ketiga mesin handpress tersebut dibeli dari Tony Lubis, kawannya sesama kolektor yang tinggal di Yogyakarta.
Menurut dia, ketiga plat tersebut dipakai saat Muktamar Muhammadiyah. Sayangnya, tidak ada referensi yang menunjukkan tahun berapa Muktamar Muhammadiyah itu digelar. Hanya diyakini penyelenggaraanya jauh sebelum Kemedekaan RI 1945, seperti tahun pembuatan mesin handpress.
Ternyata Mesin Handpress yang Diduga Milik KH Ahmad Dahlan Ada di Surabaya
“Sampai sekarang, dua mesin handpres ada di rumah. Yang satu mesin saya hibahkan untuk koleksi Museum Pendidikan Surabaya,” aku pria 52 tahun kelahiran Petemenon, Surabaya ini.
Ali mengaku berniat membeli mesin-mesin cetak besar yang juga peninggalan KH Ahmad Dahlan. Sayangnya, mesin-mesin besar itu sudah lebih dulu dipreteli dan dijual.
“Waktu itu saya sudah pesan. Saya sudah siapkan angkutannya. Tapi ya hanya dapat tiga handpress ini. Waktu saya bawa pulang masih ada sisa tintanya. Saya bawa mesin-mesin ini naik mobil pick up dari Yogakarta,” terang mantan pengurus Yayasan Haji Karim Oey Jakarta ini.
Bersama tiga mesin handpress, Ali juga diberi satu besek berisi plat cetak bergambar huruf Arab, Jawa kuno, dan bahasa Indonesia. Berikut tiga plat cetak bergambar Muktamar Muhammadiyah.
Ketika berita mesin handpress KH Ahmad Dahlan ini viral di medsos, Ali kemudian teringat keberadaan ketiga plat tersebut. Setelah dicari akhirnya ketemu. Ketiga plat itu bentuknya oval. Berukuran berukuran 24 cm x14,5 cm. Bahannya dari timah dilapisi kayu jati.
Museum Muhammadiyah
Awalnya, sebut Ali, dia kesulitan mendeteksi gambar plat tersebut lantaran agak buram. Dia lantas membersihkan dengan alkohol, namun hasilnya kurang maksimal.
Atas saran seorang kawan, Ali lantas membersihkan plat-plat itu dengan minyak kayu putih. Hasilnya cukup bagus. Gambarnya bisa terlihat, lebih jelas.
Plat pertama, menunjukkan gambar sebuah gedung dengan tulisan besar: “Moehammadijah Karang Kadjen”. Di depannya ada seorang yang membawa dokar.
“Ini mungkin gambar percetakan Muhammadiyah yang berada di Karangkajen,” katanya.
Plat kedua bergambar truk dengan tulisan “Gasbundo”. Di bawahnya tertempel plat nomot AB 5939. Terlihat juga beberapa orang berdiri di depan truk. Sebagian orang lagi ada terlihat akan naik ke bak truk.
“Bisa jadi truk ini mengangkut logistik untuk Muktamar Muhammadiyah. Tapi itu hanya tafsiran saya,” tutur Ali.
Plat ketiga, begambar orang-orang yang duduk di ruangan besar. Ada meja di depan dengan diberi taplak. Orang-orang tersebut sebagian besar menggunakan peci. Di belakang, ada orang yang sedang mengacungkan tangannya seperti sedang interupsi.
“Gambarannya sih seperti suasana Muktamar Muhammadi yang atau sidang pleno,” cetus Ali.
Dr Sholihul Huda, pakar sejarah dan studi Islam, mengatakan jika Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912. Organisasi Islam terbesar di Indonesia itu sudah beberapa kali mengadakan muktamar sebelum Kemerdekaan RI.
“Sejarahnya dulu namanya permusyawaratan pimpinan tingkat pusat atau nasional,” jelas sekretaris direksi Program Pascasarna Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) ini.
Pada tahun 1912 hingga 1925, imbuh dia, permusyawaratan pimpinan tingkat nasional itu diganti dengan istilah Rapat Tahunan.
“Tahun 1926 sampai 1941, istilah Rapat Tahunan diubah lagi menjadi Kongres Tahunan. Di masa pendudukan Jepang, tahun 1944, permusyawaratan Muhammadiyah yang pada waktu itu berlangsung di Yogyakarta diberi nama Muktamar Darurat,” jabar Sholihul.
Dia menambahkan, temuan plat cetak adalah warisan penting dari jejak sejarah, di mana Muhammadiyah berperan besar dalan memperjuangkan dan membangun negeri ini .
“Saya kira sebelum muktamar, Muhammadiyah harus segera merealisasikan museum yang sudah direncanakan sejak lama,” pungkas Sholihul. (*)
Penulis Wartawan Senior Agus Wahyudi tinggal di surabaya