Muhammadiyah Dorong Lahirnya Museum Lokal di Tingkat Provinsi

Museum Muhammadiyah

Ilustrasi Museum Muhammadiyah Yogyakarta

SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Syafiq A. Mughni MA memberikan perhatian serius terhadap temuan benda-benda bersejarah peninggalan KH Ahmad Dahlan. Keberadaan benda-benda tersebut sangat diperlukan untuk memahami konteks situasi ketika momen-momen penting pada masa lalu.

Syafiq mengaku mengikuti pemberitaan soal mesin-mesin cetak handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan. Satu unit mesin handpress ada di Museum Pendidikan Surabaya, dua unit lainnya di tangan kolektor. Berikut temuan tiga plat cetak bergambar Muktamar Muhammadiyah.

Menurut dia, baik mesin handpress maupun plat cetak itu, layak menjadi koleksi dan dipajang di Museum Muhammadiyah di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Yogyakarta.

Senin malam, 22 Agustus 2022, Syafiq A. Mughni yang juga Guru Besar Fakultas Adab Bidang Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Sunan Ampel itu, menjelaskan sejumlah persoalan terkait urgensi merawat sejarah. Berikut ini kutipannya.

Sejumlah kalangan melihat Muhammadiyah kurang perhatian terhadap masalah sejarah, seperti halnya Muhammadiyah kurang perhatian terhadap urusan budaya, bagaimana pendapat Anda?

Kesadaran itu sudah ada sejak lama, tetapi belum menjadi kesadaran kolektif. Data-data sejarah Muhammadiyah berserakan di mana-mana. Misalnya, di Perpustakaan Nasional Jakarta dan perpustakaan Universitas Leiden di Belanda. Demikian juga di beberapa tempat di dalam negeri.

Alhamdulillah, kesadaran tampak semakin kuat. Bahkan dorongan untuk mengembangkan Program Studi Sejarah di PTMA semakin terasa. Beberapa institusi Muhammadiyah telah berhasil menerbitkan sejarah lokal yang cukup komperhensif.

Kesadaran ini akan semakin kuat seandainya setiap perguruan tinggi Muhammadiyah atau Aisyiyah memberikan dana penelitian kepada mahasiswa pada program pascasarjana dalam Ilmu-Ilmu Sosial untuk menulis karya ilmiah tentang sejarah Muhammadiyah sebagai tugas akhir studinya.

Ketika ada temuan sejarah, yang kerap terjadi reaksi dari sebagian kalangan Muhammadiyah adalah meragukan keasilannya, bukan berupaya melacak dan menelusuri sumber dan referensinya, menurut Anda?

Muhammadiyah menanamkan semangat kembali atau merujuk pada al-Qur’an dan Sunnah. Dalam hal kedua itu, Muhammadiyah menerima Sunnah Maqbulah karena sanadnya bisa dipercaya dan isinya logis dalam perspektif sejarah.

Belajar sunnah Nabi adalah berlajar sejarah Nabi. Ini bermakna kewajiban bagi kita untuk berpikir kritis terhadap sumber sejarah, baik lisan, tulisan maupun artefak atau benda. Jika belum menguasai Ilmu Hadis atau Ilmu Sejarah, kita perlu bertanya kepada ahlinya dan berusaha berpikir rasional.

Dari itulah, muncul informasi yang harus kita yakini, kita ragukan, atau kita tolak. Serba menolak atau meragukan otentisitas masa lalu adalah sikap yang salah menurut perspektif ilmu pengetahuan.

Lalu, apa urgensinya merawat sejarah bagi Muhammadiyah?

Sejarah bukan saja memberikan pengetahuan tetapi juga inspirasi. Orang Muhammadiyah perlu memahami konteks situasi ketika momen-momen penting masa lalu terjadi. Apa yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan, kecepatan atau kelambanan perkembangan Muhammadiyah.

Orang juga akan memahami proses terbentuknya ruh perjuangan, ideologi gerakan, dan budaya organisasi dengan baik lewat bacaan sejarah. Itu semua terbangun lewat proses, bukan instan.

Lebih dari itu, banyak inspirasi yang bisa diperoleh dari pejuang-pejuang masa lalu. Warisan  yang dititipkan kepada generasi sekarang memberikan kesadaran pentingnya nilai-nilai kejuangan, keikhlasan, kejujuran, kesabaran, ketekunan dan kepiawaian para tokoh dalam mengelola organisasi.

Jejak sejarah Muhammadiyah di Tanah Air diyakini sangat banyak. Namun sampai sekarang belum terkodifikasi secara baik, pendapat Anda?

Data-data sejarah Muhammadiyah sangat banyak. Tim Museum Muhammadiyah telah mengumpulkan bahan-bahan penting yang merefleksikan dinamika Muhammadiyah. Bukan saja di tingkat pusat, tetapi juga di daerah-daerah. Dokumen foto-foto, surat-surat penting, tulisan cendekiawan dan ulama, serta benda-benda yang berserakan di banyak tempat, sudah mulai dilacak dan divisualisasikan dalam museum.

Setiap wilayah atau bahkan daerah seharusnya sedikit demi sedikit mulai menggarap proyek tersebut. Dalam masa sekarang, tentu saja itu tidak cukup. Dokumen-dokumen tersebut harus digitalisasi sehingga bisa diakses oleh setiap orang di mana pun dan kapan pun.

Sebagai organisasi Islam terbesar pertama di Indonesia, langkah-langkah strategis apa yang harus dilakukan Muhammadiyah agar mampu merawat sejarah dan menjaga peradaban?

Kumpulkan atau selamatkan sumber-sumber sejarah, bersikaplah ulet dalam mengumpulkan data-data, rajinlah melakukan wawancara, dan kemudian tulislah dan terbitkan dalam bentuk cetakan dan digital.

Menurut Anda, apakah Museum Muhammadiyah sekarang sudah memadai disebut etalase legacy Muhammadiyah?

Jangan berpikir bahwa apa yang ada sekarang sudah mencukupi. Masih banyak sekali yang harus digali untuk membuat etalase Muhammadiyah yang representatif.

Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki sejarah panjang. Museum Muhammadiyah sekarang tentu merupakan capaian yang sangat berarti, tetapi proyek yang sama perlu dikembangkan paling tidak di setiap provinsi.

Apa yang harus dilakukan tim Museum Muhammadiyah untuk memerbaikinya?

Saya lebih suka menyebut Tim Museum itu adalah pemikir dan pekerja dalam kesunyian. Yang memerlukan ketekunan dan kesabaran luar biasa. Memerlukan napas panjang dalam bekerja.

Tim seharusnya bukan berhenti dalam membangun satu museum, tetapi menfasilitasi dan mendampingi lahirnya museum-museum Muhammadiyah lokal. Peran para pejuang Muhammadiyah di tingkat lokal dalam bedakwah lewat Persyarikatan Muhammadiyah juga penting ditampilkan. (Agus Wahyudi, jurnalis senior tinggal di Surabaya)

Exit mobile version